Banyuwangi (Antara Jatim) - Sebanyak 80 peternak di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, berhasil mengembangkan usaha sapi perah di dataran rendah, padahal selama ini usaha itu identik dengan tempat yang tinggi dan berhawa dingin.
Ketua koperasi Karyo Remboko yang juga salah satu peternak Edy Sutrisno di Banyuwangi, Senin mengatakan beternak sapi perah bersama anggotanya telah mereka lakoni dalam beberapa tahun terakhir.
"Dari yang semula saya memelihara tiga ekor, kini sapinya berkembang menjadi 20 ekor," katanya.
Mereka adalah para peternak yang bernaung di bawah Koperasi Karyo Remboko di Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo. Sebanyak 80 peternak yang tergabung di koperasi itu sukses mengembangkan sapi perah yang produktif memproduksi ribuan liter susu segar per hari.
Dikatakan Edy, dari 80 anggotanya kini sapi perah yang berhasil dikembangkan koperasinya mencapai 650 ekor. Melalui koperasi itu pula, Edy bersama rekan-rekan peternak lainnya telah menjadi salah satu pemasok susu segar bagi perusahaan susu terkemuka.
Setiap dua hari sekali, secara rutin koperasi tersebut mampu mengirim susu sebanyak 3.000 liter ke pabrik susu Nestle. Sejak 2011, peternak di Banyuwangi menjadi salah satu pemasok susu ke Nestle yang difasilitasi oleh pemerintah daerah.
Menurut Edy, rata-rata susu yang dihasilkan peternak sapi Purwoharjo ini masuk grade 1 -2. Kriterianya adalah kadar lemaknya di atas 12 persen, berat jenisnya di atas 1,014 dan kandungan bakterinya ( TPC) di bawah 1 juta per mililiter.
Koperasi sendiri mengambil susu dari peternak dengan harga standar per liternya Rp4.700. Sementara susu dijual ke Nestle sesuai dengan grade yang ditentukan oleh perusahaan, yakni grade 1-4. Untuk grade 1 atau grade tertinggi harganya sebesar Rp5.200/ liter, selanjutnya untuk setiap penurun grade harga dikurangi Rp200 per liternya.
"Selain itu, peternak sapi perah juga menjual susu secara langsung kepada konsumen seharga Rp10 ribu per liter," ujarnya.
Koperasi itu, katranya, juga memproduksi susu segar yang dijual dalam kemasan gelas plastik ukuran 240 ml. Susu sapi ini juga sudah mulai diolah menjadi permen susu.
Menurut Edy, beternak di daerah yang berhawa relatif panas maupun di dataran tinggi tidak berbeda jauh. "Beternak sapi perah tidak harus di dataran tinggi, di daerah yang panas seperti di sini juga bisa dijalankan. Kuncinya adalah disiplin, keuletan dan menjaga asupan makanan maupun nutrisi dari sapi perah," katanya.
Begitu pula asupan makanan juga sangat berperan penting untuk meningkatkan produksi susu sapi. Per harinya satu ekor sapi perah membutuhkan makanan sebanyak 30 - 40 kilogram. Peternak di Purwoharjo tidak terlalu dipusingkan dengan pakan, karena bisa didapatkan dari batang daun buah naga dan pohon jeruk yang banyak ditemukan di daerah tersebut. Purwoharjo dan kecamatan sekitarnya merupakan salah satu sentra buah naga dan jeruk di Banywuangi.
"Formula pakan semacam itu hasil uji coba kami, sampai mengorbankan 30 sapi perah mati. Setelah tanya sana-sini, ternyata buah naga yang kandungannya 90 persen air harus dicampur dengan bungkil jagung," cerita Edy.
Dengan perawatan semacam itu, kini dalam satu hari per ekor sapi perah rata-rata menghasilkan 10 liter susu. Bahkan di masa setelah melahirkan produksinya bisa mencapai 15 - 20 liter per hari. "Kalau beternak di hawa dingin pengaruhnya pada produksi susu 2 - 3 liter lebih banyak, tidak terlalu signifikan," ujarnya.
Ia menjelaskan beternak sapi perah memiliki keuntungan ekonomis yang lebih tinggi dari pada sapi potong. Apalagi harga sapi perah terus naik. Kini, harga sapi perah bunting per ekor mencapai Rp23 juta, padahal beberapa tahun lalu hanya Rp10 juta.
"Harganya tidak pernah turun. Peternak juga masih mendapatkan keuntungan dari susu dan dari anakan sapi yang bisa dijual," ujarnya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan pihaknya terus mendorong kemajuan peternakan sapi perah. Salah satunya dengan melengkapi infrastruktur pendukung produksi susu sapi.
"Tahun depan kami akan memenuhi permintaan mesin pendingin (cooler) bagi kelompok peternak untuk menjaga kualitas susu sebelum didistribusikan," kata Anas saat mengunjungi para peternak tersebut.
Anas pun meminta petani juga sudah mulai berpikir kreatif dengan lebih mengembangkan pengolahan pascaproduksi. Menurut Anas, peternak yang bisa mengolah susu menjadi produk makanan akan jauh lebih menguntungkan. Seperti mengolahnya menjadi permen, atau membuat lulur yag berbahan susu sapi.
"Saya menginginkan agar peternak ini tidak menjual susu segar saja, namun olahlah agar susu mempunyai nilai tambah. Yang namanya roti susu, misalnya, pasti lebih mahal daripada susu segar yang belum diolah. Dinas Peternakan akan saya tambah anggarannya untuk pengiriman peternak agar bisa mengikuti pelatihan pengolahan susu supaya nambah ilmunya," ujar Anas.
Di Banyuwangi terdapat 200 lebih peternak sapi perah dengan populasi sapinya mencapai sejumlah 1.200 ekor. Sebagian besar sapi perah yang berkembang di Banyuwangi adalah jenis Friesian Holstein (FH).(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Ketua koperasi Karyo Remboko yang juga salah satu peternak Edy Sutrisno di Banyuwangi, Senin mengatakan beternak sapi perah bersama anggotanya telah mereka lakoni dalam beberapa tahun terakhir.
"Dari yang semula saya memelihara tiga ekor, kini sapinya berkembang menjadi 20 ekor," katanya.
Mereka adalah para peternak yang bernaung di bawah Koperasi Karyo Remboko di Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo. Sebanyak 80 peternak yang tergabung di koperasi itu sukses mengembangkan sapi perah yang produktif memproduksi ribuan liter susu segar per hari.
Dikatakan Edy, dari 80 anggotanya kini sapi perah yang berhasil dikembangkan koperasinya mencapai 650 ekor. Melalui koperasi itu pula, Edy bersama rekan-rekan peternak lainnya telah menjadi salah satu pemasok susu segar bagi perusahaan susu terkemuka.
Setiap dua hari sekali, secara rutin koperasi tersebut mampu mengirim susu sebanyak 3.000 liter ke pabrik susu Nestle. Sejak 2011, peternak di Banyuwangi menjadi salah satu pemasok susu ke Nestle yang difasilitasi oleh pemerintah daerah.
Menurut Edy, rata-rata susu yang dihasilkan peternak sapi Purwoharjo ini masuk grade 1 -2. Kriterianya adalah kadar lemaknya di atas 12 persen, berat jenisnya di atas 1,014 dan kandungan bakterinya ( TPC) di bawah 1 juta per mililiter.
Koperasi sendiri mengambil susu dari peternak dengan harga standar per liternya Rp4.700. Sementara susu dijual ke Nestle sesuai dengan grade yang ditentukan oleh perusahaan, yakni grade 1-4. Untuk grade 1 atau grade tertinggi harganya sebesar Rp5.200/ liter, selanjutnya untuk setiap penurun grade harga dikurangi Rp200 per liternya.
"Selain itu, peternak sapi perah juga menjual susu secara langsung kepada konsumen seharga Rp10 ribu per liter," ujarnya.
Koperasi itu, katranya, juga memproduksi susu segar yang dijual dalam kemasan gelas plastik ukuran 240 ml. Susu sapi ini juga sudah mulai diolah menjadi permen susu.
Menurut Edy, beternak di daerah yang berhawa relatif panas maupun di dataran tinggi tidak berbeda jauh. "Beternak sapi perah tidak harus di dataran tinggi, di daerah yang panas seperti di sini juga bisa dijalankan. Kuncinya adalah disiplin, keuletan dan menjaga asupan makanan maupun nutrisi dari sapi perah," katanya.
Begitu pula asupan makanan juga sangat berperan penting untuk meningkatkan produksi susu sapi. Per harinya satu ekor sapi perah membutuhkan makanan sebanyak 30 - 40 kilogram. Peternak di Purwoharjo tidak terlalu dipusingkan dengan pakan, karena bisa didapatkan dari batang daun buah naga dan pohon jeruk yang banyak ditemukan di daerah tersebut. Purwoharjo dan kecamatan sekitarnya merupakan salah satu sentra buah naga dan jeruk di Banywuangi.
"Formula pakan semacam itu hasil uji coba kami, sampai mengorbankan 30 sapi perah mati. Setelah tanya sana-sini, ternyata buah naga yang kandungannya 90 persen air harus dicampur dengan bungkil jagung," cerita Edy.
Dengan perawatan semacam itu, kini dalam satu hari per ekor sapi perah rata-rata menghasilkan 10 liter susu. Bahkan di masa setelah melahirkan produksinya bisa mencapai 15 - 20 liter per hari. "Kalau beternak di hawa dingin pengaruhnya pada produksi susu 2 - 3 liter lebih banyak, tidak terlalu signifikan," ujarnya.
Ia menjelaskan beternak sapi perah memiliki keuntungan ekonomis yang lebih tinggi dari pada sapi potong. Apalagi harga sapi perah terus naik. Kini, harga sapi perah bunting per ekor mencapai Rp23 juta, padahal beberapa tahun lalu hanya Rp10 juta.
"Harganya tidak pernah turun. Peternak juga masih mendapatkan keuntungan dari susu dan dari anakan sapi yang bisa dijual," ujarnya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan pihaknya terus mendorong kemajuan peternakan sapi perah. Salah satunya dengan melengkapi infrastruktur pendukung produksi susu sapi.
"Tahun depan kami akan memenuhi permintaan mesin pendingin (cooler) bagi kelompok peternak untuk menjaga kualitas susu sebelum didistribusikan," kata Anas saat mengunjungi para peternak tersebut.
Anas pun meminta petani juga sudah mulai berpikir kreatif dengan lebih mengembangkan pengolahan pascaproduksi. Menurut Anas, peternak yang bisa mengolah susu menjadi produk makanan akan jauh lebih menguntungkan. Seperti mengolahnya menjadi permen, atau membuat lulur yag berbahan susu sapi.
"Saya menginginkan agar peternak ini tidak menjual susu segar saja, namun olahlah agar susu mempunyai nilai tambah. Yang namanya roti susu, misalnya, pasti lebih mahal daripada susu segar yang belum diolah. Dinas Peternakan akan saya tambah anggarannya untuk pengiriman peternak agar bisa mengikuti pelatihan pengolahan susu supaya nambah ilmunya," ujar Anas.
Di Banyuwangi terdapat 200 lebih peternak sapi perah dengan populasi sapinya mencapai sejumlah 1.200 ekor. Sebagian besar sapi perah yang berkembang di Banyuwangi adalah jenis Friesian Holstein (FH).(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016