Surabaya (Antara Jatim) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim mencatat, mulai Oktober ini sudah memasuki musim hujan dengan intensitas mencasepert-400 millimeter, dan semakin meningkat pada November hingga mencapai 150-500 millimeter.

Mengantisipasi terjadinya bencana, BPBD Jatim berkonsolidasi dengan BPBD kabupaten/kota mengenai berbagai hal termasuk peralatan dan logistik.

Selain itu, dalam waktu dekat, Jatim akan menetapkan siaga darurat bencana sehingga perlu dilakukan langkah-langkah dan upaya mengantisipasi datangnya banjir, tanah longsor, angin kencang dan lainnya.

Hingga saat ini, daerah yang sudah menetapkan siaga darurat bencana adalah Bondowoso, Pamekasan, Sampang dan Kabupaten Blitar.

"Untuk sisanya 34 kabupaten/kota yang lain sudah mengajukan status  siaga darurat bencana ke pemerintah setempat," ujar Kepala Pelaksana BPBD Jatim Sudarmawan.

Sekadar catatan, di Jatim saat ini ada tiga kota yang belum membentuk BPBD, yakni Kota Blitar, Kota Mojokerto dan Kota Surabaya.

Terkait antisipasi, pihaknya saat ini masih mengevaluasi "buffer stock" logistik dan peralatan di daerah, apakah masih cukup atau tidak.

Selain itu, kata dia, yang terpenting adalah kesiapsiagaan posko dan mengupdate rencana kontijensi bencana, terkait kesiapan sumber daya manusia maupun peralatan.

Tidak itu saja, BPBD Jatim telah memasang sebanyak 64 ekstensometer atau alat pendeteksi dini bencana tanah longsor di titik-titik yang dianggap rawan untuk mengantisipasi longsor sekaligus menjadi upaya mitigasi mengurangi risiko jatuhnya korban.

Ekstensometer merupakan perangkat elektronika yang berfungsi mengukur parameter pergeseran tanah dengan sensor yang menggunakan potensiometer multiturn sebagai komponen utama disertai dengan rangakaian penguat dan pengkondisi sinyal.

Alat ini diciptakan oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan sistem kerja mendeteksi pergerakan tanah, curah hujan dan sudut kemiringan permukaan tanah.

"Jika tiga indikator ditangkap ekstensometer maka otomatis membunyikan alarm dengan sirine yang telah dipasang," ucapnya.

Dengan adanya alat ini, lanjut dia, memberikan rasa aman pada masyarakat sebab sebelum longsor terjadi sudah diantisipasi sehingga meminimalisasi timbulnya korban jiwa.

Seluruh ekstensometer ini telah dipasang di 22 kabupaten/kota di Jatim, terutama daerah rawan terjadi longsor, seperti di Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Pacitan Kabupaten Bondowoso, Kota Batu, Kabupaten Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten pasuruan, Kabupaten Tulungagung dan beberapa daerah lain.

"Khusus di Nganjuk dan Pacitan masing-masing dipasang empat ekstensometer, sedangkan daerah lain mayoritas tiga ekstensometer," kata mantan Sekda Kabupaten Bangkalan tersebut.


Gotong Royong

Langkah lain untuk mengantisipasi bencana agar tak terulang yakni dengan bersama-sama bergerak dan saling bergotong royong, terutama dari sektor pemerintah, dewan, masyarakat, tokoh masyarakat hingga tokoh agama.

Selaras dengan hal ini  Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan bahwa gotong royong merupakan cara dan tradisi dari masyarakat Jatim untuk tolong-menolong merehabilitasi sarana dan prasarana hingga fasilitas umum yang rusak karena bencana.

Pakde Karwo, sapaan akrabnya, menilai bahwa bencana alam yang terjadi menyebabkan banyak kerusakan, baik fisik dan non-fisik, termasuk ditambah dengan dampak psikologis yang terjadi pada masyarakat.

"Kita harus mampu mengambil sisi positif dari adanya musibah. Lihatlah sawah-sawah humus dan pupuknya sangat luar biasa dan memberi kesuburan bagi tanah," katanya.

Orang nomor satu di jajaran Pemprov Jatim itu juga meminta agar bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah di Jatim mendapat perhatian dari Perhutani yang harus aktif berkontribusi bagi masyarakat.

Karena, lanjut dia, jika Perhutani tidak memberi kontribusi kepada masyarakat dengan menanam pohon tegakan yang bisa menyerap dan menahan air maka akan merusak lingkungan.

Ia mencontohkan di Panti, Kabupaten Jember pada 2010 yang daerah aliran sungai ditanami tanaman kopi dan kakao bisa habis ketika musim hujan.

Kemudian, kayu potongan yang digunakan sebagai bendungan tidak kuat menahan derasnya air yang mengalir sehingga jebol hingga mengakibatkan Perhutani rugi besar. 

"Saya kira langkah pencegahan yang harus dilakukan sekarang ya seperti itu," kata mantan Sekdaprov Jatim tersebut. 

Selain itu, untuk di kawasan Jawa bagian selatan, ia mengajak semua masyarakat setempat untuk bersama-sama membangun dan mempercepat proyek Jalur Lintas Selatan (JLS) yang menghubungkan antara Banyuwangi dan Pacitan.

Kehadiran JLS diyakininya meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus menambah pertumbuhan ekonomi daerah yang dilaluinya.

"JLS ini memperlancar arus barang dan jasa. Jika jalannya halus maka akan meningkatkan penjualan hasil panen, akan tetapi jika jalannya rusak maka ongkos angkut barang dan jasa tersebut dibebankan ke petani, bukan pada pembeli," katanya.

Oleh karena itu ia berharap kepada pemilik tanah yang terkena JLS agar segera melepaskannya untuk manfaat masyarakat luas.

"Jika JLS sudah terbangun maka harga tanahnya akan naik. Jadi, jangan tanahnya dinaikkan lalu di jual, tetapi dijual sekarang begitu JLS nya jadi, harga tanah di daerah sekitar akan ikut naik," katanya.

Salah satu kawasan yang menjadi perhatian utama adalah Kabupaten Trenggalek karena belum lama ini dilanda bencana berupa tanah longsor.

Bupati Trenggalek Emil Dardak mengakui bahwa wilayahnya ini merupakan daerah longsor yang berada di kawasan pegunungan karena sebanyak 53,8 persen berada ketinggian sekitar 100-500 meter berada di atas permukaan air laut.

Karena itulah pihaknya mengharapkan Pemprov Jatim agar hadir lebih dekat dengan menempatkan UPT Kehutanan di sana.

Alasannya,  kata suami Arumi Bachsin itu, karena sebanyak 66 persen wilayah hutan di Jatim berada di Trenggalek dan memiliki peta kerawanan bencana, terutama banjir dan tanah longsor.

"Sebab utama dari terjadinya alur sungai yang berpindah karena sungai yang menghadap ke samudera hindia sangat curah dan memiliki kecepatan air tinggi," katanya.

Solusi yang akan dilakukannya yakni memberikan ruang ke sungai agar bermanuver dan mengalir tidak pada satu muara. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016