"Kampung Coklat' Gandeng UMKM Lokal Kembangkan Usaha

Blitar (Antara Jatim) - Wisata "Kampung Coklat" di Desa Plosorejo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, menggandeng pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) lokal di daerah tersebut guna mendukung pengembangan usaha mereka.

     

"Kami berdayakan UMKM di sekitar. Lebih banyak 60 persen isi usaha di wisata ini dari UMKM yang ada di desa kami," kata Direktur Utama PT "Kampung Coklat" Kabupaten Blitar Kholid Mustofa di Blitar, Rabu.

     

Ia menyatakan sengaja menggandeng pelaku UMKM terutama di desa sekitar, dengan harapan usaha mereka juga ikut berkembang. Beragam produk olahan makanan dijual di tempat ini, yang semuanya serba cokelat.

     

Olahan produk yang dijual di tempat ini, tepatnya Desa Plosorejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, selain beragam produk cokelat, juga ada makanan yang serba cokelat, misalnya mi cokelat, pisang cokelat, dan beragam menu lainnya.

    

Beragam produk itu ada yang dijual di dalam wisata ataupun dibuatkan galeri tersendiri yang lokasinya di depan pintu masuk. Pengunjung bisa membeli beragam produk olahan cokelat dengan harga terjangkau. 

     

Kholid menyebut, untuk olahan cokelat yang dibuat di tempat wisata ini sendiri sekitar 3 ton per hari. Bahan itu awalnya dari kakao dan diolah menjadi beragam produk cokelat.

     

Selain dijual di wisata, produk olahan cokelat juga dikirim ke berbagai pelanggan. Mayoritas mereka juga meminta produk yang sudah menjadi olahan cokelat, sehingga tinggal mengemas dan dijual lagi. 

     

Kholid menyebut, jumlah permintaan pasar lokal cukup banyak dengan beragam permintaan. Mereka juga dari berbagai daerah di Indonesia.

     

"Untuk pasar lokal atau yang keluar rata-rata sekitar 14 ton per hari. Mereka ada yang minta bubuk kakao serta produk olahan, namun mayoritas olahan," ujarnya. 

     

Selain itu, dari seluruh produk yang masuk, sebagian juga diekspor. Untuk jumlah kakao yang diekspor hingga 15 ton biji per hari dengan harga Rp25 ribu per kilogram. 

     

"Kami juga ekspor untuk kakao berupa biji. Per hari sekitar 15 ton biji, dan itu masih belum pasar lokal," ujarnya.

     

Kholid juga mengaku tidak khawatir akan kekurangan bahan. Di tempat wisata ini, juga menggandeng para petani kakao, sehingga stok juga selalu tersedia.

     

Di Kabupaten Blitar, luas lahan kakao sekitar 3.500 hektare yang mayoritas ada di Kabupaten Blitar bagian selatan. Seluruh tanaman kakao yang sudah matang masuk ke koperasi, dan diolah.

     

Saat ini, ia juga menggandeng para petani kakao dari berbagai daerah di Indonesia, mengingat permintaan juga semakin tinggi, menyusul semakin banyaknya pabrik olahan cokelat berdiri di Indonesia.

     

Beberapa petani yang digandeng itu misalnya dari Trenggalek, Madiun, bahkan dari Gunung Kidul, Jawa Tengah. Dengan menggandeng mereka, produk yang terserap juga akan semakin tinggi. (*)