Tulungagung (Antara Jatim) - Jalan raya menuju Bendung Niyama di Desa Besuki, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur rusak parah akibat tergerus luapan air sungai setempat, sehingga plengseng ambrol dan menyeret badan jalan tang ada di atasnya.
    
"Plengseng sudah ambrol sejak sepekan lalu dan semakin parah saat debit sungai Bendung Niyama mencapai puncaknya, Jumat (2/12)," kata Santoso, warga setempat, Minggu.
    
Kendati tidak menelan korban jiwa dan jauh dari pemukiman penduduk, kerusakan parah 90 persen badan jalan yang menjadi akses menuju bendung dan PLTA Niyama praktis tak bisa dilalui kendaraan roda empat atau lebih.
    
Warga desa atau pengunjung yang hendak menuju ke hutan, kebun, area tambak udang maupun Pantai Sidem harus mengambil jalur alternatif memutar melalui jalur Pantai Popoh dengan jarak sekitar lima kilometer.
    
"Badan jalan yang tersisa 10 persen dengn lebar sekitar 50 centimeter, sehingga hanya sepeda motor yang bisa lewat jalur ini," kata Andika, pemuda Desa Besuki.
    
Pemerintah Desa Besuki yang menerima laporan warga telah berkoordinasi dengan aparat kepolisian setempat, sehingga pada Sabtu (3/12) dipasang tanda peringatan dan garis polisi.
    
Kerusakan diperkirakan masih akan terus merembet karena potensi luapan air sungai Parit Agung yang berjarak sekitar 600 meter dari pintu Bendung Niyama masih terjadi.
    
"Banjir kiriman dari wilayah hulu dan hilir menyebabkan debit air sungai di area Bendung Niyama terus meningkat, bahkan beberapa kali meluber sehingga menghantam plengseng jalan di dekatnya," kata Kepala Desa  Besuki Mujianto.
    
Kendati masih ada jalan tikus untuk akses warga menggunakan sepeda motor, Mujianto berharap jalan tersebut segera diperbaiki.
    
"Sementara ini kami imbau warga agar tidak melalui akses jalan itu dulu, sekalipun hanya untuk olahraga," ujarnya.
    
Bendung Niyama merupakan waduk buatan yang dibangun pertama kali pada masa pendudukan tentara Jepang (1942-1945) melalui kerja paksa "romusha".
    
Saat itu, saluran dan terowongan air Niyama (Gunung Selatan) ditujukan untuk mengalirkan kelebihan air DAS Kali Brantas di daerah Tulungagung ke Samudera Hindia.
    
Hal ini dilakukan sebagai upaya Jepang untuk mengendalikan banjir. Namun pelaksanaannya terhenti akibat kekalahan tentara Jepang dalam Perang Dunia II (Agustus 1945).
    
Pada 1955, Kabupaten Tulungagung dilanda banjir besar yang menelan banyak korban jiwa sehingga menginspirasi munculnya gagasan pembangunan kembali terowongan Niyama.
    
Sekitar 1955-1961, pembangunan terowongan Niyama tersebut diteruskan oleh Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur.
    
Selanjutnya pada tahun 1978 dilakukan Proyek Drainase Tulungagung berupa pembuatan terowongan Tulungagung selatan dan saluran drainase Parit Agung ke arah selatan menuju Samudera Hindia.
    
Sukses membangun bendung pengendali banjir, pemerintah lalu membangun PLTA sebagai kelanjutan pengembangan proyek drainase Tulungagung guna memanfaatkan kelebihan sumber daya air yang melimpah untuk kepentingan pembangkit tenaga listrik.
    
Selain dari Sungai Parit Agung yang berasal dari wilayah Tulungagung, air masuk ke Bendung Niyama juga berasal dari wilayah hulu dan hilir sungai Parit Raya dari Kabupaten Trenggalek.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016