Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam beberapa kesempatan selalu mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia mampu diraih berkat perjuangan para ulama dan di dalamnya ada kaum santri.

Pernyataan itu membuka fakta bahwa semangat yang ada di dalam diri santri sejak dulu bukan sekadar datang ke pondok pesantren untuk menuntut ilmu. Akan tetapi mereka juga dibebani tanggung jawab memikirkan keberlangsungan kehidupan bangsanya.

Kini, Indonesia sudah merdeka dan santri, termasuk eksponen lainnya, tidak perlu lagi menjalani tugas berperang melawan penjajah. Meskipun demikian, bukan berarti peperangan telah usai.

Kini Indonesia menghadapi "penjajahan" baru yang harus dilawan oleh segenap komponen bangsa, termasuk kaum santri. Penjajahan baru itu berupa penyebaran ideologi radikal yang hal ini bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan yang diperoleh santri dari para ulama. 

Pondok pesantren, khususnya yang berbasis paham keagamaan "ahlussunah wal jamaah" selalu menanamkan nilai-nilai Islam yang sejuk dan penuh toleran yang bersumber pangkal dari Islam rahmatan lil 'alamin. Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, bukan sebaliknya malah menjadi sesuatu yang menakutkan karena ulah segelintir pemeluknya.

Paham-paham radikal yang diyakini banyak kalangan sebagai ideologi impor, harus menjadi perhatian kaum santri untuk dihadapi. Tentu bukan dihadapi dalam pengertian dengan cara kekerasan. Dengan prinsip bahwa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, tugas santri untuk mengawal Islam ahlussunah wal jamaah ini harus dengan kelembutan. Kalau tidak bisa mengembalikan mereka yang telah terperangkap dalam pemahaman ajaran Islam yang hitam putih itu, paling tidak kaum santri mampu membentengi diri dan lingkungan terdekatnya dari paham itu.

Tugas jihad lain yang harus diemban kaum santri saat ini adalah lunturnya nilai-nilai keagamaan yang mendasar di masyarakat, seperti "mengambil yang bukan haknya hukumnya haram". Dalam praktiknya Indonesia kini berada dalam lingkaran kasus korupsi yang seolah-olah tidak akan pernah selesai.

Santri dengan bekal keilmuan keagaamaan yang diperoleh, jika nantinya telah terjun di masyarakat dituntut untuk ikut memberantas kebiasan memakan sesuatu yang bukan haknya itu. Jika mereka nanti menjadi pejabat, mereka harus menjadi teladan untuk tidak korupsi.

Masalah lain yang akan dihadapi santri adalah perkembangan keadaan yang super cepat. Santri dituntut menguasai ilmu, bukan sekadar ilmu agama, tapi juga berbagai bidang, termasuk penguasaan teknologi.

Dalam salah satu wasiatnya, ulama kharismatik almarhum KHR As'ad Syamsul Arifin mengingatkan hendaknya santrinya mengambil peran di masyarakat dalam bidang pendidikan atau penguatan ekonomi umat. Untuk berperan dalam penguatan ekonomi umat, santri tentu harus kuat secara ekonomi terlebih dahulu. Demikian, wallahu a'lam. 

Selamat Hari Santri.(*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017