Pengalihan pengelolaan pendidikan menengah SMA SMK berjalan efektif pada  1 Januari 2017.  Hal ini merupakan amanah UU Nomor 23 Tahun 2014.  Berdasar Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2, maka untuk urusan pendidikan menengah meliputi manajemen pendidikan, akreditasi, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, perizinan pendidikan, semuanya akan beralih kewenangannya ke Pemerintah Provinsi (Pemprov).

Dengan pengalihan ini, hal yang mengemuka di publik juga muncul ditengah-tengah masyarakat baik dari pelajar, wali murid, guru, kepala sekolah  adalah pertanyaan yang  diantaranya "Masihkah Sekolah SMA SMK Negeri di Surabaya tetap gratis? Masihkah SMA SMK Swasta tetap dibantu pendanaan operasional dari pemerintah daerah?".

Selain itu, sekolah dan guru juga menanyakan bagaimana gaji GTT PTT yang selama ini sudah  memenuhi UMK dari dana APBD Kota Surabaya.  Harapan agar tingkat kesejahteraan tidak menurun dan tidak adanya pemutusan hubungan kerja menjadi hal yang mengemuka yang perlu mendapatkan perhatian dan solusi terbaik.

Kebijakan dan Anggaran Sebelum 2017
Saat kewenangan pengelolaan berada di Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya,  kebijakan sekolah gratis diberlakukan tidak hanya di jenjang SD dan SMP, namun juga berlaku di jenjang SMA SMK.  Kebijakan ini semakin diperkuat dengan diberlakukannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan pasal 16 dan Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 47 Tahun 2013 pasal 16 ayat 1 menyatakan "pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah".

Pada ayat 2 dinyatakan "satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah daerah dilarang memungut biaya operasional kepada peserta didik, orang tua dan walinya".

Program Pendidikan Menengah yang menjamin sekolah SMA Negeri dan SMK Negeri bisa gratis adalah adanya anggaran kegiatan fasilitasi pemberian Biaya Operasional Pendidikan Daaerah (BOPDA).  BOPDA tidak hanya diberikan ke sekolah negeri namun juga ke sekolah swasta sehingga bisa membantu biaya operasional sekolah swasta. 

Bagi sekolah negeri BOPDA merupakan sumber utama pendanaan selain Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari APBN.  Bahkan nilai BOPDA per siswa perbulan lebih besar dibandingkan dengan nilai BOS.  BOPDA per siswa per bulan Rp. 152.000,- sementara BOS per siswa per bulan Rp. 116.667,-.  Dana BOPDA juga menjamin terpenuhinya gaji GTT PTT dengan standart UMK Surabaya.   

Pada Perda ABPD Kota Surabaya Tahun 2016, dari total anggaran fungsi pendidikan yang mencapai Rp2,3 T, belanja langsung yang ada di Pendidikan Menengah (Dikmen) sebesar Rp231.483.180.012,- yang mana 89 persen dari anggaran Dikmen adalah BOPDA yaitu sebesar Rp205.142.825.659.  Tidak hanya pada jenjang , pada jenjang pendidikan dasar SD dan SMP pun alokasi anggaran BOPDA menempati porsi paling tinggi dibanding anggaran kegiatan lain.

Di tahun 2016, selain anggaran BOPDA, Pemkot  juga menganggarkan belanja daya listrik dan air SMAN dan SMKN dalam setahun sebesar Rp6.764.304.564.  Begitu juga anggaran infrastruktur pendidikan berupa pembangunan rehabilitasi gedung sekolah SMAN SMKN senilai Rp34.337.906.001.  Anggaran infrastruktur gedung sekolah ini sangat membantu kenyamanan dan keamanan proses belajar mengajar. 

Kebijakan yang sudah berjalan selama ini membawa pengaruh signifikan terhadap Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/MA/SMK dan Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/MA/SMK di Surabaya.

INDIKATOR TH. 2011 TH. 2012 TH. 2013 TH. 2014
APM 85,77 87,77 90,12 93,47
APK 105,09 105,13 105,23 121,85
Sumber data : Dinas Pendidikan Kota Surabaya, per 31 Desember 2014

APM diukur berdasarkan perbandingan antara jumlah siswa usia 16-18 tahun di jenjang SMA/MA/SMK dengan jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun.  APK diukur berdasarkan perbandingan antara jumlah seluruh siswa di jenjang SMA/MA/SMK dengan jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun.

Dengan APM dan APK tinggi dan terus menaik dari tahun ke tahun, Angka Putus Sekolah (APS) SMA/MA/SMK juga semakin mengecil.  Di tahun 2014 APS berada diangka 0,01% dari jumlah 77.448 peserta didik SMA/MA dan 77.284 peserta didik SMK.

Upaya Pemkot Surabaya Kelola SMA SMK
Turunnya UU Nomor 23 Tahun 2014 memunculkan kekhawatiran kebijakan pendidikan Pemkot yang sudah dirasakan manfaatnya khususnya sekolah gratis tidak berlanjut.  Begitu juga program pendidikan lain yang dinilai dan dirasakan positif oleh warga kota.  Hal itu yang mendorong empat wali murid beberapa sekolah mengajukan Gugatan Judicial Review atas UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 15 ayat 1 dan 2.

Sidang perdana digelar Mahkamah Konstitusi pada 31 Maret 2016 yang mana  gugatan terregistrasi Nomor 31/PUU-XIV/2016.  Setelah beberapa persidangan digelar, pada 8 Juni 2016 sidang digelar dengan agenda menghadirkan saksi atas gugatan empat wali murid.  Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini adalah salah satu saksi yang dihadirkan untuk menguatkan argumentasi dan meminta agar pengelolaan pendidikan menengah tetap dikelola Pemkot.  Salah satu yang menjadi argumentasi Walikota saat itu adalah tentang  pentingnya pendidikan komprehensif dengan sekolah bebas biaya perlu diterapkan hingga pendidikan menengah SMA SMK dan selama ini sudah berjalan cukup lama dan bermanfaat bagi warga kota Surabaya.  Hingga saat ini gugatan  belum dikabulkan MK.

Sebelumnya pada bulan Februari, Wali Kota Surabaya juga menyampaikan permohonan kepada menteri dalam negeri melalui surat Nomor 420/500/436.1.2/2016 tanggal 9 Februari 2016 perihal "Permohonan Kewenangan Pengelolaan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus".

Menteri Dalam Negeri  memberi tanggapan melalui surat Nomor 420/757/SJ, yang mana isi surat tanggapan tersebut diantaranya memberi apresiasi Pemkot Surabaya dalam pengelolaan urusan bidang pendidikan sangatlah baik dengan program dan kegiatan yang komprehensif dan kemampuan anggaran.  

Dijelaskan juga dalam surat tanggapan bahwa Konstruksi UU Nomor 23 Tahun 2014 berlaku sama bagi seluruh daerah di Indonesia, baik bagi daerah kabupaten/kota yang kemampuan keuangannya besar maupun yang masih terbatas. Disarankan dalam surat tanggapan, bahwa untuk menjamin keberlangsungan program dan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Pemkot Surabaya, agar terus berkoordinasi dengan Pemerintahan Provinsi Jawa Timur, agar penyelenggaraan pendidikan dapat berjalan dengan baik?.

Upaya Pemkot untuk mendapat Tugas Perbantuan dari Gubernur Jatim untuk dapat mengelola SMA SMK juga tidak diberikan  karena Gubernur hanya akan memberi Tugas Perbantuan jika Pemprov tidak mampu menjalankan kewenangan mengelola pendidikan SMA SMK, sementara pemrov dalam hal ini menyatakan  mampu menjalankan. 
Selanjutnya Gubernur mempersilakan jika Pemkot Surabaya akan membantu pendanaan bagi warga Surabaya dengan mekanisme yang dibolehkan  oleh peraturan perundang-undangan.

Solusi untuk Tetap Gratis Jika Dikelola Pemprov
Pemprov yang akan memiliki kewenangan SMA SMK, hingga saat ini belum membuat kebijakan sekolah gratis yang berlaku sama di seluruh Jatim. Keterbatasan dana menjadi salah satu pertimbangan, karena Pemprov harus mengelola dan menganggarkan SMA SMK yang tersebar di 38 kota/ kabupaten se Jatim.

Tidak adakah solusi agar kebijakan sekolah gratis tetap berlaku di Surabaya ketika upaya gugatan ke MK belum dikabulkan?. Tentu kita tdk bisa menutup mata bahwa warga kota Surabaya tetap berharap kebijakan sekolah gratis yang sudah dirasakan manfaatkan selama bertahun-tahun, tetap berjalan meski kewenangan beralih ke provinsi. Saat masa reses dewan pada pertengahan Desember 2016, masyarakat yang berdomisili di  tengah perkampungan menyampaikan aspirasi agar kebijakan sekolah gratis tetap berlanjut meski kewenangan beralih ke Pemprov.

Alternatif Formulasi  Pendanaan SMA SMK oleh Pemkot Surabaya jika Kewenangan  di Pemprov :
1. Bantuan Keuangan Khusus (BKK)
Saat konsultasi ke kemendagri tgl 21 Nopember 2016 diperoleh penjelasan jika mekanisme ‘bantuan keuangan khusus’ bisa dilakukan agar kebijakan sekolah gratis tetap berlanjut dan penggajian GTT PTT bisa terpenuhi sebagaimana yang sudah berjalan hingga akhir tahun 2016.  Disampaikan dalam kesempatan tersebut bahwa BKK bisa diberikan dari Pemkot ke Pemprov.

BKK ini diatur dalam Permendagri 21 tahun 2011 tentang perubahan kedua permendagri 13 tahun 2006, pasal 47 ayat 1 dan 3  :
(1)  Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf g digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa, dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan dan kepada partai politik. 
(3)  Bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan. 

Dalam Permendagri Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2017, mekanisme BKK juga diatur, khususnya bagaimana mengalokasi anggaran BKK pada APBD Surabaya sebagai pemerintah daerah yang membelanjakan maupun pada APBD Pemprov Jatim sebagai pemerintah daerah yang menerima pembiayaan.
Melalui belanja BKK yang dianggarkan di APBD Surabaya Pemprov bisa menjamin kebijakan sekolah gratis tetap berjalan. Pemkot, DPRD Surabaya, wali murid dan komite sekolah  juga masyarakat luas bisa melakukan pengawasan agar kebijakan sekolah gratis tetap berlanjut saat kewenangan pengelolaan di tangan provinsi.

2. Bantuan Khusus Siswa Miskin (BKSM)
Jika BKK bisa melanjutkan kebijakan sekolah gratis bagi semua siswa SMA SMK baik siswa dari keluarga  mampu maupun siswa dari keluarga tidak mampu,  formulasi BKSM menggratiskan biaya sekolah hanya untuk siswa dari keluarga tidak mampu atau siswa miskin.
Selama ini Pemkot Surabaya memberi bantuan pendidikan untuk mahasiswa PTN dari keluarga tidak mampu hingga  lulus sarjana/D3 yang dianggarkan dalam APBD Surabaya tahun  2016 juga di  tahun-tahun sebelumnya.  Di tahun 2017 dianggarkan sebesar Rp.12.280.000.000 untuk 448 penerima bantuan kuliah.   

Biaya kuliah dibayarkan oleh petugas dari dinas sosial kepada PTN dimana mahasiswa/mahasiswi tersebut kuliah. Program  ini mirip dengan bidik misi yang merupakan program kemendikbud.

Menganalogikan dengan formula bantuan biaya kuliah  tersebut semestinya Pemkot masih bisa mendanai pendidikan bagi siswa SMA SMK dari keluarga tidak mampu, dengan menganggarkan BKSM pada APBD Surabaya tahun 2017.

Berdasar data pendidikan tahun 2016, jumlah siswa SMA SMK Negeri dan swasta total sebanyak 126.178 anak.  Dengan  asumsi siswa dari keluarga tidak mampu sebesar 10 persen maka ada 12.618 anak dari keluarga miskin yang membutuhkan intervensi pendanaan dari pemerintah.  Dana yang dibutuhkan untuk 12.618 anak diperkirakan sebesar Rp45 miliar, yang mana per anak perbulan dibantu Rp300.000 untuk keperluan iuran sekolah dan kebutuhan personal semisal seragam, transportasi dan buku.

Dalam beberapa kesempatan Pemprov Jatim menyampaikan bahwa siswa dari keluarga tidak mampu akan digratiskan. Namun kuota anggaran untuk siswa Surabaya  belum secara detail diketahui berapa banyak siswa dari keluarga tidak mampu yang akan digratiskan.

Sebagaimana program bidik misi Kemendikbud yang belum bisa mengcover semua mahasiswa/ mahasiswi warga Surabaya dari keluarga tidak mampu, yang dengan itu kemudian Pemkot Surabaya juga menganggarkan bantuan dana kuliah, maka seharusnya Pemkot Surabaya juga menganggarkan pendanaan pendidikan SMA SMK bagi siswa dari keluarga tidak mampu.  Pendanaan ini sebagai bentuk perlindungan hak memperoleh pendidikan bagi warga tidak mampu.  

UUD 45 pasal 31 ayat 1 berbunyi "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan" dan pasal  34 ayat 1 berbunyi "Fakir miskin dan anak-anak  terlantar dipelihara oleh negara".  Apalagi visi kota Surabaya 2016-2021 "Kota Sentosa yang Berkarakter dan Berdaya Saing Global berbasis Ekologi", tentu membutuhkan Sumber daya manusia yang berkualitas dan itu tidak terlepas dari terjaminnya anak-anak Surabaya mengenyam pendidikan dasar dan pendidikan menengah, sehingga diharapkan zero APS (Angka Putus Sekolah 0 persen) tercapai.

Anggaran Pendidikan SMA SMK pada APBD Surabaya 2017
Persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah atas Rancangan Perda APBD 2017 telah dilakukan dalam rapat paripurna DPRD, Kamis 30 November 2016.  Dalam rancangan Perda APBD 2017 penganggaran pendidikan menengah SMA SMK masih diformulasikan dalam bentuk BOPDA sebagaimana tahun sebelumnya ketika Pemkot Surabaya mengelola SMA SMK.

Pemprov Jatim menindaklanjuti dengan turunnya surat no. 188/23837/013/2016 perihal "Penyampaian Hasil Evaluasi terhadap Raperda Kota Surabaya tentang APBD Tahun Anggaran 2017".  Terkait anggaran untuk sekolah menengah,  dinyatakan "apabila penyediaan anggaran dimaksud untuk pengelolaan SMA SMK maka dilarang untuk dianggarkan dalam Raperda tentang APBD Kota Surabaya Tahun Anggaran 2017, sebagaimana UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa manajemen pengelolaan SMA SMK menjadi kewenangan Pemprov".  Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2017 berlaku efektif beralihnya kewenangan dan penganggaran pengelolaan SMA SMK ditangan Pemprov, termasuk gaji PNS.

Hingga batas waktu penetapan pada 31 Desember 2016, Perda APBD Surabaya 2017 tidak menganggarkan pendanaan SMA SMK berdasar UU Nomor 23 Tahun 2014, namun tetap dianggarkan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya yang bisa dipastikan tidak dapat direalisasikan/dicairkan kecuali kewenangan pengelolaan kembali ke Pemkot Surabaya.  

Waktu yang tersedia hingga batas akhir penetapan Perda APBD 2017 tidak dioptimalkan untuk merumuskan formulasi pendanaan SMA SMK melalui APBD Surabaya jika kewenangan pengelolaan di Pemprov.  Walikota Surabaya lebih memilih memanfaatkan waktu yang semakin pendek dengan terus berupaya ke Pemerintah Pusat agar Surabaya diberi kewenangan untuk tetap mengelola pendidikan menengah SMA SMK.  


Kebijakan Berisiko
Kebijakan anggaran seperti itu beresiko karena berpijak kepada sesuatu yang tidak pasti kapan UU Nomor 23 Tahun 2014 melalui dikabulkannya gugatan ke MK mengalami perubahan yang mana Pemkot Surabaya kembali memiliki kewenangan mengelola SMA SMK.  Jikapertimbangannya adalah untuk "njagani" kalau gugatan ke MK dikabulkan, dasarnya tidak kuat karena prinsip penganggaran APBD tidak bisa mengacu kepada pijakan hukum yang belum pasti. 

Jika pun gugatan ke MK dikabulkan, UU Nomor 17 Tahun 2003, PP Nomor 58 Tahun 2005, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan perubahannya,  membolehkan pemerintah daerah melakukan kebijakan Mendahului Perubahan Anggaran Kegiatan (MPAK).  Saat Pemkot Surabaya memiliki kewenangan mengelola kembali, melalui MPAK Pemkot bisa menganggarkan kembali BOPDA SMA SMK sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. 

Untuk memenuhi harapan warga kota agar kebijakan sekolah gratis tetap berlanjut seharusnya formulasi BKK menjadi pilihan.  Jika tidak maka bisa dipastikan kebijakan sekolah gratis untuk semua siswa tidak bisa berlanjut di Surabaya, juga bantuan operasional untuk sekolah swasta tidak ada lagi. Gaji GTT PTT pun belum ada kepastian.

Dengan tidak dianggarkannya BKSM, jaminan pendidikan untuk siswa miskin tidak ada di APBD Surabaya tahun 2017. Risiko yang paling dikhawatirkan adalah jika ada warga kota Surabaya yang tidak bisa duduk dibangku SMA SMK karena kendala ekonomi, sementara intervensi bantuan dari APBN melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan BKSM Provinsi tidak bisa mengcover semuanya, maka  APBD Surabaya tidak bisa menyentuhnya untuk membantu siswa miskin tersebut.  Angka Putus Sekolah yang saat ini mendekati 0 persen dikhawatirkan merangkak naik.


Harus Lebih Baik, Siapapun yang  Mengelola
Dalam perbincangan dengan wali murid saat menggali pendapat  "Apa harapannya jika di kelola Pemprov?", diantara jawabannya adalah "sekolah gratis saja kualitas pendidikan di Surabaya berjalan baik, apalagi jika nanti harus berbayar, jangan sampai kualitas pendidikan malah menurun".  "Bagaimana jika sekolah negeri nanti berbayar?", diantara jawabannya "jangan ada perbedaan biaya antara sekolah negeri, jangan sampai muncul pandangan ada sekolah orang kaya dan sekolah orang miskin".

Upaya Pemkot Surabaya dalam menangani urusan pendidikan SMA SMK selama ini patut diapresiasi.  Berbagai prestasi dan penghargaan  yang diraih oleh siswa, sekolah, guru, kepala sekolah, mulai tingkat kota hingga internasional.  Trend naik lulusan SMA masuk Perguruan Tinggi dan trend naik  lulusan SMK di dunia kerja.  Program dan kegiatan dibuat tidak hanya untuk mengejar keunggulan akademis namun juga memperkuat pendidikan karakter dan menggali  berbagai potensi kecerdasan siswa. 

 Bidang  keagamaan, seni budaya, olahraga, lingkungan, literasi, sosial, pramuka, dan bidang lainnya. Pelajar diberi kesempatan luas untuk berekspresi dan berkreasi positif untuk membentengi ancaman bahaya narkoba, sex bebas dan kriminalitas anak.  Begitu juga dalam pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 100 persen di 2016, Surabaya mendapat apresiasi dari Kemendikbud.   Meskipun disisi lain beberapa kekurangan tentu masih ada untuk terus dilakukan upaya evaluasi dan perbaikan diantaranya peningkatan mutu pembelajaran  dan capaian nilai UN yang perlu untuk ditingkatkan dengan semangat ‘Jujur harus, Prestasi Oke’.

Saat kewenangan pengelolaan SMA SMK beralih ke Pemprov, menjadi tantangan dan keharusan bagi Pemprov untuk melanjutkan pengelolaan SMA SMK di Surabaya agar semakin baik dan maju,  program dan kegiatan yang sudah teruji  berjalan baik semestinya bisa dilanjutkan.  Kemajuan merupakan keniscayaan harapan semua orang, terutama bagi siswa, guru dan walimurid.  Semoga harapan ini terwujud. (*)

--------
*) Penulis adalag Anggota DPRD Surabaya Fraksi PKS, Anggota Banggar DPRD Surabaya, dan Anggota Komisi D DPRD Surabaya.

Pewarta: Reni Astuti *)

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017