Surabaya (Antara Jatim) - Indonesia Creative Cities Network (ICCN) mendorong terbentuknya kolaborasi dari lima stakeholder untuk dapat memajukan industri kreatif yang ada di Indonesia.

"Kelima stakeholder itu adalah akademisi, pengusaha, komunitas, pemerintah dan media. Jika semua tidak bisa berkolaborasi maka dipastikan industri kreatif di Indonesia akan jalan di tempat," kata Ketua ICCN Fiki C Satari di Surabaya, Jumat.

Fiki mencontohkan di belahan dunia lain, seperti yang dilakukan salah satu kota Amerika Serikat bisa menyatukan lima stekholder tersebut sehingga industri kreatif di kota tersebut bisa menjadi yang terbaik.

"Pelaku kreatif harus berhimpun bersama dan kompak bersatu. Karena bila bersama maka akan berlimpah solusi. Contohnya industri kreatif Michigan. Dulu kota yang terbelakang sekarang menjadi 10 kota terbaik Amerika," kata Fiki.

Menurut Fiki akademisi atau keberadaan kampus di setiap daerah memiliki peluang yang besar. Namun selain itu, yang terpenting juga diperlukan pemimpin yang menjembatani dengan kreatif industri.

"Bila pemimpinnya kreatif tapi pemudanya tidak juga maka akan percuma. Ini adalah gerakan pemuda dengan bonus demografi. Harus ada kolaborasi kemandirian," ujarnya.

Sementara itu Wakil Wali Kota Makasar Syamsu Rizal yang ditemui di acara Surabaya Creative Network mengatakan sebaiknya pemerintah daerah hingga pusat membuat gerakan atau pelatihan bagi kreatif industri. Dengan mengasah empati kotanya dan menjadi kontributor, maka fenomena pelaku kreatif seperti startup dapat memanfaatkan masalah menjadi peluang.

Selain itu, kata dia, lebih bagus lagi jika pemuda yang menjadi pelaku industri kreatif tidak usah lagi menunggu pemerintah sadar. "Mereka harus bangun pagi sendiri untuk kreatif. Dari data nasional, baru 32 persen di tahun 2012 pertumbuhan industri kreatif. Jangan merasa cukup. Harus mempunyai nasionalisme ekonomi," katanya.

Saat ditanya tentang pelaku industri kreatif di kota Surabaya, Syamsu Rizal mengatakan keadaannya kini jauh berbeda dengan yang dulu. Saat ini industri kreatif Surabaya tidak lebih bagus dan terkenal dibanding industri mereka dulu.

"Ekonomi kreatif Surabaya dulu ada brand lokal seperti Tanggulangin, lontong balap. Ini merupakan kritik bahwa tidak mampu branding. Sekarang seperti brand Sparkling tidak dijiwai oleh komponen," tuturnya.(*)

Pewarta: willy irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017