Manila (Antara/Reuters) - Serangan udara saat gerakan militer Filipina untuk mengusir IS keluar dari kota menewaskan 10 tentara pemerintah, kata menteri pertahanan pada Kamis, pukulan telak bagi upaya pemerintah mengalahkan pemberontak tersebut.

Tujuh tentara lain terluka pada Rabu sesudah dua pesawat tempur SF-260 menjatuhkan bom dengan menyasar jantung Kota Marawi, kata Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana pada jumpa pers.

Serangan bom oleh pesawat pertama menyasar dengan tepat namun serangan pesawat kedua melesat dari sasaran.

"Sangat menyedihkan, serangan menghantam pasukan kita sendiri," kata Lorenzana.

"Pasti terdapat kesalahan entah di mana, entah seseorang mengarahkan dari darat atau kesalahan pilot," tambahnya.

Angkatan bersenjata telah mengerahkan paduan antara pasukan darat dan serangan roket dari helikopter sejak akhir pekan lalu, untuk mencoba menggempur pemberontak kelompok Maute keluar dari bangunan. Serangan pada Rabu itu merupakan hari pertama pesawat SF-260 dikerahkan.

Kelompok Maute yang pro-IS telah terbukti merupakan musuh yang sangat sengit, kemampuannya untuk melawan militer dengan jumlah yang lebih besar dan daya tembak yang superior, lama kelamaan akan menambah ketakutan bahwa hal itu dapat memunculkan pengakuan kepemimpinan kelompok IS di Timur Tengah dan menjadikannya afiliasi di Asia Tenggara.

Kematian tentara tersebut menambah jumlah pasukan keamanan yang tewas menjadi 38 orang. Sedangkan korban tewas dari kalangan warga sipil sebanyak 19 orang dan 120 petempur pemberontak juga tewas dalam pertempuran di Marawi selama sembilan hari terakhir.

Lorenzana mengatakan bahwa para militan yang merupakan warga Arab Saudi, Malaysia, Indonesia, Yaman dan Chechen termasuk di antara delapan warga asing yang tewas dalam pertempuran melawan pemberontak Maute.

Dalam tulisan pesan sebelumnya kepada wartawan, dia mengatakan tentang insiden "ramah api": "Terkadang terjadi kabut dalam perang ... koordinasi tidak dilakukan dengan benar sehingga kita menyerang kawan kita sendiri", katanya.

Pertempuran dimulai sejak 23 Mei, saat pemberontak Maute mengamuk, membakar dan merebut bangunan, mencuri senjata dan kendaraan polisi, mengambil sandera, dan membebaskan tahanan untuk bergabung dengan mereka dalam pertarungan.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte khawatir ideologi radikal akan menyebar di Filipina selatan dan juga dapat menjadi tempat berlindung bagi militan dari Asia Tenggara dan sekitarnya.

Lorenzana mengatakan bahwa pihak militer mungkin akan menangguhkan serangan udara, menggambarkan para pemberontak sebagai kekuatan kecil yang tidak dapat bertahan lama.

Sebelumnya, militer melakukan serangan udara di yang diyakini markas Isnilon Hapilon, yang disebut "emir" IS setempat dan tokoh kunci dalam gerakannya di Filipina, bersembunyi.(*)

Pewarta: Supervisor

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017