Trenggalek (Antara Jatim) - Kejaksaan Negeri Trenggalek, Kamis menahan dua tersangka korupsi kredit fiktif dan penarikan dana nasabah di Bank Perkreditan Rakyat Jatim atau yang sekarang berubah nama menjadi Bank UMKM Jawa Timur.
"Tindakan penahanan kami lakukan setelah mendapat alat bukti cukup serta keterangan yang meyakinkan," kata juru bicara Kejari Trenggalek Mochammad Taufik.
Sebelum ditahan, kata Taufik, kedua tersangka masing-masing mantan kepala Bank UMKM Kantor Kas Karangan bernama Nur Muhammad dan teller bank Edi Sutrisno sempat diperiksa selama kurang lebih enam jam.
Jaksa lalu membawa kedua tersangka ke mobil tahanan kejaksaan untuk selanjutnya dititipkan di Rutan Klas 2b Trenggalek.
"Sesuai prosedur tersangka kami lakukan penahanan selama 20 hari untuk memudahkan proses penyidikan hingga persidangan mendatang," ujarnya.
Sebagaimana ringkasan hasil pemeriksaan jaksa penyidik, kedua mantan pegawai Bank UMKM atau sebelumnya bernama BPR Jatim itu diduga melakukan serangkaian tindak pidana korupsi dengan membuat kredit fiktif dan penarikan dana nasabah senilai Rp4,982 miliar.
Menurut penjelasan Taufik, tindak pidana itu dilakukan atas inisiatif Nur Muhammad yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bank Perkreditan Rakyat Jatim Kantor Kas Karangan (sebelum berubah nama menjadi Bank UMKM), selama kurun 2010-2016.
Ia memaparkan, ada dua modus penggelapan atau manipulasi bertendensi kredit fiktif dilakukan tersangka Nur bersama anak buahnya Edi.
Modus pertama, kata taufik, yakni dengan melakukan pembatalan transaksi dan penarikan fiktif.
Untuk pembatalan transaksi totalnya hasil audit internal Bank BPR Jatim yang diserahkan ke Kejaksaan negeri Trenggalek tercatat sebesar Rp189 juta, sedangkan penarikan fiktif sebesar Rp130 juta, sehingga totalnya Rp316 juta.
"Modus yang lain dengan menyalahgunakan pemberian fasilitas kredit," katanya.
Menurut penjelasan Taufik, ada tiga cara yang digunakan kedua pelaku dalam memanipulasi kredit nasabah, yakni dengan melakukan realisasi kredit fiktif.
"Jadi orang yang sudah lunas dalam tanggungan kredit di BPR Jatim diajukan kembali oleh para tersangka ini, seolah-olah nasabah tersebut mengajukan kembali. Besarannya mencapai Rp4,153 miliar," paparnya.
Cara kedua, lanjut Taufik, kedua pelaku secara sekongkol melakukan penggelembungan (mark up) realisasi plafon kredit.
"Misalkan dalam kredit itu nasabah pinjam Rp30 juta namun yang direalisasikan hanya Rp10 juta, sedangkan sisanya digunakan oleh para tersangka," ujarnya.
Cara ketiga yang dilakukan NM dan ES adalah melakukan pelunasan kredit yang tidak dilunaskan, misalnya nasabah yang hendak melakukan pelunasan kredit yang tinggal lima bulan atau enam bulan, namun uangnya tidak disetorkan pada kantor kas. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Tindakan penahanan kami lakukan setelah mendapat alat bukti cukup serta keterangan yang meyakinkan," kata juru bicara Kejari Trenggalek Mochammad Taufik.
Sebelum ditahan, kata Taufik, kedua tersangka masing-masing mantan kepala Bank UMKM Kantor Kas Karangan bernama Nur Muhammad dan teller bank Edi Sutrisno sempat diperiksa selama kurang lebih enam jam.
Jaksa lalu membawa kedua tersangka ke mobil tahanan kejaksaan untuk selanjutnya dititipkan di Rutan Klas 2b Trenggalek.
"Sesuai prosedur tersangka kami lakukan penahanan selama 20 hari untuk memudahkan proses penyidikan hingga persidangan mendatang," ujarnya.
Sebagaimana ringkasan hasil pemeriksaan jaksa penyidik, kedua mantan pegawai Bank UMKM atau sebelumnya bernama BPR Jatim itu diduga melakukan serangkaian tindak pidana korupsi dengan membuat kredit fiktif dan penarikan dana nasabah senilai Rp4,982 miliar.
Menurut penjelasan Taufik, tindak pidana itu dilakukan atas inisiatif Nur Muhammad yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bank Perkreditan Rakyat Jatim Kantor Kas Karangan (sebelum berubah nama menjadi Bank UMKM), selama kurun 2010-2016.
Ia memaparkan, ada dua modus penggelapan atau manipulasi bertendensi kredit fiktif dilakukan tersangka Nur bersama anak buahnya Edi.
Modus pertama, kata taufik, yakni dengan melakukan pembatalan transaksi dan penarikan fiktif.
Untuk pembatalan transaksi totalnya hasil audit internal Bank BPR Jatim yang diserahkan ke Kejaksaan negeri Trenggalek tercatat sebesar Rp189 juta, sedangkan penarikan fiktif sebesar Rp130 juta, sehingga totalnya Rp316 juta.
"Modus yang lain dengan menyalahgunakan pemberian fasilitas kredit," katanya.
Menurut penjelasan Taufik, ada tiga cara yang digunakan kedua pelaku dalam memanipulasi kredit nasabah, yakni dengan melakukan realisasi kredit fiktif.
"Jadi orang yang sudah lunas dalam tanggungan kredit di BPR Jatim diajukan kembali oleh para tersangka ini, seolah-olah nasabah tersebut mengajukan kembali. Besarannya mencapai Rp4,153 miliar," paparnya.
Cara kedua, lanjut Taufik, kedua pelaku secara sekongkol melakukan penggelembungan (mark up) realisasi plafon kredit.
"Misalkan dalam kredit itu nasabah pinjam Rp30 juta namun yang direalisasikan hanya Rp10 juta, sedangkan sisanya digunakan oleh para tersangka," ujarnya.
Cara ketiga yang dilakukan NM dan ES adalah melakukan pelunasan kredit yang tidak dilunaskan, misalnya nasabah yang hendak melakukan pelunasan kredit yang tinggal lima bulan atau enam bulan, namun uangnya tidak disetorkan pada kantor kas. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016