Surabaya (Antara Jatim) - Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) menegaskan tak akan mengurangi kouta mahasiswa baru seperti keinginan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) mengenai pembatasan jumlah mahasiswa baru Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Rektor ITS Prof Joni Hermana di Surabaya, Selasa mengatakan hal ini karena Indonesia saat ini masih kekurangan sarjana sains dan sarjana teknik.
Menurut Joni, yang dimaksud dengan pengurangan kuota maba adalah mahasiswa dari kelompok prodi sosial, politik, budaya, hukum, dan humaniora yang persentase lulusan prodi tersebut yang mencapai 60 persen tiap tahunnya.
Sementara jumlah lulusan sains dan teknologi hanya berkisar 20 persen dari total wisudawan perguruan tinggi di Indonesia.
"Kami masih akan tetap mempertahankan jumlah kuota penerimaan maba untuk saat ini, mengingat Indonesia masih memerlukan banyak sarjana sains dan teknik," kata guru besar Departemen Teknik Lingkungan ITS ini.
Pengurangan kuota maba PTN, lanjut Joni, tidak akan lantas meningkatkan jumlah mahasiswa perguran tinggi swasta (PTS).
"Jika dikalkulasi, jumlah PTS di Indonesia saat ini sebanyak 4.300, sementara yang diminta mengurangi kuota maba hanya sekitar 140 PTN. Jumlah tersebut sangatlah tidak sebanding," ujar Joni.
Joni menambahkan, melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi merupakan hak setiap siswa di Indonesia. Artinya, para siswa tersebut tidak boleh dipaksa untuk masuk ke perguruan tinggi mana, apalagi dengan kapasitas dosen dan fasilitas yang sangat berbeda.
Dia menganggap tidak perlu ada pembatasan maba yang diterima PTN sesuai apa yang diusulkan Aptisi. Terlebih, PTN juga mempunyai standar baku tentang berapa kapasitas mahasiswa yang dapat diterima. Semua telah dihitung berdasarkan rasio dosen, fasilitas ruang kelas, serta laboratorium dan peralatan.
Sementara itu Ketua Aptisi Wilayah VII Sukowiyono menjelaskan, pengertian dibatasi adalah PTN harus membuat peta terkait perlunya bangsa 10-15 tahun mendatang. Agar supaya kran pemerintah bisa membuka mana saja yang masih memerlukan mahasiswa.
"Artinya, dikurangi itu tidak harus semua dikurangi. Mana saja yang perlu dan yang tidak itu dikurangi," kata dia.
Sukowiyono juga meminta PTN untuk konsentrasi pada persaingan perguruan tinggi di tingkat dunia. Hal ini perlu dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal oleh bangsa lain. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Rektor ITS Prof Joni Hermana di Surabaya, Selasa mengatakan hal ini karena Indonesia saat ini masih kekurangan sarjana sains dan sarjana teknik.
Menurut Joni, yang dimaksud dengan pengurangan kuota maba adalah mahasiswa dari kelompok prodi sosial, politik, budaya, hukum, dan humaniora yang persentase lulusan prodi tersebut yang mencapai 60 persen tiap tahunnya.
Sementara jumlah lulusan sains dan teknologi hanya berkisar 20 persen dari total wisudawan perguruan tinggi di Indonesia.
"Kami masih akan tetap mempertahankan jumlah kuota penerimaan maba untuk saat ini, mengingat Indonesia masih memerlukan banyak sarjana sains dan teknik," kata guru besar Departemen Teknik Lingkungan ITS ini.
Pengurangan kuota maba PTN, lanjut Joni, tidak akan lantas meningkatkan jumlah mahasiswa perguran tinggi swasta (PTS).
"Jika dikalkulasi, jumlah PTS di Indonesia saat ini sebanyak 4.300, sementara yang diminta mengurangi kuota maba hanya sekitar 140 PTN. Jumlah tersebut sangatlah tidak sebanding," ujar Joni.
Joni menambahkan, melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi merupakan hak setiap siswa di Indonesia. Artinya, para siswa tersebut tidak boleh dipaksa untuk masuk ke perguruan tinggi mana, apalagi dengan kapasitas dosen dan fasilitas yang sangat berbeda.
Dia menganggap tidak perlu ada pembatasan maba yang diterima PTN sesuai apa yang diusulkan Aptisi. Terlebih, PTN juga mempunyai standar baku tentang berapa kapasitas mahasiswa yang dapat diterima. Semua telah dihitung berdasarkan rasio dosen, fasilitas ruang kelas, serta laboratorium dan peralatan.
Sementara itu Ketua Aptisi Wilayah VII Sukowiyono menjelaskan, pengertian dibatasi adalah PTN harus membuat peta terkait perlunya bangsa 10-15 tahun mendatang. Agar supaya kran pemerintah bisa membuka mana saja yang masih memerlukan mahasiswa.
"Artinya, dikurangi itu tidak harus semua dikurangi. Mana saja yang perlu dan yang tidak itu dikurangi," kata dia.
Sukowiyono juga meminta PTN untuk konsentrasi pada persaingan perguruan tinggi di tingkat dunia. Hal ini perlu dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal oleh bangsa lain. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017