Beijing (Antara Jatim) - Komisi IX DPR menemui Duta Besar RI untuk China Soegeng Rahardjo untuk membicarakan masalah tenaga kerja asing dari negeri Tirai Bambu itu.

"Kami menjalankan fungsi pengawasan ketenagakerjaan dengan mencari informasi dari KBRI di Beijing," kata Wakil Ketua Komisi IX Pius Lustrilanang kepada Antara di Beijing, Selasa.

Menurut dia, fokus utama kunjungannya bersama 11 anggota komisi yang membidangi kesehatan, ketenagakerjaan, keluarga berencana, pengawasan makanan dan obat-obatan itu adalah keterkaitan antara bebas visa kunjungan ke Indonesia dan potensi munculnya tenaga kerja asing ilegal.

Dalam menjawab pertanyaan Komisi IX tersebut, Dubes Soegeng Rahardjo menjelaskan bahwa program bebas visa kunjungan merupakan kebijakan sepihak pemerintah Indonesia, bukan resiprokal, sehingga tidak ada kewajiban bagi negara lain untuk memberlakukan kebijakan yang sama kepada warga negara Indonesia.

Kebijakan tersebut memang sangat mungkin dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk bekerja secara ilegal.

"Sebelum kebijakan tersebut diberlakukan, saya mengusulkan kepada Menkumham agar ada pengendalian. Sebetulnya sangat simpel. Semua wisataan yang bebas visa harus dikoordinasikan oleh 'travel agent' yang diakui pemerintah China dan berkerja sama dengan 'travel agent' di Indonesia," katanya.

Sepekan sebelum tiba di Indonesia, lanjut Dubes, harus ada fotokopi paspor yang diserahkan kepada Atase Imigrasi.

"Atase imigrasi bisa lapor ke Indonesia mengenai orang-orang asing yang hendak berkunjung ke Indonesia berdasarkan fotokopi paspor tadi. Ini bukan mempersulit tapi memudahkan pengawasan. Kecurigaan bebas visa untuk cari kerja ilegal bisa dikurangi," ujar Soegeng yang juga merangkap Dubes Mongolia tersebut.

Menurut dia, mekanisme tersebut bisa diterapkan oleh Dirjen Imigrasi sehingga tidak mengganggu upaya meningkatkan kunjungan wisatawan asing melalui kebijakan bebas visa.

Mengenai investasi China yang dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja, tambah dia, sebenarnya sudah diantisipasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.

"Begitu aplikasi penanaman modal disetujui, sebenarnya di dalam 'Feasible Study' sudah sudah dinyatakan jumlah tenaga kerja ahli dari China supaya tidak muncul buruh-buruh kasar yang sebenarnya bisa ditangani oleh kita," katanya. 

Di China sendiri, papar Dubes, juga ada tenaga kerja ilegal dari Indonesia yang bekerja di sektor domestik yang biasanya dilakukan melalui praktik perdagangan manusia.

Padahal sampai saat ini, pemerintah China melarang adanya pekerja asing di sektor domestik.

Saat ditanya mengenai jumlah pekerja ilegal, Soegeng tidak bisa menyebutkan. Namun biasanya mereka terpantau jika kedapatan melakukan pelanggaran izin tinggal.

"Pada tahun lalu kami menangani 54 kasus 'overstay' (melebihi masa izin tinggal). Tahun ini hingga bulan Agustus, kami sudah tangani 21 kasus," ujarnya.(*)
Video oleh: M Irfan Ilmie



Pewarta: M. Irfan Ilmie

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017