Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah Kota Surabaya masih sulit untuk membuat kebijakan penurunan Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebgaimana instruksi dari pemerintah pusat dalam paket kebijakan ekonomi karena untuk membuat aturan penurunan BPTHB dibutuhkan kajian yang matang dan masih minim landasan hukum.


Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan (DPPK) Pemkot Surabaya Yusron Sumartono, di Surabaya, Kamis, mengatakan memang dari pemerintah pusat sudah mengeluarkan PP No 34 tahun 2016 tentang pajak penghasulan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dan pernjanjian pengikatan jual beli atas tanan dan atau bangunan.


“Dalam PP tersebut hanya ada regulasi tentang penurunan pajak penghasilan (PPh) yaitu dari 5 persen ke 2,5 persen. Sedangkan untuk penurunan BPTHB itu belum ada landasan paying hukumnya,” ujar Yusron.


Sebagaimana yang ia dengar dari pusat, memang adanya kebijakan penurunan pajak BPHTB ini sempat diusulkan juga oleh DPD REI pusat, usulannya pajak diturunkan dari 5 persen dari harga beli bangunan atau tanah menjadi satu persen.


Meski begitu Yusron mengatakan, selain masih kurang landasan hukumnya, dalam UU No 28 Tahun 2010 tentang pajak daerah pun sudah disebutkan dalam pasal 88 bahwa tarif untuk pajak BPHTB ditentukan nilainya masimal lima persen dan besaran tarifnya diatur dalam peraturan daerah. Bahkan Surabaya pun, aturan tentang pajak BPHTB ini juga sudah ada di Perda No 11 Tahun 2011 tentang pajak BPHTB.


“Memang dalam paket kebijakan ekonomi itu diharapkan pemerintah daerah menurutnkan tariff pajak BPHTP, tapi untuk bisa menurunkan itu pun harus melalui mekanisme undang undang dan perda,” tandas Yusron.


Selain itu, dirinya juga berpendapat bahwa kalaupun nantinya pemerintah daerah harus mengikuti kebijakan tersebut, maka harus melalui pertimbangan dan kajian yang matang. Terutama korelasinya dengan pendapatan asli daerah. Sejauh ini pendapatan pajak BPHTB kota Surabaya cukup besar.


Tahun 2015 lalu capaian penerimaan dari pajak BPHTB ada sebesar Rp 825 miliar, sedangkan tahun ini, target pendapatan dari sektor ini diperkirakan bisa mencapai Rp830 miliar. Sedangkan saat ini diakui Yusron sudah mencapai 60 persen dari target. Menurut Yusron jika sampai ada penurunan besaran tariff pajak BPHTP tentu bisa sangat berpengaruh pada PAD Kota Surabaya.


“Kalau menurut hemat kami, tetap semuanya prinsipnya kembali ke masyarakaat, kalau ada penurunan pajak, maka otomatis akan berdampak ke pendapatan, yang nantinya pendapatan juga akan dipakai untuk pelayanan ke masyarakat. Mulai bangun jalan, biaya sekolah gratis, kesehatan, dan juga pelayanan yang lain. Perlu pertimbangan dan kajian yang benar benar matang,” kata Yusron.


Belum lagi saat ini kondisi dana perimbangan dari pusat juga terus menurun, baik dana alokasi umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun ini juga banyak dilakukan penundaan. Ia ingin agar pemerintah pusat juga mempertimbangkan dari sisi keuangan pemerintah di daerah.


Di sisi lain, pemkot sudah memberikan banyak kemudahan untuk meingkatkan iklim investasi di Surabaya. seperti mempermudah perijinan, mempercepat pengurusan IMB dan SKRK dan juga kemudahan yang lain. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016