Surabaya (Antara Jatim) - Sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Surabaya Pembela Pasien, demonstrasi di kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya di Jalan DR Moestopo, terkait dugaan malapraktik dokter Moestidjab selaku dokter di Surabaya Eye Clinic.

Kordinator aksi massa Antok Siswoyo, Rabu mengatakan, IDI seringkali tidak transparan dalam menyidangkan dokter yang dilaporankan oleh pasien korban malapraktik.

"IDI harus adil, tindak tegas dokter nakal yang telah merugikan masyarakat. Jangan justru menjadi pelindung dokter-dokter nakal," ucapnya, menegaskan.

Massa melakukan demo dengan melakukan orasi dan membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan yang ditujukan kepada IDI Surabaya. 

Beberapa spanduk yang dibentangkan massa bertuliskan di antaranya "Apakah dokter kebal hukum? Sehingga rakyat dikorbankan", "Adili dokter yang diduga lalai dan bohong", "IDI jangan jadi pelindung dokter nakal".

Ia mengatakan, ulah dokter nakal tersebut yaitu dugaan malapraktik yang menimpa Tatok Poerwanto, warga Jalan Ubi II Surabaya.

"Tatok akhirnya mengalami buta permanen usai menjalani operasi katarak saat ditangani dokter Moestidjab. Saat ditanya terkait dugaan malpraktik ini, IDI Surabaya juatru memberikan jawaban yang tidak transparan. Berkali-kali jawaban IDI hanya tunggu-tunggu terus, tanpa ada hasil," ujarnya.

Menurutnya, dokter Moestidjab dinilai tidak mencerminkan sebagai seseorang yang berprofesi sebagai dokter atas ulahnya tersebut.

"Apalagi dalam kasus ini, dokter Moestidjab justru menggugat pencabutan surat permohonan maaf yang telah dibuatnya sendiri ke Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam surat permohonan maaf itu, dokter Moestidjab mengakui Tatok mengalami buta permanen akibat dari kesalahannya dalam melakukan operasi katarak," tegasnya.

Sementara itu, Heru Mustafa, staf IDI Jatin mengaku saat ini kasus dugaan malapraktik atas nama teradu yaitu dokter Moestidjab masih terus ditangani oleh pihaknya. Saat ini masih dalam tahap proses mediasi antara dokter Moestidjab dengan keluarga Tatok Poerwanto (pengadu).

"Masih proses mediasi, tapi antara teradu dan pengadu masih ada tuntutan yang belum sesuai," katanya.

Perlu diketahui, dugaan malapraktik yang menimpa Tatok ini berawal saat dirinya mendapat perawatan medis atas penyakit katarak yang dideritanya di Surabaya Eye Clinic pada 28 April 2016 dan ditangani oleh dokter Moestidjab.

Usai operasi, kondisi mata Tatok kian parah. Oleh dokter Moestidjab, Tatok disarankan kembali menjalani operasi di Rumah Sakit Graha Amerta, Surabaya.

Namun, usai menjalani operasi yang kedua kalinya, asisten dokter Moestidjab justru mengatakan bahwa operasi tidak dapat dilanjutkan karena adanya pendarahan dan peralatan kurang canggih. Kemudian dokter Moestidjab merujuk Tatok agar segera berobat ke Singapura.

Ironisnya sesampai Singapura, lokasi yang disarankan dokter Moestidjab tenyata justru tidak layak. Keluarga pun akhirnya memutuskan membawa Tatok ke Singapore National Eye Centre di Singapura.

Dari hasil keterangan Singapore National Eye Centre itulah terungkap bahwa Tatok diduga telah menjadi korban malapraktik dokter Moestidjab.

Rekam medis dari Singapore National Eye Centre menjelaskan bahwa kondisi mata Tatok sudah tidak bisa ditangani lagi karena dugaan kesalahan saat operasi pertama yang dilakukan dokter Moestidjab.(*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017