Surabaya, 16/8 (Antara) - 
DPRD Surabaya menyebutkan masih ada sekitar 150 hektare kawasan pemukiman kumuh di Kota Pahlawan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah kota dan pihak terkait.

"Untuk wilayah yang masuk kategori kumuh, kami belum tahu detailnya. Kami bersama pemkot lagi memetakkan yang mana masuk kategori rumah kumuh itu," kata Ketua Pansus Penataan Pemukiman dan Perumahan Kumuh DPRD Surabaya Budi Leksono kepada Antara di Surabaya, Rabu.

Menurut dia, di Surabaya masih banyak pemukiman kumuh yang berada di lahan milik PT KAI atau di bantaran sungai. Tentunya hal ini perlu mendapat penanganan khusus dari pemerintah kota khususnya mengenai persoalan listrik, jalan, saluran air dan mandi cuci kakus (MCK).

"Saya melihat sendiri masih ada perkampungan kumuh di Surabaya. Kami beraharap ada target kedepan, ada penataan kampung kumuh seperti yang ada di luar negeri," kata anggota Komisi A DPRD Surabaya ini.

Ia mengatakan pihaknya belum bisa memetakkan karena kategori pemukiman kumuh belum dirinci. "Ini nanti kami tanyakan ke Pemkot Surabaya. Kami kira pemkot punya datanya," ujarnya.

Budi Leksono menyebutkan di wilayahnya sendiri di kawasan Jepara dan Dupak diketahui masih banyak rumah kumuh. Setelah pedagang kayu di Dupak digusur, maka tampak terlihat di atas sungai setempat menjorok bangunan rumah kumuh.

"Untuk tahap awal, kami mulai melakukan penataan kawasan yang masuk ilegal dan legal. Kalau kawasan ilegal berada di bantaran rel, pinggir sungai dan kawasan irigasi. kawasan ini selama ini susah dijangkau pembangunan," ujarnya.

Sedangkan kawasan legal, lanjut dia, pihaknya melihat masih ada kesenjangan seperti halnya ada bangunan mewah di kawasan tertentu tapi di sekitar lingkungannya diketahui masih banyak rumah kumuh.

"Jadi harapan kami, pansus ini benar-benar bisa menjalin kerja sama dengan semua SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Pemkot Surabaya untuk mengatasi persoalan tersebut. Ini prioritas pansus agar persoalan rumah kumuh bisa dicarikan solusi," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017