Trenggalek (Antara Jatim) - Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur memastikan
sapi-sapi yang diduga terjangkit antraks telah disembelih dan dagingnya
dijual ke pedagang untuk diolah sebagai daging konsumsi maupun bakso.


"Sapi sakit yang kemudian dipotong ini ada dua. Sapi pertama jenis
brahman jantan dipotong pada 16 Januari saat kondisi kejang dengan organ
limpa membesar, darah hitam pekat, dan keluar darah dari anus," kata
Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian
dan Pangan Kabupaten Trenggalek Budi Satriawan di Trenggalek, Senin.


Selang 10 hari, tepatnya pada 25 Januari, Budi menjelaskan terjadi
kasus kedua dimana sapi brahman jantan lain milik Thoimin mengalami
gejala serupa, demam tinggi, kejang, dan ambruk dengan mata memerah.


"Pada kejadian pertama sapi dijual utuhan oleh Thoimin ke Khoiri.
Sementara yang kedua dijual dalam bentuk potongan kecil-kecil lalu
diedarkan ke pasar-pasar oleh Khoiri ini," paparnya.


Hasil investigasi dan penelusuran tim kesehatan hewan, tutur Budi
dan Kasi Penyelidikan Penyakit Hewan Dinas Pertanian dan Pangan Sumadi,
kedua ekor sapi brahman jantan yang diduga terinfeksi bakteri antraks
milik Thoimin itu berasal (dibeli) dari pedagang sapi bernama Sukono,
warga Desa Prambon, Trenggalek.


"Penjualan daging sapi yang diduga terinfeksi atau terjangkit
bakteri antraks ini membuat tim laboratorium dari Balai Besar Veteriner,
Wates, Yogyakarta tidak bisa mengambil sampel daging maupun organ
ternak bersangkutan. Apalagi kejadiannya sudah beberapa pekan lalu,"
ujarnya.


Tindakan yang dilakukan selanjutnya menurut Budi maupun Sumadi
adalah dengan mengambil sampel kotoran yang masih ada di sekitar kandang
serta tanah di lokasi penyembelihan.


"Masalahnya peternak tidak mau melapor dari awal, tapi malah
menjualnya (daging), mungkin dengan pertimbangan agar tidak rugi
banyak," ujarnya.


Budi mengakui tindakan peternak dan pedagang itu bisa merugikan
konsumen, baik yang membeli dalam bentuk potongan daging maupun telah
diolah menjadi bakso ataupun lainnya.


"Perdagangannya menjadi tidak terkontrol. Tapi sejauh ini belum ada
laporan kasus (antraks) pada warga, kecuali yang dialami Thoimin,
Khoiri serta empat pekerjanya yang diduga terpapar penyakit antraks
kulit," ujarnya.


Kendati menduga kuat kasus tersebut sebagai suspect antraks, Budi
menegaskan masih menunggu hasil uji laboratorium BBVET Yogyakarta atas
sampel-sampel yang diambil apakah positif antraks atau jenis bakteri
lain.


"Kalau ciri-cirinya memang antraks. Tapi pastinya masih menunggu uji klinis atas sampel yang diambil BBVET," ujarnya.


Diberitakan, Tim Kesehatan Hewan di bawah Dinas Pertanian dan
Pangan Kabupaten Trenggalek menemukan dugaan wabah antraks yang
teridentifikasi di satu desa setempat dan telah menular pada manusia.


Ada dua ekor sapi yang dilaporkan mati mendadak dengan gejala
antraks, Kejadiannya sekitar dua pekan lalu dan indikasinya sudah
menular pada manusia.


Dugaan antraks muncul setelah petugas kesehatan hewan secara tidak
sengaja mendapat laporan keluhan dari korban Thoimin, warga Desa Ngepeh,
Kecamatan Tugu karena menderita luka gores, namun tak kunjung sembuh
dan bengkak menyerupai bisul.


Berdasar hasil pemeriksaan visual tim keswan, luka bengkak mirip bisul akibat luka sayat itu mirip penyakit antraks kulit.


Temuan kasus diduga anthraks tersebut menurut Budi sudah dilaporkan
ke Dinas Peternakan Provinsi Jatim, Balai Besar Veteriner di Wates
Yogyakarta serta Kementerian Pertanian.


Selain kejadian dalam kurun sebulan dengan korban dua ekor sapi dan
satu korban manusia, kata Budi, peristiwa diduga antraks juga pernah
terjadi setahun sebelumnya dengan ciri-ciri sama dan juga menular pada
manusia.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017