Surabaya (Antara Jatim) - Legislator mempertanyakan lahan konservasi Pantai Timur Surabaya
(Pamurbaya) berbelok ketika menyentuh pengembang besar khususnya di
kawasan Mulyorejo dan Gunung Anyar.


"Saya heran, kenapa garis konservasi itu berbelok ketika menyentu
pengembang besar, tetapi ketika menyentuh pengembang kecil atau orang
biasa garis langsung diluruskan," kata anggota Komisi C Bidang
Pembangunan DPRD Kota Surabaya Moh Machmud kepada Antara di Surabaya,
Kamis.


Menurut dia, pihaknya menduga ada permainan dari kalangan investor
di garis konservasi. Tentunya, lanjut dia, hal ini menjadi tidak adil
bagi pengembang kecil atau masyarakat kecil begitu kena garis konservasi
bangunan rumahnya harus dibongkar.


"Ini terjadi di kawasan Mulyorejo dan Gununganyar," katanya.


Ia mengatakan yang menentukan garis konservasi adalah Pemkot
Surabaya dan disetujui DPRD Surabaya yang dilakukan sejak 2007. "Ini
sudah permanen atau garinya tetap tidak bisa diubah. Jadi sudah sulit
jika mau meluruskan garis itu karena salah di awal," katanya.


Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Syaifudin Zuhri sebelumnya
meminta lurah dan camat melaporkan batas wilayahnya yang masuk dalam
kawasan konservasi Pamurbaya agar tidak ada bangunan yang berdiri di
kawasan tersebut.


"Terutama pak Lurah, semua harus mampu menerjemahkan peta
konservasi dan RTH (ruang terbuka hijau) dari Pemkot Surabaya," katanya.


Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga meminta kepada seluruh lurah
dan camat di kawasan Pamurbaya untuk segera melaporkan seluruh
pengembang dan pemukim di wilayahnya yang terindikasi masuk dalam
kawasan konservasi dan RTH.


"Kami minta data tertulis dan rinci, nama pengembang dan nama
pemukim yang bangunannya masuk dalam kawasan konservasi dan RTH, data
itu harus sudah masuk sebalum rapat berikutnya digelar, karena persoalan
ini meresahkan warga, maka harus segera diselesaikan," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017