Jakarta (Antara) - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan pemerintah harus membatalkan otomatisasi gardu tol karena berdampak adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 20.000 pekerja tol di Indonesia.
"Jika otomatisasi gardu tol tetap dijalankan berarti pemerintah tidak melihat kondisi nyata ekonomi, baik makro maupun mikro. Di tengah daya beli masyarakat dan kesenjangan sosial yang semakin melebar, pemberlakuan otomatisasi gardu tol semakin meningkatkan angka pengangguran di Indonesia," ujar Said Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Angka PHK tinggi akan meningkatkan angka kesenjangan dan memukul daya beli masyarakat, kata Iqbal.
"Otomatisasi gerbang tol ini pasti para perusahaan yang mengelola jalan tol akan melakukan PHK terhadap para pekerja gardu tol. Pasti pekerja gardu tol akan di-PHK, itu hanya masalah waktu saja," ujar dia.
Karena itu KSPI secara tegas menolak otomatisasi gardu tol. KSPI akan melakukan aksi solidaritas di seluruh Indonesia.
"Kami akan lakukan aksi solidaritas di seluruh Indonesia untuk menolak otomatisasi gardu tol," kata dia.
Selain itu, KSPI akan mengajukan gugatan resmi kepada pemerintah terkait peraturan otomatisasi gerbang tol.
"Kami akan ajukan gugatan ke PTUN terkait aturan otomatisasi gerbang tol dan kami juga akan mengajukan judicial review," ujar dia.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat mengatakan bahwa Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) yang berimbas kepada otomatisasi gardu tol tidak terlepas dari aksi korporasi perbankan yang ingin menarik dana sebanyak mungkin dari masyarakat dengan cara yang mudah.
"Cara termudah bagi korporasi perbankan adalah meminta dukungan kepada Pemerintah untuk mengeluarkan regulasi yang berpihak pada kepentingan bisnis perbankan. GNNT adalah produk lobi korporasi perbankan kepada Pemerintah," ujar Mirah Sumirat.
Hal ini, katanya, dapat terlihat saat pencanangan GNNT oleh Bank Indonesia pada Agustus 2014, dimana pemain utama GNNT di awal adalah tiga bank pemerintah yang tergabung dalam Himpunan Bank Negara (Himbara), yaitu Bank Mandiri, BNI dan BRI.
Bentuk lobi korporasi perbankan kepada Pemerintah (pusat dan daerah) juga terlihat jelas saat pencanangan GNNT yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, pemerintah daerah serta Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk mendukung GNNT. (Sumber: Siaran pers Bank Indonesia No. 16/ 58 /DKom tanggal 14 Agustus 2014 http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp_165814.aspx).
"Masyarakat sesungguhnya tidak membutuhkan GNNT, termasuk pengguna jalan tol tidak membutuhkan transaksi nontunai/elektronik di gardu tol otomatis (GTO)! GNNT dan GTO hanya menguntungkan korporasi perbankan dan mengabaikan hak rakyat," kata dia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Jika otomatisasi gardu tol tetap dijalankan berarti pemerintah tidak melihat kondisi nyata ekonomi, baik makro maupun mikro. Di tengah daya beli masyarakat dan kesenjangan sosial yang semakin melebar, pemberlakuan otomatisasi gardu tol semakin meningkatkan angka pengangguran di Indonesia," ujar Said Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Angka PHK tinggi akan meningkatkan angka kesenjangan dan memukul daya beli masyarakat, kata Iqbal.
"Otomatisasi gerbang tol ini pasti para perusahaan yang mengelola jalan tol akan melakukan PHK terhadap para pekerja gardu tol. Pasti pekerja gardu tol akan di-PHK, itu hanya masalah waktu saja," ujar dia.
Karena itu KSPI secara tegas menolak otomatisasi gardu tol. KSPI akan melakukan aksi solidaritas di seluruh Indonesia.
"Kami akan lakukan aksi solidaritas di seluruh Indonesia untuk menolak otomatisasi gardu tol," kata dia.
Selain itu, KSPI akan mengajukan gugatan resmi kepada pemerintah terkait peraturan otomatisasi gerbang tol.
"Kami akan ajukan gugatan ke PTUN terkait aturan otomatisasi gerbang tol dan kami juga akan mengajukan judicial review," ujar dia.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat mengatakan bahwa Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) yang berimbas kepada otomatisasi gardu tol tidak terlepas dari aksi korporasi perbankan yang ingin menarik dana sebanyak mungkin dari masyarakat dengan cara yang mudah.
"Cara termudah bagi korporasi perbankan adalah meminta dukungan kepada Pemerintah untuk mengeluarkan regulasi yang berpihak pada kepentingan bisnis perbankan. GNNT adalah produk lobi korporasi perbankan kepada Pemerintah," ujar Mirah Sumirat.
Hal ini, katanya, dapat terlihat saat pencanangan GNNT oleh Bank Indonesia pada Agustus 2014, dimana pemain utama GNNT di awal adalah tiga bank pemerintah yang tergabung dalam Himpunan Bank Negara (Himbara), yaitu Bank Mandiri, BNI dan BRI.
Bentuk lobi korporasi perbankan kepada Pemerintah (pusat dan daerah) juga terlihat jelas saat pencanangan GNNT yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, pemerintah daerah serta Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia sebagai komitmen untuk mendukung GNNT. (Sumber: Siaran pers Bank Indonesia No. 16/ 58 /DKom tanggal 14 Agustus 2014 http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp_165814.aspx).
"Masyarakat sesungguhnya tidak membutuhkan GNNT, termasuk pengguna jalan tol tidak membutuhkan transaksi nontunai/elektronik di gardu tol otomatis (GTO)! GNNT dan GTO hanya menguntungkan korporasi perbankan dan mengabaikan hak rakyat," kata dia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017