Luanda (Antara) - Sebanyak 10 tentara Angola tewas dan sembilan mengalami luka saat bertempur melawan kelompok pemberontak di kawasan kaya minyak Cabinda, sehingga menaikkan angka kematian menjadi hampir 40, demikian gerilyawan separatis menyatakan pada Senin.

Komando tinggi Front Pembebasan Daerah Cabinda (FLEC)--kelompok penuntut kemerdekaan di wilayah yang memproduksi setengah total produksi minyak Angola--kini semakin keras sejak kematian pendiri Nzita Tiago (88) pada awal tahun ini saat berada di Prancis.

Dalam pernyataan tertulis pada Senin, FLEC meminta pemerintah China untuk menarik pulang semua warga negaranya yang berada di Cabinda karena kehadiran mereka dinilai "memprovokasi."

Perusahaan-perusahaan China sudah berinvestasi besar di Afrika dalam beberapa tahun terakhir untuk mengamankan kekayaan alam benua tersebut sehingga dapat menopang pembangunan ekonomi China.

Namun investasi tersebut sering kali menjadi sumber kekerasan oleh para penambang lokal terhadap pekerja China yang berada di Afrika.

Bentrokan terbaru terjadi pada Jumat dan Sabtu pekan lalu di wilayah antara Dinge dan Massabi, kata FLEC. Sebelumnya pada Agustus lalu juga terjadi beberapa serangan yang menewaskan dua gerilyawan dan 17 tentara.

Hingga kini otoritas Angola, yang merupakan produsen minyak terbesar di Afrika, belum mengeluarkan tanggapan atas berita ini. Pada 1 Agustus tahun lalu, pemerintah tidak merespon keterangan dari FLEC mengenai tewasnya tentara, demikian Reuters melaporkan. (*)

Pewarta: Supervisor

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016