Surabaya (Antara Jatim) - Empat negara melakukan duplikasi program "Community Outreach Program" (COP) atau program pengabdian kepada masyarakat di daerah terpencil yang diadakan Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya pada setiap tahun.
"Hong Kong sudah melaksanakan COP pada tiga tahun lalu, sedangkan Taiwan sudah dua tahunan. Tahun depan, Jepang dan China akan melakukan duplikasi," kata Rektor UKP Surabaya Prof Dr Eng Rolly Intan MA. Sc kepada Antara di Surabaya, Selasa.
Di sela Halalbihalal Rektor UKP dengan wartawan, ia menjelaskan pihaknya juga sudah mengikutsertakan 2-3 mahasiswa UKP dalam COP di Hong Kong.
"Jadi, kalau selama ini, ada banyak negara yang mengikuti COP yang kami adakan, maka sejak ada COP di luar negeri itu, akhirnya mahasiswa kami juga bisa mengikuti COP di negara lain, tentu lokasinya mirip yakni daerah terpencil," katanya.
Bahkan, di Hong Kong juga ada yang namanya desa terbuang, karena mayoritas warganya menderita kusta, sehingga dijauhi oleh tetangga sekitarnya dan akhirnya terusir dalam satu kawasan khusus penderita kusta.
Untuk COP 2016 yang diadakan UKP di Mojokerto, ia mengatakan sekarang ada 201 mahasiswa dari sembilan negara yang terlibat COP 2016 yakni dua negara dari Eropa dan tujuh dari Asia.
Ke-201 mahasiswa itu meliputi 141 mahasiswa asing (delapan negara) dan 60 mahasiswa Indonesia. Ke-60 mahasiswa Indonesia itu tercatat 51 mahasiswa UKP dan sembilan mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira-Kupang NTT.
"Untuk delapan negara itu memang ada dua negara baru yakni Singapura dan Inggris, nah peserta dari SIM University Singapura itu ada anak Presiden Joko Widodo, namun dia tidak mau diwawancarai dan pihak Istana juga tidak ada informasi apa-apa. Alasannya, ia ingin tulus dalam pengabdian masyarakat di Mojokerto itu," katanya.
Menurut dia, sejak 20 tahun lalu hingga COP 2016 tercatat 2.635 alumni COP UKP sudah tersebar pada sejumlah negara dengan jumlah terbanyak dari Indonesia dan Korea Selatan.
"Dari Dongseo University Korea Selatan ada 700-am alumni. Mereka senang bahwa mahasiswanya mendapatkan pelajaran kehidupan yang berharga dari COP. Mereka bilang mahasiswa Dongseo yang alumni COP itu pasti mahasiswa yang beda," katanya.
Bahkan, mahasiswa Jepang mengaku COP telah membuatnya memiliki "mindset" (pola pikir) yang berbeda dari sebelumnya. "Bahagia itu bukan cuma terkait uang, karena masyarakat desa yang hidupnya sangat sederhana juga bahagia," katanya.
Oleh karena itu, tahun ini ada 3-4 mahasiswa alumni COP Kediri yang datang bersama peserta COP 2016 untuk melakukan kegiatan sosial di daerah asal mereka melakukan COP pada beberapa tahun lalu.
"Contoh lain adalah mahasiswa Dongseo University Korsel yang sempat menemukan anak Kediri bernama Siti yang mengalami gagal jantung, sehingga mereka melakukan penggalangan dana di Korsel hingga terkumpul Rp150 juta," katanya.
Namun, secara medis tidak memungkinkan bagi Siti untuk diobati di Korsel, sehingga Siti ditangani para dokter ahli RSUD dr Soetomo Surabaya. "Syukur, pengobatan Siti sukses dan kini sehat kembali," katanya.
Artinya, COP kini tidak lagi hanya mencetak generasi muda yang menjadi masyarakat global dalam komunitas "universitas global", namun mereka sudah menjadi masyarakat yang mampu melakukan "gerakan global" untuk masyarakat yang kurang beruntung.
Sementara itu, UKP juga menyambut kedatangan 2.137 mahasiswa baru dengan serangkaian kegiatan bertajuk "Welcome Grateful Generation (WGG) 2016" yang bertema "Growing with Love, Growing in Love" di Universitas Kristen Petra Surabaya mulai tanggal 18 Juli hingga 4 Agustus 2016. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Hong Kong sudah melaksanakan COP pada tiga tahun lalu, sedangkan Taiwan sudah dua tahunan. Tahun depan, Jepang dan China akan melakukan duplikasi," kata Rektor UKP Surabaya Prof Dr Eng Rolly Intan MA. Sc kepada Antara di Surabaya, Selasa.
Di sela Halalbihalal Rektor UKP dengan wartawan, ia menjelaskan pihaknya juga sudah mengikutsertakan 2-3 mahasiswa UKP dalam COP di Hong Kong.
"Jadi, kalau selama ini, ada banyak negara yang mengikuti COP yang kami adakan, maka sejak ada COP di luar negeri itu, akhirnya mahasiswa kami juga bisa mengikuti COP di negara lain, tentu lokasinya mirip yakni daerah terpencil," katanya.
Bahkan, di Hong Kong juga ada yang namanya desa terbuang, karena mayoritas warganya menderita kusta, sehingga dijauhi oleh tetangga sekitarnya dan akhirnya terusir dalam satu kawasan khusus penderita kusta.
Untuk COP 2016 yang diadakan UKP di Mojokerto, ia mengatakan sekarang ada 201 mahasiswa dari sembilan negara yang terlibat COP 2016 yakni dua negara dari Eropa dan tujuh dari Asia.
Ke-201 mahasiswa itu meliputi 141 mahasiswa asing (delapan negara) dan 60 mahasiswa Indonesia. Ke-60 mahasiswa Indonesia itu tercatat 51 mahasiswa UKP dan sembilan mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira-Kupang NTT.
"Untuk delapan negara itu memang ada dua negara baru yakni Singapura dan Inggris, nah peserta dari SIM University Singapura itu ada anak Presiden Joko Widodo, namun dia tidak mau diwawancarai dan pihak Istana juga tidak ada informasi apa-apa. Alasannya, ia ingin tulus dalam pengabdian masyarakat di Mojokerto itu," katanya.
Menurut dia, sejak 20 tahun lalu hingga COP 2016 tercatat 2.635 alumni COP UKP sudah tersebar pada sejumlah negara dengan jumlah terbanyak dari Indonesia dan Korea Selatan.
"Dari Dongseo University Korea Selatan ada 700-am alumni. Mereka senang bahwa mahasiswanya mendapatkan pelajaran kehidupan yang berharga dari COP. Mereka bilang mahasiswa Dongseo yang alumni COP itu pasti mahasiswa yang beda," katanya.
Bahkan, mahasiswa Jepang mengaku COP telah membuatnya memiliki "mindset" (pola pikir) yang berbeda dari sebelumnya. "Bahagia itu bukan cuma terkait uang, karena masyarakat desa yang hidupnya sangat sederhana juga bahagia," katanya.
Oleh karena itu, tahun ini ada 3-4 mahasiswa alumni COP Kediri yang datang bersama peserta COP 2016 untuk melakukan kegiatan sosial di daerah asal mereka melakukan COP pada beberapa tahun lalu.
"Contoh lain adalah mahasiswa Dongseo University Korsel yang sempat menemukan anak Kediri bernama Siti yang mengalami gagal jantung, sehingga mereka melakukan penggalangan dana di Korsel hingga terkumpul Rp150 juta," katanya.
Namun, secara medis tidak memungkinkan bagi Siti untuk diobati di Korsel, sehingga Siti ditangani para dokter ahli RSUD dr Soetomo Surabaya. "Syukur, pengobatan Siti sukses dan kini sehat kembali," katanya.
Artinya, COP kini tidak lagi hanya mencetak generasi muda yang menjadi masyarakat global dalam komunitas "universitas global", namun mereka sudah menjadi masyarakat yang mampu melakukan "gerakan global" untuk masyarakat yang kurang beruntung.
Sementara itu, UKP juga menyambut kedatangan 2.137 mahasiswa baru dengan serangkaian kegiatan bertajuk "Welcome Grateful Generation (WGG) 2016" yang bertema "Growing with Love, Growing in Love" di Universitas Kristen Petra Surabaya mulai tanggal 18 Juli hingga 4 Agustus 2016. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016