Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menargetkan pengerjaan tiga proyek jalan yakni frontage road (FR) sisi barat dan timur Jalan Ahmad Yani, Wiyung dan Kedung Baruk Surabaya akan tuntas pada 2016 ini.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (PUBMP) Kota Surabaya, Erna Purnawati, di Surabaya, Selasa, mengatakan sejatinya ada tujuh titik pengerjaan jalan yang masih dalam tahap penyelesaian.
"Tetapi, merujuk pada masalah pembebasan tanah yang tidak mudah, belum semua proyek tersebut bisa diselesaikan pada tahun ini," katanya.
Tujuh proyek tersebut yakni Lingkar Luar Timur, Lingkar Luar Barat, Middle East Ring Road (MERR), frontage road sisi Timur dan sisi Barat Jalan A Yani, Wiyung (Babatan), dan Kedung Baruk.
"Untuk tahun ini, proyek yang tuntas yakni Wiyung, Kedung Baruk dan frontage road," katanya.
Menurut Erna, masalah pembebasan lahan menjadi kendala utama dalam penyelesaian proyek ini. Dibutuhkan anggaran besar untuk membebaskan lahan dan bangunan di tujuh titik tersebut.
Untuk tahun 2016 ini, Dinas PUBMP menganggarkan anggaran sebesar Rp110 miliar. "Anggaran tersebut hanya untuk biaya ganti rugi pembebasan lahan saja," katanya.
Erna mencontohkan untuk pengerjaan MERR dengan panjang 1,6 kilometer, dari jumlah 216 persil, baru 80 persen yang dibebaskan. Atau sebanyak 160 persil yang sudah dibayar. Beberapa persil yang belum dibebaskan tersebut dikarenakan warga meminta harga sangat tinggi.
"Ada yang minta per meter Rp18 juta. Kalau seperti itu, kami tidak bisa melakukan pembayaran karena jauh dari appraisal," katanya.
Sementara untuk di Wiyung, Erna menyampaikan di tahun depan, fisiknya sudah bisa diselesaikan. Sama seperti di MERR, di Wiyung juga ada warga yang meminta harga tinggi untuk pembebasan lahan sehingga ada enam persil yang dikonsinyasi.
Pemkot Surabaya sudah menitipkan uang di pengadilan. Dia berharap pada 2017 nanti, sudah ada kontrak untuk Wiyung.
"Mereka minta harga tinggi sekali. Ini Rp11 miliar untuk enam persil tersebut sudah kami titipkan ke pengadilan. Proses-proses di pengadilan sudah dilalui. Kami sudah minta pengosongan. Untuk Undang-Undang yang baru, kalau pengosongan ketuanya Pengadilan Negeri, Pemkot hanya pendamping di lapangan. Kami juga sudah menjelaskan ke warga, kalau uangnya di pengadilan tidak akan bertambah atau berkurang," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (PUBMP) Kota Surabaya, Erna Purnawati, di Surabaya, Selasa, mengatakan sejatinya ada tujuh titik pengerjaan jalan yang masih dalam tahap penyelesaian.
"Tetapi, merujuk pada masalah pembebasan tanah yang tidak mudah, belum semua proyek tersebut bisa diselesaikan pada tahun ini," katanya.
Tujuh proyek tersebut yakni Lingkar Luar Timur, Lingkar Luar Barat, Middle East Ring Road (MERR), frontage road sisi Timur dan sisi Barat Jalan A Yani, Wiyung (Babatan), dan Kedung Baruk.
"Untuk tahun ini, proyek yang tuntas yakni Wiyung, Kedung Baruk dan frontage road," katanya.
Menurut Erna, masalah pembebasan lahan menjadi kendala utama dalam penyelesaian proyek ini. Dibutuhkan anggaran besar untuk membebaskan lahan dan bangunan di tujuh titik tersebut.
Untuk tahun 2016 ini, Dinas PUBMP menganggarkan anggaran sebesar Rp110 miliar. "Anggaran tersebut hanya untuk biaya ganti rugi pembebasan lahan saja," katanya.
Erna mencontohkan untuk pengerjaan MERR dengan panjang 1,6 kilometer, dari jumlah 216 persil, baru 80 persen yang dibebaskan. Atau sebanyak 160 persil yang sudah dibayar. Beberapa persil yang belum dibebaskan tersebut dikarenakan warga meminta harga sangat tinggi.
"Ada yang minta per meter Rp18 juta. Kalau seperti itu, kami tidak bisa melakukan pembayaran karena jauh dari appraisal," katanya.
Sementara untuk di Wiyung, Erna menyampaikan di tahun depan, fisiknya sudah bisa diselesaikan. Sama seperti di MERR, di Wiyung juga ada warga yang meminta harga tinggi untuk pembebasan lahan sehingga ada enam persil yang dikonsinyasi.
Pemkot Surabaya sudah menitipkan uang di pengadilan. Dia berharap pada 2017 nanti, sudah ada kontrak untuk Wiyung.
"Mereka minta harga tinggi sekali. Ini Rp11 miliar untuk enam persil tersebut sudah kami titipkan ke pengadilan. Proses-proses di pengadilan sudah dilalui. Kami sudah minta pengosongan. Untuk Undang-Undang yang baru, kalau pengosongan ketuanya Pengadilan Negeri, Pemkot hanya pendamping di lapangan. Kami juga sudah menjelaskan ke warga, kalau uangnya di pengadilan tidak akan bertambah atau berkurang," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016