Surabaya (Antara Jatim) - Komisi D Bidang Kesra DPRD Kota Surabaya menyikapi ada sekitar 14 ribu warga di Kota Pahlawan yang hingga kini tidak memiliki jamban yang layak.

"Ada 14 ribu warga di Surabaya tidak memiliki jamban layak. Ini yang disampaikan Bappeko Surabaya pada rapat di komisi, Rabu (1/11) lalu," kata anggota Komisi D DPRD Surabaya, Reni Astuti di Surabaya, Kamis.

Berangkat dari realita yang ada mulai penghujung tahun 2017 ini, lanjut dia, pemkot akan terlebih dulu membangun 100 unit jamban bagi warga dengan biaya tiap unit jamban dialokasikan Rp3 juta. Sumber pendanaan dari Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun anggaran 2017.

Target pemkot mewujudkan kota sehat dan ke depan menjadikan seluruh warga memiliki jamban. Tidak lagi menjadikan sungai sebagai septic tank raksasa atau

bak untuk menampung air limbah yang digelontorkan dari WC (water closet) warga.

"Tahap awal 100 unit jamban dulu, didanai APBD Perubahan 2017. Tahun 2018 pastinya akan ditambah jumlah unit jamban yang akan dibangun," ujarnya.

Reni yang juga wakil ketua Fraksi PKS DPRD Surabaya ini meminta pemkot memverifikasi kembali data jumlah warga yang belum memiliki jamban. Artinya, apakah angka 14 ribu itu sudah riil. Dalam melakukam verifikasi pemkot bisa menggandeng komunitas atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lingkungan.

Setelah verifikasi, kata Reni, pemkot wajib melakukan pemetaan atas hasil verifikasi. "Hasil reses di daerah pemilihan saya, di salah satu RW (Rukun Warga) ada 85 warga tidak punya septic tank. WC punya namun sungai sebagai septic tank-nya," katanya.

Keberadaan septic tank komunal (bersama), menurut Reni, juga perlu menjadi perhatian pemkot. Reni mengapresiasi upaya pemkot menindaklanjuti sekaligus memantapkan penghargaan kelas dunia yang diperoleh Kota Surabaya dengan banyak program, salah satunya jamban sehat.

"Cuma ada sedikit permasalahan dalam penerapan program pembangunan jamban yang akan dilaksanakan. Pemkot mengharuskan tanah lokasi pembangunan jamban harus hak milik atau sertifikat. Padahal warga yang belum punya jamban rata-rata tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) atau bantaran sungai," kata Reni.

Politisi penggemar bersepeda ini tidak ingin pelaksanaan program jamban sehat tidak lancar, bahkan terhambat karena keharusan tanah yang menjadi lokasi pembangunan harus hak milik.

Reni berpesan agar pemkot perlu menentukan target program jamban sehat hingga keseluruhan warga memiliki jamban. "Total berapa anggaran bersumber dari APBD yang harus dipersiapkan? Perlu berapa tahun anggaran? Bisa apa tidak perusahaan membantu melalui program corporate social responsibility (CSR)," katanya.

Bicara jamban, lanjut Reni, Intitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mempunyai konsep jamban sehat. Ia menyarankan agar pemkot menggandeng ITS, termasuk soal septic tank komunal.

"Pak rektor ITS yang sekarang kalau tidak salah ahli di bidang sanitasi. Pemkot tinggal koordinasi dengan ITS tentang bagaimana baiknya program jamban sehat ini," kata Reni.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya Chalid Bukhori hingga kini belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi melalui ponselnya tidak aktif. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017