Surabaya, (Antara Jatim) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Sigit Sutriono mengabulkan permohonan penangguhan penahanan yang diajukan Widya dan Hartono Slamet selaku terdakwa kasus penyekapan.

Penangguhan penahanan tersebut membutuhkan waktu yang lama karena hakim baru menyakini jika kedua terdakwa mengalami gangguan kesehatan, setelah tim kuasa hukum kedua terdakwa, yakni Musa Darwin Pane, Marco Van Basten Malau, Dahman Sinaga menghadirkan dr M. Arifin, dokter Rutan Medaeng.

"Cukup beralasan dan tidak bertentangan. Menetapkan melakukan penangguhan penahanan rutan. Untuk berobat," kata Hakim Sigit Saat membacakan amar putusannya di PN Surabaya, Kamis.

Dalam keterangannya saat persidangan pekan lalu, dr M Arifin menjelaskan, jika terdakwa Widya sering pingsan dan mengeluhkan sakit dikepalanya pascakeguguran. Selain itu, dari hasil keterangan psikiater, peristiwa keguguran tersebut mengakibatkan anamnesa cemas dan depresi pada terdakwa Widya.

Selain itu, jaminan dari orang tua kedua terdakwa juga menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam penangguhan penahanan dari status tahanan negara menjadi tahanan kota.

Kendati demikian, status tahanan kota tersebut sewaktu-waktu dapat dicabut kembali, bila terdakwa melanggar persyaratan yang sudah ditetapkan oleh pengadilan.

"Terdakwa tidak boleh keluar kota selama belum mendapat putusan dalam perkaranya," ujarnya.

Sementara, Saksi Soenaryo mantan kuasa hukum orang tua dari kantor hukum Pasopati LAW, yang didatangkan Jaksa penuntut umum, tidak dapat hadir karena ada keluarganya yang meninggal.

"Karena saksi tidak hadir, maka sidang kami tunda dan dilanjutkan pada Kamis 30 Maret 2017, dan saksi wajib datang," tukas Hakim Sigit pada JPU Ririn Indrawati.

Terpisah Marco Van Basten Malau, salah seorang penasihat hukum kedua terdakwa mengapresiasi penetapan penangguhan kedua kliennya. Menurutnya, butuh perjuangan untuk memberikan kepercayaan ke majelis hakim jika keliennya benar-benar sakit.

"Kami sangat mengapresiasi majelis hakim yang mengabulkan penangguhan penahanan terhadap para terdakwa dan merupakan langkah yang tepat mengingat kondisi para terdakwa yang membutuhkan perawatan lebih intensif di luar rutan," jelas Marco saat dikonfirmasi usai persidangan

Dengan dikabulkannya penangguhan tersebut, lanjut Marco, kedua terdakwa harus dikeluarkan dari Rutan Medaeng hari ini juga.

"Kami akan minta jaksa untuk mengeksekusi penetapan hakim, karena ini menyangkut hak asasi manusia," ucapnya.

Sebelumnya, kedua terdakwa ditahan penyidik Polrestabes Surabaya pada 15 November 2016 hingga 4 Desember 2016. Selanjutnya menjadi tahanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya pada 5 sampai 11 Januari 2017, Dan menjadi tahanan PN Surabaya pada 19 Januari 2017 hingga 23 Maret 2017.

Tuduhan penyekapan ini dialami Widia dan Hartono berawal ketika terjadi upaya pengosongan lahan milik orang tuanya di Jln. Nginden Semolo, Surabaya yang dilakukan oleh Advokat dari Pasopati & Associates pada Agustus 2014.

Saat itu, advokat menutup gembok pagar depan dan tengah untuk menjaga lahan agar tidak disalahkan gunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Namun tiba-tiba pada 12 Agustus 2014, Adjie Chendra melaporkan Hartono dan Widia ke Polrestabes Surabaya atas tuduhan penyekapan.(*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017