Tulungagung (Antara Jatim) - Ratusan warga lima desa di Kabupaten Tulungagung bagian selatan, Jawa Timur, Senin mengajukan gugatan perdata melawan TNI terkait sengketa lahan eks-Perkebunan Kaligentong yang kini mereka tinggali.
    
Koresponden Antara di Tulungagung melaporkan, penyampaian amar gugatan diwakili Eggy Sudjana sebagai kuasa hukum warga, dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Tulungagung yang akhirnya ditunda karena ketidakhadiran pihak tergugat (TNI/kuasa hukum TNI).
    
"Sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada Senin, 13 Februari 2017 dengan agenda pembacaan amar gugatan dari pihak penggugat," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tulungagung Muhammad Istiadi usai persidangan.
    
Ia mengatakan, penundaan jadwal sidang berarti amar gugatan yang diajukan masyarakat di lima desa tiga kecamatan yang "menduduki" lahan eks-Perkebunan Kaligentong saat ini belum resmi diterima.
    
Sesuai aturan dalam hukum acara pidana/perdata, kata dia, permohonan gugatan secara resmi baru bisa diterima dalam sidang berikutnya (kedua) meskipun pihak tergugat tetap tidak hadir.
    
"Saya selaku hakim tidak bisa menduga-duga ada apa karena sesuai 'relas'-nya seperti itu. Tapi yang pasti (jika kembali tidak hadir) sidang tetap dilanjutkan tanpa hadirnya pihak tergugat dalam hal ini Brigif (Brigadi Infanteri) 16/Wirayuda," katanya.
    
Usai sidang, kuasa hukum warga eks-Perkebunan Kaligentong Eggy Sudjana menemui massa yang telah menunggu di halaman Pengadilan Negeri Tulungagung.
    
Secara umum ia menjelaskan kepada warga yang diwikilinya bahwa sidang yang berjalan sekitar 10 menit diputuskan ditunda Senin, 13 Februari karena pihak tergugat dari TNI, dalam hal ini Brigif 16/Wirayuda maupun Kodam V/Brawijaya, yang tidak hadir.
    
"Tidak apa-apa mereka tidak bisa hadir. Ini justru menjadi awal kemenangan kita karena jika seterusnya TNI atau yang mewakili tidak hadir, sidang tetap akan dilanjutkan secara 'in-absentia' pihak tergugat. Kita doakan saja terus tidak bisa hadir sampai putusan atas gugatan ini," seru Eggy Sudjana disambut pekik riuh massa.
    
Belum ada konfirmasi resmi dari pihak Kodam V/Brawijaya maupun Brigif 16/Wirayuda.
    
Antara sudah mencoba mengkonfirmasi Kepala Bagian Penerangan Kodam V/Brawijaya Letnan Kolonel (Arh) Sinthu Bas Ignatius melalui telepon maupun saluran komunikasi jejaring sosial whatsapp namun yang bersangkutan tidak menjawab.
    
Eggy dalam penjelasannya di hadapan wartawan mengatakan, lahan eks-Perkebunan Kaligentong yang digugat warga mencapai luasan sekitar 1.530 hektare yang berada di lima desa tiga kecamatan Tulungagung selatan.
    
Ia mengaku mewakili 740 KK (kepala keluarga) yang disebutnya sebagai ahli waris dan memiliki hak atas tanah eks-perkebunan Kaligentong yang kini disengketakan.
    
"Tanah perkebunan ini risalahnya dulu milik Mr Walter yang pada 1887 dijual kepada Saudara Pieter. Namun karena dalam pengelolaannya tidak beruntung, saudara Pieter ini kemudian menyerahkan tanah perkebunan ini kepada warga dan pada 1931 diproses resmi secara notariat yang juga orang Belanda," kata Eggy.
    
Ia menegaskan, secara riwayat hak warga atas tanah eks-Perkebunan Kaligentong adalah sah dan berlandaskan hukum sehingga tidak seharusnya diklaim TNI dengan alibi tanah akupasi atau pampasan perang.
    
"Pada 2015 kami sudah surati Pangdam V/Brawijaya namun tidak ada jawaban, sehingga akhirnya kami pilih jalur hukum ini sebagai langkah prosedural dan terhormat tanpa harus ada pergesekan antara rakyat dengan TNI," ujarnya.
 
Sebagaimana data masyarakat dan kelompok swadaya di Tulungagung, luas area lahan yang berstatus sengketa antara TNI dengan masyarakat mencapai 1.538 hektare dengan 740-an KK bertempat tinggal di dalamnya.
    
Lahan sengketa itu tersebar di lima desa tiga kecamatan wilayah Tulungagung bagian selatan, yakni Desa Panggungkalak dan Kaligentong, Kecamatan Pucanglaban; Desa Rejosari dan Kalibatur, Kecamatan Kalidawir; serta Desa Kresikan, Kecamatan Tanggunggunung.
    
Berdasarkan historisnya, wilayah sengketa tersebut berstatus sebagai tanah "eks-erpach", yakni tanah yang sebelumnya dikuasai pemerintah Belanda.
    
Sekitar tahun 1960, pemerintah melakukan nasionalisasi. Atas dasar penyelamatan aset negara, KSAD kala itu mengeluarkan surat keputusan yang intinya melimpahkan kewenangan kepada TNI AD sebagai pemegang hak kuasa. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017