Tulungagung (Antara Jatim) - Ratusan kepala desa di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menghentikan layanan Program Proyek Operasi nasional Agraria atau Prona di wilayah masih-masing karena diduga khawatir terjerat kasus hukum.
    
"Mulai Maret hingga April ini belum ada permohonan sama sekali dari desa. Semua berhenti," kata Kepala Kantor BPN Kabupaten Tulungagung Cokorda Astawa di Tulungagung, Minggu.
    
Kosongnya permohonan itu bertolak belakang dengan pengajuan Prona pada kurun Januari-Februari 2017 dimana total pengajuan masuk mencapai 4.000 lembar, sementara yang terlayani atau dicetak mencapai 400-an lembara atau sekitar 10 persen.
    
Kendati tidak bersedia menyimpulkan penyebab tidak adanya lagi pengajuan Prona dari desa-desa, Cokorda Astawa membenarkan saat ini terjadi kegundahan dan kegalauan perangkat kades dalam mengurus Prona untuk warganya.
    
"Kondisi ini tidak terlepas dari keengganan sejumlah kepala desa yang takut terjerat kasus hukum ketika menjalankan Program Prona," katanya.
    
Padahal, kata dia, secara fisik program tersebut baik bagi masyarakat dan harus berjalan, setiap hambatan maupun kendala apapun yang terjadi telah dilaporkan kepada Bupati Tulungagung selaku pemegang wilayah untuk mengambil langkah–langkah kebijakan agar suksesnya program ini.
    
"Jadi setiap kendala dilapangan sudah saya sampaikan kepada bupati selaku pemegang wilayah, sehingga beliau bisa mengambil arahan dan kebijakan sehingga berjalannya program ini," katanya.
    
Cokordo mengatakan pihaknya telah melaporkan kondisi ini ke kantor wilayah Provinsi Jawa Timur yang dapat menjadi bahan evaluasi dengan harapan ada keputusan dari kanwil maupun Kementrian Agraria, agar prona bisa terlaksana di lapangan.
    
"Sehingga bidang tanah di Tulungagung bisa terpetakan dan dapat berjalannya penataan ruang dalam pemerintahan," ujarnya.
    
Kata Cokorda dalam program nasional percepatan sertifikat kepemilikan tanah pada 2017 ini, BPN diberikan target menyelesaikan sekitar 14 ribu lembar sertifikat kepemilikan tanah di Tulungagung.
    
"Harapannya program ini bisa berjalan tanpa ada proses permasalahan hukum, sehingga program ini bisa berjalan dengan normal dan target dari pusat bisa terpenuhi," katanya.
    
Sekretaris Daerah Tulungagung Indra fauzi mengatakan bahwasanya prona itu merupakan ranah BPN bukan ranah dari pemerintah daerah (pemda).
    
Dalam hal ini pihak pemda hanya mendorong dari belakang. Menurutnya, program prona tersebut sangatlah bagus karena memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk diberikan secara gratis terkait sertifikasi tanah milik masyarakat.
    
"Sedangkan untuk biaya materai dan patok dibebankan kepada peserta prona. Namun sayangnya, kenapa untuk biaya perangkat desa atau kepala desa yang kelapangan tidak dihitung sekalian. Karena tidak mungkinlah kepala desa maupun perangkat desa pergi mengukur tidak ada uang lelahnya," katanya. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017