Surabaya (Antara Jatim) - DPRD Kota Surabaya mempertimbangkan  "sharing" pendanaan pembangunan angkutan massal cepat (AMC) berupa trem di Kota Surabaya yang tidak hanya melalui APBN murni melainkan juga APBD porsinya 70 : 30.
     
"Kalau pembagiannya 50 : 50 terlalu berat. Bisa-bisa APBD Surabaya kesedot ke trem semua. Tapi kalau 70 : 30 masih bisa dipertimbangkan tapi perlu pembicaraan dengan DPRD," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha kepada Antara di Surabaya, Minggu. 
     
 Apalagi, lanjut dia, dulu sudah ada kesepakatan bersama jika pembangunan trem di Surabaya yang nilai anggaran mencapai Rp2,4 triliun murni dibiayai APBN. Masduki mengatakan jika diterapkan 50 : 50, maka APBD Surabaya 2017 yang dikisaran Rp8 triliun akan habis.
     
 "Kecuali jika itu menggunakan multiyear selama dua atau tiga tahun mungkin bisa. Tapi lagi-lagi perlu pembahasan bersama," katanya.
     
Menurut dia, jika itu tetap dipaksakan dengan porsi 50 : 50, maka perlu kajian ulang perlu dan tidaknya AMC trem diterapkan di Surabaya.  "Jangan sampai biaya sharing yang cukup besar itu, tidak memapu mengurai kemacetan Surabaya, mala hanya dimanfaatkan oleh kelompok tertentu," katanya.
    
 Ia mengatakan sampai Jumat (25/11) kemarin belum ada undangan dari Pemkot Surabaya untuk membahas hal ini. "Mudah-mudahan besok (28/1) sudah ada undangan dari pemkot sehingga bisa dibahas bersamaan dengan pembahasan APBD," ujarnya.
    
 Untuk menyampaikan setuju atau tidaknya anggota dewan mengenai konsep sharing pendanaan trem itu, lanjut dia, bila perlu 50 anggota DPRD Surabaya dimintai pendapat. "Kalau tidak ya cukup diwakili perwakilan fraksi saja," ujarnya.
     
 Sementra itu, anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya Vinsensius Awey mengatakan Pemkot Surabaya harus konsisten dalam pendanaan trem yang dulu sudah disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) sepenuhnya didanai APBN.
     
"Dulu katanya dibiayai APBN, dari awal dewan tidak diajak bicara. Apalagi banyak kalangan dewan  tidak memilih trem sebagai moda trasportasi yang bisa mengurai kemacetan," ujarnya.
     
 Soal sharing pendanaan APBN-APBD, Awey menilai tetap terlalu memberatkan APBD Surabaya, meskipun itu multiyears. "Biayanya tetap besar. Saya pikir perlu ditinjau ulang," katanya.
     
 Apalagi, lanjut dia, Menteri Perhubungan sebelumnya sudah mengatakan bahwa trem itu hanya nostalgia. "Ini merupakan petanda bahwa Menhub kurang setuju dengan adanya trem. Ini dikarenakan semua daerah nantinya akan menerapkan LRT maupun MRT. Jadi sebaiknya seluruh Surabaya nanti memakai LRT," katanya.
     
Kepala Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Agus Sonhaji sebelumnya mengatakan pada prinsipnya wali kota melihat bahwa pendanaan trem tidak bisa hanya mengandalkan APBN. Sehingga mereka (Kemenhub) menawarkan perbaikan Perpres (Peraturan Presiden) dimana ada sharing  pendanaan melalui APBN dan APBD.
     
 "Bu wali meminta waktu untuk berkoordinasi dengan internal Pemkot dan DPRD Surabaya sampai minggu depan," ujarnya.
      
Menurut dia, koordinasi di internal perlu dilakukan agar tidak salah langkah dan juga mengetahui besaran yang tepat untuk sharing pendanaan. Agus mengatakan sharing pendanaan trem, tidak bisa disamakana dengan sharing pembanguan Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta. 
     
 Diketahui, MRT di Jakarta perbandingan penggunaan anggarannya adalah 51 persen APBD dan 49 persen APBN. "Saya pikir tidak bisa disamakan. Antara Jakarta dan Surabaya itu berbeda. APBD Jakarta di atas Rp70 triliuan lebih, sedangkan Surabaya hanya Rp8 triluan," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016