Surabaya (Antara Jatim) - Kuota siswa yang bisa mendaftar pada jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2017 berubah dibandingkan dengan tahun 2016.

"Kuota siswa untuk SNMPTN pada tahun lalu mencapai 75 persen, tapi tahun ini hanya 50 persen. Peraturan baru itu ditentukan panitia pusat di Jakarta," kata Wakil Rektor I UNAIR Prof Djoko Santoso dalam sosialisasi SNMPTN di SMAN 5 Surabaya, Rabu.

Dia menjelaskan perubahan kuota merupakan kebijakan yang dilakukan agar calon mahasiswa yang masuk seleksi merupakan siswa yang benar-benar berprestasi. "Jadi 50 persen ini merupakan babak penyisihan di awal, kemudian akan diseleksi lagi melalui ujian tulis," terangnya.

Menurut dia, per sekolah diberi kuota jumlah siswa yang berhak mendaftar ke Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), yakni kuota berdasar akreditasi sekolah.

"Berdasar ketentuan, sekolah dengan akreditasi A menerima kuota 50 persen, akreditasi B 30 persen, akreditasi C 10 persen, dan sekolah belum terakreditasi dijatah 5 persen," jelasnya

Semua SMA/SMK/MA, lanjutnya diminta memasukkan data siswa kelas XII ke Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). Setelah data masuk, panitia pusat melakukan perangkingan. Perangkingan ini berdasar sistem yang sudah disepakati secara nasional.

“Ada item-item yang dimasukkan mesin komputer. Sehingga, kalau sekolah mengirim 50 puluh siswa, urutan itu belum tentu sama dengan urutan di pusat. Artinya, pusat yang berhak melakukan pemeringkatan dan sekolah hanya mengajukan,” kata dia.

Menurut dia, pemeringkatan tersebut secara umum mengacu pada mata pelajaran Ujian Nasional (UN) tahun lalu. Selain itu, sekolah tidak berhak melakukan pemeringkatan. Sekolah hanya berhak memasukkan semua data siswa. Nanti, sistem di pusat melakukan pemeringkatan sesuai dengan akreditasi sekolah tersebut.

“Siswa yang masuk kuota sesuai akreditasi ini, baru diberi pasword untuk mendaftar SNMPTN. Intinya di situ,” tuturnya.

Dia juga mengingatkan siswa untuk mendaftar ke program studi (Prodi) yang linier dengan jurusan di sekolah, karena prodi dengan jumlah peminat banyak akan menghitung hal-hal yang sifatnya kecil.

Sedangkan prodi dengan pendaftar minim dapat memunculkan kelonggaran. Djoko mencontohkan Prodi Kedokteran Unair yang peminatnya banyak.

“Hal-hal kecil seperti nila 0,0 sekian itu bermasalah. Karena akan berhadapan dengan pendaftar yang sama-sama pintarnya. Kalau nilainya masih sama, nanti mata pelajaran yang diperhitungkan," paparnya.

Dikonfirmasi terpisah, Wakil Rektor I Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Yuni Sri Rahayu menyatakan, SNMPTN tahun lalu memang banyak orang tua yang salah pemahaman terkait kuota per sekolah. Pemeringkatan kuota per sekolah dikira dilakukan oleh sekolah.

“Pertanyaan orang tua, peringkat anakku lebih tinggi kok tidak diterima, sementara anak-anak lain lebih rendah boleh daftar,” ujarnya.

Terus terang, lanjut dia, kuota per sekolah berdasar akreditasi dilakukan sistem. Sistem pemeringkatan berdasarkan mapel-mapel tertentu yang sudah jelas. Misalnya, jurusan IPA, IPS, dan Bahasa mapelnya berbeda-beda. Hal ini baru menentukan kuota per sekolah, belum sampai ke pendaftaran.

“Setelah ditentukan sistem kuota per sekolah, baru diketahui yang berhak daftar SNMPTN,” ungkapnya.

Dia melanjutkan yang berhak mendaftar SNMPTN selanjutnya diberi pasword. “Ini yang perlu ditekankan, sekolah tidak berhak merangking,” tandasnya. (*)

Pewarta: willy irawan

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017