Malang, (Antara Jatim) - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Lowokwaru Kota Malang memiliki pondok pesantren (Ponpes) yang mampu menampung sekitar 600 orang santri dari kalangan narapidana di Lapas setempat.

Ponpes di lingkungan Lapas Kelas I Lowokwaru Kota Malang, Jawa Timur yang diberi nama At Taubah tersebut diresmikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna Laoly, Senin.

Dalam sambutan peresmian Ponpes At Taubah tersebut, Yasonna mengatakan Ponpes di lingkungan Lapas merupakan metode baru yang bisa diterapkan di Lapas-lapas yang lain.

"Di Lapas narapidana atau tahanan bisa belajar mengaji, memperbaiki diri, dan bisa menjadi lebih baik," kata Yasonna Laoly.

Ia mengatakan pendekatan keimanan dan dididik ilmu keagamaman membuat para tahanan menjadi lebih baik, bahkan tahanan bisa menjadi contoh setelah keluar dari sel menjadi kiai atau ustadz.

"Orang yang semakin tinggi imannya dan semakin khusyuk ibadahnya akan memiliki perspektif lebih baik dan terus berupaya memperbaiki diri," ujar Yasonna.

Dia menyebut hadirnya ponpes At Taubah di Lapas Kelas I Malang sebagai upaya pelayanan yang manusiawi. "Saya berharap tahanan menjadi orang yang berguna bagi masyarakat dan menjadi lebih baik setelah keluar dari Lapas, bahkan beban mereka di lingkungan masyarakat juga bisa terkurangi," tuturnya.

Ia mengemukakan Ponpes yang ada dalam lingkungan Lapas Kelas I Lowokwaru ini, lanjutnya, tidak hanya membina manusia yang melanggar hukum, tetapi juga memberikan pembinaan di bidang keterampilan berbagai bidang, seperti mengelas, kerajinan tangan dan lainnya.

Bahkan, lanjutnya, sekarang sedang dirancang Lapas Produksi, di mana setiap Lapas diharapkan mampu memberikan bimbingan dan keterampilan yang lebih khusus, seperti Produksi peternakan dan pertanian.

Menyinggung kondisi Lapas di Tanah Air banyak yang kelebihan kapasitas, Menkumham mengatakan rata-rata lebih dari 100 persen (kelebihan kapasitasnya), bahkan di beberapa tempat ada yang lebih dari 300 hingga 600 persen, dan di Medaeng kelebihan kapasitas 500 persen.

Untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas Lapas tersebut, kata Yasonna, melalui program redistribusi bagi narapidana ke Lapas lain. "Oleh karena itu, jajaran petugas harus mulai memetakan Lapasnya, bukan membangun Lapas baru karena anggaran yang tidak ada (tidak mencukupi)," ucapnya.

Selain redistribusi narapidana, lanjutnya, membangun blok baru di lingkungan Lapas atau pemberian amnesti  bagi narapidana yang tidak lama lagi keluar.

"Kalau pemberian amnesti bagi narapidana yang dua tahun lagi keluar, di negara kita masih belum diberlakukan, tapi di beberapa negara sudah diberlakukan," ujarnya.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017