Malang (Antara Jatim) - Wali Kota Malang Moch Anton meminta Badan Ppenyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk bersikap adil pada konsumen, terutama dalam hal perlindungan pada mereka.

"Sampai saat ini kesadaran konsumen masih rendah, hal itu juga dibarengi dengan rendahnya kesadaran produsen dalam melindungi konsumen, sehingga terjadi ketidakadilan antarkeduanya. Oleh karena itu, BPSK ini perlu melakukan beberapa hal untuk melindungi konsumennya," kata Moch Anton dalam sambutan pelantikan pengurus BPSK Kota Malang, periode 2016-2021 di Balai Kota Malang,  Jawa Timur, Kamis.

Menurut Anton, ada empat pilar yang harus dipegang para anggota BPSK, yakni meningkatan produk barang dan jasa yang pro konsumen, menciptakan kepastian hukum, mengintensifkan barang dan jasa, serta melakukan sosialisasi kepada konsumen agar mereka cerdas dalam memilih barang dan jasa tersebut.

Ia mengatakan semua itu harus dilakukan agar konsumen bisa mengkonsumsi barang dengan aman sehingga bisa mendukung peningkatan ekonomi daerah. Dalam iklim globalisasi yang ditandai perdagangan bebas ini memerlukan kepastian bagi masyarakat terkait keamanan barang, sehingga tidak meresahkan konsumen.

Anggota BPSK yang ada di bawah koordinasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) itu terdiri dari unsur pemerintah dan konsumen yang bertugas menyelesaikan segala macam permasalahan yang berkaitan dengan sengketa konsumen. "Kepengurusan baru ini bisa menjadi mitra pemerintah dalam memajukan ekonomi," ujarnya.

Sementara itu, Ketua BPSK Kota Malang Luh Putu Eka Wilantari mengimbau agar masyarakat menolak jika kendaraannya dirampas debt collector. Perampasan kendaraan yang masih terikat leasing dengan salah satu lembaga pembiayaan oleh debt collector merupakan tindakan melawan hukum dan dapat diproses di pengadilan. "Banyak kasus perampasan kendaraan yang dilakukan debt collector," katanya.

Berdasarkan pantauan dan data yang masuk ke BPSK, ulah debt collector itu benar-benar memprihatinkan. Beberapa konsumen yang tunggakannya hanya kurang tiga atau empat bulan menjadi sasaran pengambilan kendaraan yang sangat merugikan konsumen.

Banyak cara yang dilakukan debt collector, termasuk menggunakan mata elang atau pakai modus tanda tangan di atas surat kosong dengan dalih pengecekan mesin. Perampasan kendaraan terjadi karena selama ini konsumen belum memahami dengan baik aturan dan mekanismenya.

Kendaraan, lanjutnya, bisa dirampas selama ada penetapan dari pengadilan, sebab pihak lembaga pembiayaan sudah menjaminkan fidusia ke pengadilan. "Kalau debt collector datang ke konsumen tidak membawa penetapan dari pengadilan, pertahankan kendaraan, jangan sampai dilepas. Jika ada paksaan, laporkan saja kepada kami," paparnya.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016