Surabaya (Antara Jatim) - Pansus Pajak Daerah DPRD Surabaya menyoroti penentuan pajak hiburan oleh pemerintah kota setempat yang dinilai kurang konsisten.
     
Sekretaris Pansus Pajak Hiburan, Adi Sutarwijono, di Surabaya, Jumat, mengatakan jika sebelumnya pemkot menolak tarif pajak diturunkan, namun dalam kajian akademik yang disampaikan ke kalangan dewan justru meminta tarif pajak tetap sesuai dengan Perda 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. 

"Padahal dalam pembahasan raperda Pajak Daerah, pansus sudah menaikkan beberapa item pajak, seperti pajak diskotik dan  klub malam yang semula 50 persen menjadi 60 persen," katanya.

Adi mengakui pembahasan masih berlangsung. Namun, jika salah satu pihak baik DPRD maupun Pemkot Surabaya tidak sepakat dengan pembahasan dan pengesahannya bisa dibatalkan. 

Menurut dia, fungsi pajak daerah bagi pemerintah kota apakah untuk mengendalikan perilaku masyarakat atau berpihak pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), keduanya atau ada tambahan lainnya.

"Kami pertanyakan ini, supaya ada kesepakatan tentang fungsi pajak," katanya.

Ia menyampaikan kesepakatan yang diharapkan terjadi antara pansus dan pemerintah kota. Pertama, menurutnya jika berkaitan dengan pendapatan asli daerah, tetap turun atau naik. Kedua, pengendali perilaku masyarakat, kemudian ketiga memperhatikan aspek moralitas dan keempat mendorong sektor kretaif.

Ia mengatakan ada banyak fungsi pajak, namun sekarang tergantung pada pemerintah kota menentukan pilihannya. "Tentukan kedepannya, dan jangan goyah ada yang protes kemudian goyah," katanya.

Selain itu, lanjut dia, dalam kajian akademik  raperda pajak daerah yang disampaikan ke dewan, pemerintah kota juga terkesan tidak konsisten. Apabila rumusannnya kembali pada Perda 4 Tahun 2011, namun pada bagian kesimpulan disebutkan dalam pembentukan produk hukum menerima masukan dari masyarakat. 

Namun, lanjut dia, masukan yang diharapkan jangan terjadi penurunan tarif pajak, khususnya pajak hiburan malam. "Padahal pemkot memerlukan peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) bukan stagnasi," katanya.

Adi mengatakan dalam kajian disebutkan apabila  diturunkan tarif pajaknya akibatkan penurunan  PAD sebasar 15 persen setara Rp8,9 miliar per tahun. 

"Sementara ini  (tarif) dinaiikkan, PAD tambah besar. Tapi pemkot ragu bersikap," kata Politisi PDIP ini.

Sementara itu, pada isi kajian akademik pemerintah kota, pajak hiburan malam, yakni karaoke dewasa, diskotik, klub malam besarannya masih relevan sehingga tidak perlu ditinjau lagi. 

Ini artinya tarifnya tidak naik dan turun hanya tiga item pajak saja. Untuk itu, Adi mempertanyakan apakah karaoke keluarga masuk kategori hiburan malam atau bukan.

"Jika bukan, tapi pemerintah kota tidak mau merespons keinginan Aperki (Asosiasi Pengusaha Rumah Bernyanyi Keluarga Indonesia). Kami melihat argumentasi pemerintah kota tak jelas dalam menentukan besaran tarif pajak," katanya.

Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya Tursilowati belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi melalui telepon selulernya tidak aktif. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017