Tulungagung (Antara Jatim) - Anggota DPRD Tulungagung Wiwik Triasmoro mengkritik kinerja Dinas Peternakan Tulungagung dalam hal penanganan kasus kematian mendadak enam ekor sapi yang dinilai tidak dilakukan secara prosedural dan metodologis.
    
"Aneh, kasus kematian mendadak enam ekor sapi hanya disimpulkan berdasar asumsi tanpa ada penelitian secara menyeluruh," ucap Wiwik kepada wartawan di Tulungagung, Jawa Timur, Minggu.
    
Wiwik mengatakan, seharusnya disnak berhenti berasumsi dan mulai turun ke lapangan untuk melakukan penelitian, mengkaji seberapa benar asumsi mereka soal penyebab kematian sapi.
    
Menurut dia, jangan sampai asumsi mereka membuat mereka berhenti pada asumsi dan tidak melakukan penelitian.
    
"Jika memang tanda-tanda fisik kematian sapi tidak sesuai dengan kematian akibat antraks, maka tetap perlu dilakukan penelitian untuk dipastikan penyebab kematian sapi tersebut agar keresahan di masyarakat tidak semakin menjadi-jadi," ujarnya.
    
Menurut Wiwik, kinerja Disnak Tulungagung terkesan asal-asalan. Bahkan setiap kali terjadi kasus berkaitan dengan kematian ternak, kata dia, Disnak seolah menutup-nutupi informasi dari publik, termasuk melalui media massa.
    
Indikasi ini, katanya, setidaknya terlihat dari kejadian kematian mendadak enam ekor sapi yang sudah berlangsung periode November-Desember 2016, namun baru terendus media massa akhir Januari 2017.
 
"Itupun media sempat kesulitan untuk mendapat informasi dan keterangan dari Disnak karena mereka memilih bungkam saat muncul dugaan terkait (virus) antraks," kata Deni Trisdianto, aktivis Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Tulungagung.
    
Menurut Deni maupun sejumlah wartawan lain, sikap tertutup dan kurang transparan pejabat Disnak Tulungagung tidak hanya sekali itu terjadi, namun berulangkali setiap muncul kasus terkait peternakan di wilayah tersebut.
    
"Mereka (Disnak) seperti tidak tahu aturan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Ketebukaan Informasi Publik. Apalagi ini menyangkut badan layanan publik yang dibayar menggunakan anggaran yang bersumber dari pajak masyarakat," kata Anam, aktivis Aliansi Jurnalis Indonesia Kota Kediri di Tulungagung.
    
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung Tatik Handayani saat akhirnya bersedia menemui wartawan dan mengklarifikasi pemberitaan soal isu wabah antraks di Tulungagung sempat mengkritik informasi di media massa yang menurutnya terlalu berani menyimpulkan.
    
"Pemberitaannya itu tidak benar," ujarnya saat awal memberikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan.
    
Namun, ia mengakui memang belum melakukan penelitian terhadap jenis makanan yang diduga membuat sapi mati dengan alasan makanan yang diberikan saat sapi mati tersebut sudah dibuang oleh pemiliknya.
    
Ia menjelaskan, kematian enam ekor sapi di Desa Pinggirsari, Kecamatan Ngantru, menurut hasil pengumpulan informasi tim Disnak lebih mengarah pada gejala perut kembung atau dalam bahasa klinis kesehatan hewan disebut dengan istilah kondisi "tympani".
    
Tatik berdalih, kurangnya koordinasi dan pengaduan dari masyarakat membuat tim Disnak juga tidak melakukan langkah pengambilan sampel darah ataupun organ sapi yang mati tersebut.
    
"Saat petugas datang menindaklanjuti informasi atau laporan yang terlambat itu, bangkai hewan sudah tidak ada karena dijual ke pedagang daging sapi," katanya.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017