Kediri (Antara Jatim) - Wartawan sekaligus presenter Andy Flores Noya mendorong anak-anak muda mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri, dengan selalu mengembangkan usaha kreativitasnya, sehingga mampu mengembangkan potensi dalam negeri.
     
"Sebelum investasi asing menjadikan kita pasar, menyerbu, kita harus menjadi tuan rumah di tempat sendiri. Dengan masuknya usaha besar, mengambil alih saham perusahaan lokal itu diikuti dengan tenaga asing mereka ke sini, lalu kita dimana?, jadi buruh!," katanya ditemui dalam acara Temu Responden 2017 yang diselenggarakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kediri, Jawa Timur, di IKCC Hotel Insumo, Kota Kediri, Selasa. 
     
Ia menilai, banyaknya perusahaan asing yang mengambil alih saham perusahaan lokal bisa dikatakan sebagai penjajahan model baru. Warga lokal hanya menjadi pekerja, buruh, bukan pemilik perusahaan.
     
Namun, ia menyebut saat ini sudah mulai ada tren bahwa anak muda sekarang mulai tidak tertarik bekerja di kantor-kantor. Salah satunya, karena adanya kemajuan teknologi informasi yang kini berkembang pesat. Mereka lebih dimudahkan membuat beragam kreativitasnya.
     
"Dulu sewa ruko untuk memulai bisnis. Sekarang 'Tidak memakai modal' untuk menyewa apapun juga, karena sudah dipersiapkan. Ada 'Marketplace', 'daring, pasar swalayan daring, makin banyak, sehingga dimanapun berada dengan modal yang relatif sedikit, bisa mengembangkan usaha sendiri," katanya.
     
Saat ini, kata dia, banyak sekali anak muda kreatif, yang selama ini tidak bisa berkembang karena tidak mempunyai akses permodalan. Ada regulasi perbankan yang begitu ketat, sehingga hanya dengan modal kreativitas saja tanpa agunan akan sulit mendapatkan bantuan pendanaan. 
     
Namun, dengan kemajuan teknologi, sudah terdapat beragam program misalnya modal ventura, angel investor yang memberikan kemudahan berjualan lewat daring. Penjualan itu tidak membutuhkan modal besar. Selain itu, juga terdapat beragam kredit, misalnya kredit usaha rakyat dengan bunga 9 persen ataupun dana bergulir di koperasi.
    
"Kominfo juga mendorong anak muda memanfaatkan ekonomi digital. Presiden kelihatannya galau melihat bagaimana di Tiongkok itu pertumbuhan ekonomi digital sampai 26 persen, di Indonesia masih di bawah 1 persen. Itu yang membuat Presiden mendorong anak muda kreatif mulai masuk ekonomi digital," katanya.
     
Ia juga mengakui, banyak potensi UKM (usaha kecil mikro) bahkan UMKM (usaha mikro, kecil, menengah) yang selama ini tidak difasiliasi oleh pemasaran yang baik, strategi penjualan yang baik, kemasan yang tidak berkembang, sehingga tidak menguntungkan.
     
Namun, dengan adanya kemajuan teknologi informasi ini justru semua usaha bisa tumbuh di wilayah masing-masing. Mereka tidak membutuhkan modal yang besar, tidak butuh lagi wilayah khusus seperti harus datang ke wilayah yang lebih besar. Bahkan, kreativitas mereka juga bisa memanfaatkan komunitas ibu-ibu.
     
Pria yang akrab disapa Andy F Noya ini menceritakan program yang diisinya. Anak-anak muda yang hadir di acaranya ternyata berpikiran lebih global, dimana tidak hanya ingin mendorong punya perusahaan rintisan, melainkan lebih besar dari itu, yaitu mulai memikirkan bahwa perusahaan yang mereka dirikan memberikan dampak sosial apa ke masyarakat, pemberdayaan para petani, pada nelayan, ibu rumah tangga.
     
Ia mencontohkan, salah seorang anak lulusan luar negeri asal Surabaya, bernama Vania Santoso. Ia awalnya melihat ibu-ibu di Gresik awalnya hanya mengumpulkan kertas semen dan dijual kiloan. Ia kemudian mengajarkan bagaimana membersikan karung semen, diolah sedikit, dan akhirnya bisa menjadi barang dengan nilai jual tinggi, misalnya tas, sepatu, dompet. 
     
Bahkan, saat ini yang bersangkutan sudah bekerjasama dengan desainer asal Brazil, untuk memasarkan produk hingga ke luar negeri. Bahkan, Vania juga melakukan pemberdayaan mantan PSK di Dolly, Surabaya, yang juga diajarkan membuat kerajinan batik di atas kertas semen. 
     
Dengan pemberdayaan tersebut, ada nilai tambah bagi mereka. Misalnya, jika 1 kilogram kertas semen dulunya hanya dihargai Rp10, saat ini sudah Rp100. 
     
"Dengan demikian, yang dilakukan Vania bukan semata berbisnis, tapi dia menyelesaikan masalah sosial dan ini memanfaatkan peluang yang ada," katanya.
     
Ia juga sangat berharap, dengan tumbuhnya anak-anak muda saat ini dalam usaha kreativitasnya, mereka bisa mengembangkan potensi yang ada di dalam negeri, bahkan lebih jauh bisa menguasai pasar luar negeri. Banyak produk Indonesia yang bisa menguasai pasar internasional, dan jika hal itu bisa berkembang, tentunya masyarakat akan lebih sejahtera. (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017