Surabaya (Antara Jatim) - Indonesia sangat mumpuni dalam menggunakan inovasi energi terbarukan, kata Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Kerajaan Denmark, Muhammad Ibnu Said.
Ibnu Said saat memberikan kuliah umum bertema "Tantangan dan Peluang Penerapan Energi Terbarukan-Studi Kasus Denmark" di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Senin mengatakan Indonesia lebih unggul dari Negara Denmark dari segi apapun.
Namun banyaknya potensi-potensi itu terganjal oleh sebuah kebijakan yang sifatnya teknis. Mulai dari lokasi, besaran harga hingga jumlah perusahaannya.
"Kita sudah menargetkan energi terbarukan sebesar 23 persen di tahun 2025. Namun, sekarang ini masih sembilan persennya saja. Sedangkan, Denmark pada saat ini menggunakan energi terbarukan 42 persen," kata Ibnu Said.
Menurut dia, kendala selama ini hanya dari segi kebijakan yang sifatnya teknis. Tinggal kemauan para pemangku kepentingan untuk melaksanakan apa yang sudah dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Selain itu, kata Ibnu, sistem birokrasi di Indonesia masih jauh dibandingkan Negara-Negara maju. "Birokrasi kita kalau bisa diperlambat, kenapa harus dipercepat. Kembali lagi pada 'mindset'. Kalau di Denmark tidak bisa karena butuh kepastian," tuturnya.
Oleh sebab itu solusinya adalah mau maju atau tidak sebagai bangsa. Pasalnya, semua berpeluang karena potensi-potensi di Indonesia sudah luar biasa. Seperti energi angin dan matahari itu bisa digunakan sebagai energi terbarukan.
"Sekarang ini tinggal merubah potensi, dan potensi merubah manfaat bagi kesejahteraan rakyat," tuturnya.
Di Indonesia kini setiap harinya rata-rata menggunakan dan memproduksi 800-900 ribu barel minyak per hari. Padahal di negara ini membutuhkan 1,6 juta barel minyak per hari hanya untuk listrik.
"Ini membuktikan jika Tanah Air defisit minyak mencapai 700 ribu barel perhari. Bila tetap menggunakan energi fosil sebagai energi utama negara, maka dipastikan akan tertinggal dengan negara lainnya," ujarnya.
Dengan mau belajar dan menciptakan inovasi energi terbarukan, diharapkan segala aspek negara ini akan menuju kehidupan yang lebih baik di segala bidang.
Ia berharap, pemerintah pusat maupun daerah untuk tidak menghambat atau menghalangi inovasi energi terbarukan, baik dari pihak swasta maupun dari negara tetangga. Ibnu mencontohkan, di negara Denmark bila berbisnis dengan pihaknya adalah berdasarkan aturan dan kontrak. Sedangkan di negara Indonesia sendiri, budaya bisnisnya adalah dasar kepercayaan.
"Presiden Jokowi sendiri sudah menerapkan perizinan satu pintu tapi ada oknum yang mempersulit, ini yang membuat negara lain bingung bila mau investasi di sini," tuturnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Ibnu Said saat memberikan kuliah umum bertema "Tantangan dan Peluang Penerapan Energi Terbarukan-Studi Kasus Denmark" di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Senin mengatakan Indonesia lebih unggul dari Negara Denmark dari segi apapun.
Namun banyaknya potensi-potensi itu terganjal oleh sebuah kebijakan yang sifatnya teknis. Mulai dari lokasi, besaran harga hingga jumlah perusahaannya.
"Kita sudah menargetkan energi terbarukan sebesar 23 persen di tahun 2025. Namun, sekarang ini masih sembilan persennya saja. Sedangkan, Denmark pada saat ini menggunakan energi terbarukan 42 persen," kata Ibnu Said.
Menurut dia, kendala selama ini hanya dari segi kebijakan yang sifatnya teknis. Tinggal kemauan para pemangku kepentingan untuk melaksanakan apa yang sudah dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Selain itu, kata Ibnu, sistem birokrasi di Indonesia masih jauh dibandingkan Negara-Negara maju. "Birokrasi kita kalau bisa diperlambat, kenapa harus dipercepat. Kembali lagi pada 'mindset'. Kalau di Denmark tidak bisa karena butuh kepastian," tuturnya.
Oleh sebab itu solusinya adalah mau maju atau tidak sebagai bangsa. Pasalnya, semua berpeluang karena potensi-potensi di Indonesia sudah luar biasa. Seperti energi angin dan matahari itu bisa digunakan sebagai energi terbarukan.
"Sekarang ini tinggal merubah potensi, dan potensi merubah manfaat bagi kesejahteraan rakyat," tuturnya.
Di Indonesia kini setiap harinya rata-rata menggunakan dan memproduksi 800-900 ribu barel minyak per hari. Padahal di negara ini membutuhkan 1,6 juta barel minyak per hari hanya untuk listrik.
"Ini membuktikan jika Tanah Air defisit minyak mencapai 700 ribu barel perhari. Bila tetap menggunakan energi fosil sebagai energi utama negara, maka dipastikan akan tertinggal dengan negara lainnya," ujarnya.
Dengan mau belajar dan menciptakan inovasi energi terbarukan, diharapkan segala aspek negara ini akan menuju kehidupan yang lebih baik di segala bidang.
Ia berharap, pemerintah pusat maupun daerah untuk tidak menghambat atau menghalangi inovasi energi terbarukan, baik dari pihak swasta maupun dari negara tetangga. Ibnu mencontohkan, di negara Denmark bila berbisnis dengan pihaknya adalah berdasarkan aturan dan kontrak. Sedangkan di negara Indonesia sendiri, budaya bisnisnya adalah dasar kepercayaan.
"Presiden Jokowi sendiri sudah menerapkan perizinan satu pintu tapi ada oknum yang mempersulit, ini yang membuat negara lain bingung bila mau investasi di sini," tuturnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017