Surabaya, (Antara Jatim) - Organisasi Angkutan Darat (Organda) Tanjung Perak, Surabaya, berencana membahas model peraturan tarif baru yang didasarkan pada angka kehadiran tenaga kerja bongkar muat (TKBM), karena aksi mogok kerja yang dilakukan para tenaga kerja sebelumnya telah merugikan sejumlah pengusaha angkutan.
     
Ketua Organda Tanjung Perak Kody Lamahayu di Surabaya, Selasa mengatakan pembahasan akan dilakukan pada musyawarah nasional (Munas) Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) se-Indonesia di SUrabaya, Rabu (26/10).
     
Ia mengatakan, pada munas nanti para anggota asosiasi juga akan mempertimbangkan apakah bersedia menerapkan peraturan tarif sebelumnya yang didasarkan pada regu atau kelompok TKBM.
     
"Idealnya memang tarif berdasarkan jumlah tenaga kerja yang hadir. Tapi kami ingin agar suasana kondusif, dan jangan ada ribut-ribut lagi," kata Kody.
     
Kody mengatakan, sejumlah pengusaha angkutan di lingkungan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya turut terdampak dengan aksi mogok kerja yang dilakukan Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (FSMPI) selama dua hari. 
     
"Dua hari buruh bongkar muat mogok, yakni sejak Senin (24/10) dan hari ini, kami rugi sekitar Rp6 miliar," katanya.
      
Ia menjelaskan, dalam sehari terdapat sekitar 50 kapal yang melayani bongkar muat di empat terminal Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, dan akibat mogok itu terdapat 3.000 unit angkutan pelabuhan tidak beroperasi selama 8 jam.
      
"Kerugian  belum termasuk yang dialami pihak lain seperti perusahaan yang bersangkutan dan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL)," tuturnya.
      
Kody yang juga Ketua Dewan Perwakilan Wilayah Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jawa Timur itu mengatakan, mogok kerja para TKBM terhadap kesepakatan tarif baru memberikan efek domino kepada perusahaan bongkar muat lainnya.
     
Sebelumnya, koordinator aksi mogok kerja dari Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (FSPMI) Abdus Salam mengatakan aksi mogok dilakukan karena adanya penolakan aturan tarif baru sebab merugikan pekerja, karena selama ini pekerja bongkar muat menunaikan tugasnya secara beregu.
     
"Tarif regu juga diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor 35 tahun 2016. Dan aturan yang baru itu kami anggap sepihak, dan sistem kerja beregu kami nilai adil karena mengedepankan produktivitas," katanya.
     
Oleh karena itu, Salam kini sedang menunggu perubahan alias revisi ulang kesepakatan tentang tarif dengan Pelaksana Bongkar Muat (PBM) milik Pelindo III. Jika pihaknya menemukan klausul yang dirasa merugikan buruh bongkar muat, akan kembali mogok dengan mengerahkan massa lebih banyak.
     
Sementara itu, sejak Senin (24/10) ratusan TKBM mogok kerja sejak pukul 08.00 WIB sampai 13.00 WIB dengan berkumpul di setiap pintu masuk empat terminal Pelabuhan Tanjung Perak, yakni Terminal Nilam, Jamrud, Berlian dan Mirah.(*)

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016