Tulungagung (Antara Jatim) - Kuasa hukum TNI menolak seluruh amar gugatan yang dilayangkan warga eks-perkebunan Kaligentong, Tulungagung, Jawa Timur karena menilai ada sejumlah kesalahan mendasar terkait landasan yuridis maupun historis gugatan yang diajukan ke pengadilan.
    
"Sarat sahnya tentang gugatan itu harus ada kesesuaian data-data penggugat dan administratifnya. Jika masalah administratifnya salah menyebut, maka seharusnya gugatan tidak bisa dilanjutkan," kata kuasa hukum TNI Brigif-16/Wirayudha, Kodam V/Brawijaya, Mayor Chk Syamsoel Hoeda dikonfirmasi usai sidang di PN Tulungagung, Senin.
    
Syamsoel mencontohkan masalah identitas para pihak yang menurutnya tidak sinkron, seperti nama Sutrisno, Suyono, Paijo dan lain lain yang merujuk nama laki-laki tetapi dalam amar gugatan masih tertulis perempuan.
    
"Ini mungkin tidak dicek ulang tidak diteliti ulang oleh pihak pengacara yang mendampingi warga Kaligentong. Tapi ini mutlak dalam satu gugatan identitas harus jelas," katanya.
    
Dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tanggapan tergugat atas gugatan warga Kaligentong itu, Syamsoel yang didampingi sejumlah pengacara dari Kodam V/Brawijaya juga menyebut adanya nama-nama penggugat dari mulai nomor urut 113-149 yang umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin semua sama.
    
"Fakta ini menunjukkan kuasa hukum penggugat tidak teliti, karena mungkin saking banyaknya penggugat sehingga lalai," ujarnya.
    
Fakta historis lain yang dipersoalkan tim kuasa hukum TNI adalah korelasi atau keterkaitan para penggugat dengan dalil tim pengacara penggugat yang selalu saja mengatakan bahwa dasar upaya hukum yang mereka lakukan adalah adanya akta pelepasan hak pada 1931.
    
"Tapi yang kami pertanyakan kemudian, hubungannya dengan para penggugat akta itu apa, karena sebagian besar penggugat lahir pada 1070-an, ada yang 1978-an. Aktanya dibuat 1931, ini sudah menunjukkan tidak dengan para penggugat mengingat rentang waktunya begitu jauh," katanya.
    
Jika memang tidak ada hubungan hukum secara langsung, menurut Syamsoel Hoeda maka gugatan perdata yang dilayangkan warga eks-perkebunan Kaligentong semestinya tidak bisa dilanjutkan.
    
"Termasuk batas-batas tanah 10 'eigendom verponding' (hak tanah ulayat) yang totalnya mereka sebut ada sekitar 1.500-an hektare setelah kami jumlah ternyata luas seharusnya kurang-lebih mencapai 1.600 hektare. Hla ini kan tidak jelas juga," ujarnya.
    
Karenanya, tim kuasa hukum TNI meminta majelis hakim untuk menolak gugatan yang dilayangkan tim pengacara warga Kaligentong karena mereka nilai amar gugatan telah cacat hukum.
    
"Kami tidak tahulah apa replik yang akan dibacakan tim pengacara sana, yang jelas kalau mau bicara tanah maka harus tahu fakta historis dan yuridis dari objek lahan yang disengketakan," kata Syamsoel.
    
Sidang itu sendiri berjalan lancar dan berlangsung kurang lebih sejam, mulai pukul 11.00 WIB hingga 12.00 WIB.
    
Seperti sidang-sidang sebelumnya, proses persidangan ramai disaksikan warga eks-perkebunan Kaligentong yang datang secara beramai-ramai mengendari sejumlah kendaraan truk, pikap dan sepeda motor.
    
Juru bicara pengacara warga eks-perkebunan Kaligentong, Kholiq menanggapi biasa eksepsi tim kuasa hukum tergugat karena pembelaan tersebut dinilainya normatif.
    
"Itu biasa dalam persidangan gugatan. Ada yang menjawab atau menangkis eksepsi, ada yang menjawab pokok perkara. Tapi yang jelas kami sudah punya alat bukti yang lengkap, jadi tidak masalah mereka membela diri, nanti akan kita buktikan di persidangan selnjutnya," kata Kholiq.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017