Bojonegoro (Antara Jatim)  - "Anda lihat kayu secuil ini,  kalau dibakar hanya dalam beberapa menit habis. Tapi, kalau dibentuk menjadi gantungan kunci harganya bisa Rp15.000 per gantungan," kata Ketua Asosiasi Perajin Indonesia Kraft (APIK) Bojonegoro Dodi Rosidi, Selasa (11/4).

Dodi dalam perbincangan dengan Antara, di kediamannya di Desa Sukorejo, Kecamatan Kota, Bojonegoro menceritakan awal mula dari tekadnya mengubah pola pikir perajin di desanya yang sudah terbiasa membuat mebel.

Apalagi, sebagaimana dituturkan pria yang akrab disapa Dodi Jenggot itu, karya mebel di desanya kalah populer dibandingkan mebel asal asal Jepara, Jawa Tengah dan Pasuruan.

Bahkan, perajin mebel yang jumlahnya seratusan lebih di desanya dan juga lain desa selalu membeli mebel setengah jadi dari Jepara atau Pasuruan. Mebel setengah jadi bisa berupa meja kursi, almari, juga berbagai bentuk mebel lainnya termasuk kerajianan baru di "finishing"  seperti dipelitur di tempatnya masing-masing, sebelum akhirnya dijual kepada konsumen.

"Sampai kapanpun mebel Bojonegoro tidak akan menang melawan mebel asal Jepara dan Pasuruan," katanya menegaskan.

Padahal, produksi kayu jati di Bojonegoro memiliki kualitas bagus, tetapi tidak ada produk unggulan yang mampu bersaing di pasaran, sebagaimana produk mebel Jepara atau Pasuruan.

Selain itu,  potensi hutan jati di Bojonegoro semakin tahun cenderung berkurang disebabkan berbagai hal, mulai penebangan liar dan juga yang lainnya.

"Saya sebelum menekuni handycraft, juga perajin mebel," kata Dodi.

Melihat perkembangan yang tidak menguntungkan dalam industri mebel itulah, kemudian pilihan jatuh untuk mengembangkan handycraft dengan bahan kayu jati, termasuk limbah kayu jati.

Dengan mengembangkan handicraft bahan kayu jati, selain tidak banyak membutuhkan kayu jati, dari segi harga jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan membuat mebel.

Ia mencontohkan gantungan kunci yang hanya membutuhkan bahan kayu jati limbah secuil harganya bisa mencapai Rp15.000 per gantungan.

Oleh karena itulah, bapak tiga anak itu mengajak perajin mebel di desanya untuk membentuk Asosiasi Perajin Indonesia Kraft (APIK), dua tahun lalu.

"Dulu anggotanya hanya perajin mebel di Sukorejo, tetapi sekarang sudah merata di seluruh Bojonegoro dengan jumlah anggota sekitar 60 perajin," kata dia.

Mulai Berkarya  

Berawal dari APIK itu berbagai pertemuan dengan perajin selalu dilakukan termasuk rutin membahas berbagai inovasi pengembangan handi kraft, hingga akhirnya Dodi menemui Bupati Bojonegoro Suyoto, tiga bulan lalu.      

Dodi kemudian meminta  pemkab bisa memfasilitasi untuk langsung mempertemukan perajin dengan pembeli (buyer).

Berawal dari itu akhirnya digelar Kurasi dan Pemasaran pelaku Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM) bekerja sama dengan Maskapai Penerbangan Lion Air, di Bojonegoro pada 7 April.

"Berbagai karya handycraft saya sebenarnya sudah banyak dibeli galeri dari Bali dan Surabaya," ucapnya menambahkan.

Karya handycraft yang sudah dihasilkan yang semuanya dengan bahan kayu jati limbah, antara lain, berbagai aneka gantungan kunci, berbagai aneka sepeda motor, becak China, kendang, juga yang lainnya.     

"Saya menjual dengan harga mulai Rp15.000 untuk gantungan kunci dan termahal Rp500 ribu untuk sepeda motor," ucapnya.

Pada kesempatan Kurasi dan Pemasaran Pelaku UMKM kerja sama pemkab dan maskapai penerbangan Lior Air, Dodi langsung memperoleh pesanan 2.000 miniatur pesawat terbang Lion Air dan 1.000 gantungan kunci.

Karena dalam acara itu, ia memamerkan miniatur pesawat terbang Lion Air, selain juga membawa berbagai aneka kerajinan lainnya, antara lain, becak China, kendang, sepeda motor, juga lainnya.

"Sebelum ini saya juga pernah mengikuti kurasi serupa di Bali yang digelar Telkom. Dari seluruh pelaku UMKM binaan Telkom di Tanah Air saya masuk 20 besar," ucapnya.

Miniatur pesawat terbang Lion Air dengan bahan limbah kayu jati dengan panjang 8 centimeter dan lebar 12 centimeter itu harganya Rp15.000 per pesawat dan untuk gantungan kunci Lior Air Rp5.000 per gantungan kunci.

"Saya optimistis bisa menyelesaikan pembuatan 2.000 miniatur pesawat dalam dua pekan sesuai kesepakatan karena dibantu delapan perajin yang sebelumnya sudah saya latih membuat miniatur pesawat terbang," katanya.

Menurut dia, Lion Air memesan miniatur pesawat terbang juga gantungan kunci untuk diberikan sebagai cinderamata kepada penumpang pesawat.

Tidak hanya itu, ia juga memperoleh kesempatan memasarkan berbagai produk kerajinan berbahan kayu jati, seperti  becak China, miniatur sepeda motor di Gerai "Window Of Indonesia" (WOI) Jendela Wisata Indonesia di Manado.

Bahkan, ia bertekad akan mengembangkan miniatur pesawat terbang untuk maskapai penerbangan lainnya dengan melibatkan seluruh perajin sehingga bisa melayani dengan jumlah banyak.

"Saya mengharapkan Bojonegoro memiliki produk kerajinan khas, sehingga wisatawan domestik (wisdom) dan wisatawan manca negara (wisman) bangga membawa cinderamata," katanya menegaskan.

Kepala Dinas Perdagangan Bojonegoro Basuki menyambut baik adanya pemesanan produk kerajinan miniatur pesawat Lion Air berbahan kayu jati, sebab akan mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat.

"Merupakan peluang yang bagus, sebab kalau berjalan lancar pesanan akan terus berlanjut," ucapnya.

Kerajinan miniatur pesawat terbang karya Dodi juga perajin lainnya akan mampu diminati wisman. Sebagai gambaran, maskapai penerbangan Lion Air di lokasi "Window Of Indonesia" (WOI) Jendela Wisata Indonesia di Manado. rata-rata bisa dalam 17 kali penerbangan membawa sekitar 3.400  wisman asal China per bulan.

"Lion Air juga akan membuka gerai serupa di Bali dan Batam," ucapnya.
 
Dalam Kurasi pelaku UMKM di daerahnya itu, juga ada sejumlah perajin yang memperoleh pesanan dari Lion Air, antara lain, perajin batik dan tas. "Kami optimistis dengan adanya kurasi maka pemasaran kerajinan Bojonegoro akan terus berkembang," katanya. (*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017