Tulungagung (Antara Jatim) - Puluhan warga beramai-ramai berburu ikan mabuk yang bermunculan di permukaan Sungai Ngrowo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, diduga akibat tercemar limbah industri serta penurunan debit air secara drastis sehingga kekurangan oksigen dalam air, Selasa.
Aktivitas berburu ikan mulai ramai sejak pagi pukul 07.30 WIB hingga siang, mulai dari simpang sungai (tempuran) Desa Sembung memanjang hingga wilayah Campurdarat dan Besuki.
Menurut warga, kondisi pladu disebabkan dua hal, pertama dugaan pencemaran limbah industri serta penurunan debit air sungai secara drastis sehingga menyebabkan kadar oksigen dalam air menipis.
"Ada bau limbah pabrik gula di sepanjang Sungai Ngrowo sejak pagi. Mungkin itu menjadi salah satu penyebabnya," kata Romadon, warga Gleduk yang ikut pladu di sungai buatan untuk menanggulangi banjir di tengah Kota Tulungagung itu.
Namun versi warga lain, ikan di sepanjang sungai Ngrowo mengalami mabuk juga dipengaruhi penurunan air secara drastis.
Pembukaan pintu air di Bendung Niyama di wilayah Besuki untuk dibuang ke laut selatan Jawa (Pantai Sidem) menyebabkan arus bawah Sungai Ngrowo tinggi dan kadar oksigen kian menipis.
"Biasanya itu ikut berpengaruh. Tapi memang selama ini aktivitas pembuangan limbah industri dari PG Modjopanggung bersamaan dengan pembukaan pintu air Bendung Niyama sehingga selalu terjadi fenomena pladu. Ikan mabuk bahkan mati mendadak seperti tanpa sebab," kata Bagio, warga sekitar Sungai Ngrowo.
Belum ada konfirmasi resmi dari pihak PG Modjopanggung terkait dugaan pencemaran Sungai Ngrowo tersebut.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tulungagung Sukadji mengatakan masih menyelidiki dugaan pencemaran dengan mengambil beberapa sampel air dan lumpur di beberapa titik bantaran Sungai Ngrowo yang mengalami pladu.
"Kami belum bisa menyimpulkan ke sana. Dugaan sementara masih mengarah pada penurunan debit air secara drastis sehingga menyebabkan banyak ikan mabuk," kata Sukadji saat dikonfirmasi wartawan.
Ia berharap kasus tersebut tidak dibesar-besarkan. Namun aktivis lingkungan dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi Maliki Nusantara mendesak KLH Tulungagung untuk segera menyelidiki kasus pladu tersebut, karena terus berulang setiap kali ada aktivitas produksi penggilingan tebu di PG Modjopanggung.
Menurutnya, untuk menghindari spekulasi mengenai penyebab mabuknya ribuan ikan di sepanjang aliran Sungai Ngrowo tersebut harus dilakukan uji sampel air dan lumpur untuk mengetahui ada/tidaknya kandungan limbah industri buangan dari PG Modjopanggung.
"Kami sudah pernah investigasi kasus ini. Dan memang faktor limbah pabrik kerap mempengaruhi akibat sistem IPAL (instalasi pengelolaan air limbah) mereka yang tidak berfungsi atau difungsikan secara optimal," ujarnya.
Ia menyayangkan karena kematian atau dampak kerusakan lingkungan akibat fenomena pladu (suatu kondisi dimana ikan sungai mudah ditangkap). "Sangat disayangkan jika Sungai Ngrowo yang ke depan menjadi ikon wisata dalam kota namun konservasi lingkungannya tidak terjaga dengan baik," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Aktivitas berburu ikan mulai ramai sejak pagi pukul 07.30 WIB hingga siang, mulai dari simpang sungai (tempuran) Desa Sembung memanjang hingga wilayah Campurdarat dan Besuki.
Menurut warga, kondisi pladu disebabkan dua hal, pertama dugaan pencemaran limbah industri serta penurunan debit air sungai secara drastis sehingga menyebabkan kadar oksigen dalam air menipis.
"Ada bau limbah pabrik gula di sepanjang Sungai Ngrowo sejak pagi. Mungkin itu menjadi salah satu penyebabnya," kata Romadon, warga Gleduk yang ikut pladu di sungai buatan untuk menanggulangi banjir di tengah Kota Tulungagung itu.
Namun versi warga lain, ikan di sepanjang sungai Ngrowo mengalami mabuk juga dipengaruhi penurunan air secara drastis.
Pembukaan pintu air di Bendung Niyama di wilayah Besuki untuk dibuang ke laut selatan Jawa (Pantai Sidem) menyebabkan arus bawah Sungai Ngrowo tinggi dan kadar oksigen kian menipis.
"Biasanya itu ikut berpengaruh. Tapi memang selama ini aktivitas pembuangan limbah industri dari PG Modjopanggung bersamaan dengan pembukaan pintu air Bendung Niyama sehingga selalu terjadi fenomena pladu. Ikan mabuk bahkan mati mendadak seperti tanpa sebab," kata Bagio, warga sekitar Sungai Ngrowo.
Belum ada konfirmasi resmi dari pihak PG Modjopanggung terkait dugaan pencemaran Sungai Ngrowo tersebut.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tulungagung Sukadji mengatakan masih menyelidiki dugaan pencemaran dengan mengambil beberapa sampel air dan lumpur di beberapa titik bantaran Sungai Ngrowo yang mengalami pladu.
"Kami belum bisa menyimpulkan ke sana. Dugaan sementara masih mengarah pada penurunan debit air secara drastis sehingga menyebabkan banyak ikan mabuk," kata Sukadji saat dikonfirmasi wartawan.
Ia berharap kasus tersebut tidak dibesar-besarkan. Namun aktivis lingkungan dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi Maliki Nusantara mendesak KLH Tulungagung untuk segera menyelidiki kasus pladu tersebut, karena terus berulang setiap kali ada aktivitas produksi penggilingan tebu di PG Modjopanggung.
Menurutnya, untuk menghindari spekulasi mengenai penyebab mabuknya ribuan ikan di sepanjang aliran Sungai Ngrowo tersebut harus dilakukan uji sampel air dan lumpur untuk mengetahui ada/tidaknya kandungan limbah industri buangan dari PG Modjopanggung.
"Kami sudah pernah investigasi kasus ini. Dan memang faktor limbah pabrik kerap mempengaruhi akibat sistem IPAL (instalasi pengelolaan air limbah) mereka yang tidak berfungsi atau difungsikan secara optimal," ujarnya.
Ia menyayangkan karena kematian atau dampak kerusakan lingkungan akibat fenomena pladu (suatu kondisi dimana ikan sungai mudah ditangkap). "Sangat disayangkan jika Sungai Ngrowo yang ke depan menjadi ikon wisata dalam kota namun konservasi lingkungannya tidak terjaga dengan baik," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017