Banyuwangi (Antara Jatim) - Untuk meningkatkan pendapatan daerah dari pajak dan restibusi, Pemkab Banyuwangi bekerja sama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur III. Kedua belah pihak membuat sistem yang mengkoneksikan data yang dimiliki terkait wajib pajak.

"Kami sudah teken memorandum of understanding (MoU) dengan Ditjen Pajak melalui kantor wilayah yang ada di Jatim tentang pengembangan dan potensi perpajakan di Kabupaten Banyuwangi. Sinergi ini akan menelurkan beragam cara mengembangkan potensi perpajakan di Banyuwangi," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat dihubungi di Banyuwangi, Kamis.

Salah satunya adalah pertukaran data dan informasi perpajakan lewat sistem berbasis teknologi informasi yang akan menghubungkan langsung antara data kantor pajak dan pemkab. "Dengan sistem ini, diharapkan bisa meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak, baik pajak yang ke pusat maupun ke daerah," ujarnya.  

Diterapkannya sistem ini dalam waktu dekat, menurut Anas bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Banyuwangi. Selama ini Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banyuwangi terus meningkat signifikan, tapi hal ini tidak diikuti dengan peningkatan pemasukan pajak daerah yang maksimal. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banyuwangi naik 85% dari Rp 32,4 triliun (2010) menjadi Rp60,2 triliun (2015).

"Ini sempat menjadi pertanyaan besar, kenapa PDRB kita melonjak tajam, namun pajak yang kita dapat kok tidak signifikan. Ini tentunya tidak seimbang," ujar Anas.

Salah satu hal yang dicontohkan Anas terkait kurang patuhnya wajib pajak adalah okupansi hotel yang mencapai 90 persen, tapi dilaporkan hanya separuhnya. Begitu pula ada warung makanan yang ramai pelanggan namun hanya bayar pajakRp 1,5 juta, di satu sisi warung lain yang tak kalah rami bisa membayar pajak Rp 40 juta.

Cara lain untuk optimalisasi pendapatan daerah adalah menerapkan aturan bahwa setiap unit usaha yang beroperasi di Banyuwangi memiliki badan usaha yang berdomisili di Banyuwangi. Selama ini, imbuh dia, banyak badan usaha yang alamat NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) nya tidak berada di Banyuwangi.

Banyak badan usaha seperti hotel di Banyuwangi, tapi memiliki alamat di luar Banyuwangi. Begitu juga perusahaan besar lainnya, namun alamatnya di luar Banyuwangi, sehingga wajib pajaknya tidak masuk ke Banyuwangi.

"Kami sudah inventarisasi, dan mencari pendekatan. Pendekatannya adalah pendekatan sistem. Kantor pajak akan membuat sistem aplikasi bersama, agar wajib pajak bisa menunaikan kewajibannya dengan baik," kata Anas.

Anas mengatakan, memang ada kabupaten yang menerapkan alamat badan usahanya harus di daerah tersebut. Namun Anas ingin melakukan pendekatan tapi yang tidak mengganggu iklim inventasi. "Kami ingin bergerak, tapi jangan sampai mengganggu iklim investasi," tambah Anas.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur III, Rudy Gunawan Bastari, mengatakan selama lima tahun terakhir perekonomian Banyuwangi sudah baik, namun pajaknya masih belum optimal. Sehingga dibutuhkan suatu sistem yang bisa terkoneksi dengan link dengan kantor pajak.

MoU ini, lanjut dia, akan menjadi payung besar dalam upaya kerja sama dalam menggali potensi dan sektor-sektor pajak yang belum memenuhi pajaknya secara utuh. “Dengan sistem ini, kami harap bisa meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak, baik pajak yang ke pusat maupun ke daerah,” ujarnya.  

Keuntungan lain, kata dia, ke depan pelaku usaha yang akan melakukan usahanya di Banyuwangi pada saat melakukan pengurusan ijin atau perjanjian yang ijin bisa melakukan konfirmasi ke Dirjen pajak atau KPP Pratama Banyuwangi untuk melihat status wajib pajak tersebut. Aplikasi sistem ini nantinya tersambung dengan kantor pajak.(*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016