Tahapan "pesta demokrasi" pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2017 sudah digelar sejak beberapa bulan lalu. Bahkan, kini hanya tinggal menghitung hari sebelum pencoblosan yang digelar serentak di seluruh wilayah Tanah Air pada 15 Februari 2017. 

Namun, tanda-tanda adanya "pesta"  lima tahunan itu tak begitu terasa di Kota Batu yang tahun ini memilih kepala daerahnya. Kondisi itu tentu berbanding terbalik dengan Pilkada DKI Jakarta yang isu-isunya menasional dan menyedot perhatian  berbagai kalangan dan wilayah. 

Perebutan untuk mendulang suara dalam Pilkada Kota Batu tak sesengit dua daerah tetangganya, yakni Kota Malang dan Kabupaten Malang yang lebih semarak dan ingar bingar. 
      
Hasil survei yang dilakukan Malang Corruption Watch (MCW) bahkan menyebut 80 persen pemilih tidak tahu dan tidak memahami visi misi para calon wali kota dan wakil wali kota periode 2017-2021 itu.
    
Padahal, masa kampanye para kandidat untuk mengenalkan diri dan berbaur dengan masyarakat (calon pemilih) dalam Pilkada serentak 2017 ini lebih panjang dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, lebih lamanya masa kampanye, tampaknya tidak menjamin calon pemilih mengenal para calon pemimpin Kota Batu selama lima tahun ke depan.
      
Ada empat pasangan calon yang bakal mengikuti Pilkada Kota Batu 15 Februari mendatang, yakni pasangan Dewanti Rumpoko-Punjul Santoso yang diusung PDIP dan didukung Gerindra, Golkar dan PKS,  Abdul Majid-Kasmuri Idris (Perseorangan), Hairuddin-Hendra Angga Sonatha diusung PKB-Demokrat, dan H Rudi-Sujono Djonet yang diusung PAN, Nasdem dan Hanura.

Keempat pasangan calon yang bakal "bertarung" itu menjadikan kampanye blusukan sebagai "primadona".
Mereka menilai jika model blusukan sebagai cara paling ampuh untuk mencitrakan diri di lingkungan masyarakat menengah ke bawah. 

Pasar tradisional dan lingkungan masyarakat desa menjadi bidikan para pasangan calon. Dengan model itu, visi misi yang bakal diterapkan selama menjabat jika nanti terpilih,  sepertinya juga tidak tersampaikan kepada masyarakat dengan baik.    
    
Kondisi ini bisa jadi diperparah dengan tim sukses masing-masing pasangan yang belum memiliki inovasi dalam menyajikan sebuah model kampanye mendidik serta pencerahan terhadap konstituen.  Atau, setiap calon juga tidak memiliki visi misi yang bisa dipertaruhkan. Sebab, setiap calon hanya sibuk pencitraan daripada mengenalkan visi misinya.
     
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batu sebagai penyelenggara Pilkada juga was-was terkait angka partisipasi pemilih yang rendah, Untuk itu, KPUberjanji akan memberikan "reward" terhadap KPPS di TPS yang mampu menghadirkan pemilih di TPS atau yang angka partisipasi pemilihnya tinggi.
     
Jika di daerah lain ingar bingar pelaksanaan Pilkada cukup terasa, baik melalui pemasangan banner, spanduk, reklame berukuran besar dan kecil menghiasi sepanjang jalan protokol hingga ke perkampungan, di Kota Batu hanya ada beberapa titik saja, sehingga aroma Pilkada tidak begitu terasa.
     
Padahal tahapan Pilkada sudah hampir tuntas, tinggal distribusi surat suara dan menunggu hari H pencoblosan. Suasana Pilkada Batu "adem ayem",  seolah tak ada "pesta".   (*)


Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017