Surabaya, (Antara Jatim) - Manajemen PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) mempertanyakan kriminalisasi General Manager Pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang dituduh  melakukan pelayanan kegiatan bongkar muat di lingkungan pelabuhan yang dinilai tidak berizin.

"Pelindo itu Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Dalam Pasal 90,91 dan 92 Undang-undang Pelayaran menyatakan bahwa pelayanan jasa bongkar muat dapat dilakukan oleh BUP. Jadi, kegiatan Pelindo III sah secara undang-undang," kata Sekretaris Perusahaan PT Pelabuhan  Indonesia III atau Pelindo III, Yon Irawan, di Surabaya, Sabtu.

Yon mengemukakan hal tersebut menanggapi persoalan yang dihadapai manajemen Pelabuhan Tanjung Emas  yang merupakan anak perusahaan Pelindo III terkait  ditersangkakannya General Manager Tanjung Emas Tri Suhardi karena melakukan pelayanan bongkar muat di pelabuhan tersebut.

Persoalan pelayanan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang  sebelumnya juga pernah dihentikan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tanjung Emas Semarang.

Setelah itu, kini General Manager Pelindo III Tanjung Emas Semarang Tri Suhardi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kepolisian Daerah Jawa Tengah berdasarkan laporan yang diajukan Ketua DPW Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jawa Tengah yang menuduh kegiatan pelayanan bongkar muat Pelindo III tidak memiliki izin dan menyalahi aturan.

"Kalau yang dipersoalkan DPW APBMI Jawa Tengah tentang Pasal 30, 31, 32 Undang-Undang Pelayaran yang menyebutkan bahwa kegiatan bongkar muat dilakukan oleh perusahaan khusus, mereka juga seharusnya melihat di Pasal 90, 91, 92," kata Yon.

Dalam pasal itu, katanya,  pelayanan jasa bongkar muat dapat dilakukan oleh BUP. Penyidik harus juga melihat pasal tersebut karena Pelindo III merupakan BUP sehingga kegiatan Pelindo III sah menurut undang-undang.

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APBMI pada tahun 2010 pernah mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi mengenai isi  Pasal 90 Undang-undang 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa keberadaan pasal tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945 sehingga menolak permohonan yang diajukan oleh DPP APBMI.

Penegasan Pelindo III sebagai BUP tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 88 Tahun 2011 tentang Pemberian Izin Usaha Kepada PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) sebagai Badan Usaha Pelabuhan.

Dalam Keputusan Menteri tersebut salah satunya menyatakan bahwa Pelindo III dapat melakukan kegiatan pengusahaan jasa kepelabuhanan diantaranya adalah penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang.

"Sebelum ada Undang-Undang 17 tahun 2008 pemerintah juga secara tegas menyatakan bahwa memberikan izin kepada Pelindo III untuk melakukan kegiatan bongkar muat. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE.6 Tahun 2002,¿ kata Yon menegaskan.

Kisruh mengenai pelayanan kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas sempat menjadi perhatian Ombudsman Republik Indonesia. Melalui surat yang ditujukan kepada Menteri Perhubungan, Ombudsman RI menyatakan bahwa kegiatan bongkar muat yang dilakukan oleh BUP Pelindo III sudah sesuai dengan undang-undang dan menyarankan kepada Menteri Perhubungan untuk membuat penegasan akan hal tersebut.

"MK menyatakan tidak ada masalah, Ombudsman juga sudah memberikan saran kepada Menteri Perhubungan. Harusnya sudah tidak ada masalah lagi terkait dengan kegiatan bongkar muat yang dilakukan oleh Pelindo III khususnya di Pelabuhan Tanjung Emas," katanya.

Menurut dia, Pelindo III memastikan akan menghormati setiap proses hukum yang berjalan.  Untuk itu pihaknya akan melakukan pendampingan terhadap General Manager Pelindo III Tanjung Emas dalam setiap proses hukum yang dijalani.

"Yang bersangkutan ditersangkakan karena menjalankan tugas perusahaan, sudah sewajarnya bila Pelindo III akan memberi bantuan hukum sepenuhnya hingga tuntas. Meskipun menyayangkan penetapan tersangka tersebut, operasional Pelindo III tetap tidak akan terpengaruh dan tetap bekerja dengan baik sesuai visinya yaitu mewujudkan integrasi logistik nasional melalui penyediaan jasa pelabuhan yang handal," kata Yon.

Upaya yang segera ditempuh oleh Pelindo III adalah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan untuk memberikan penegasan kewenangan Pelindo III melakukan kegiatan bongkar muat.

Sementara dalam penetapan tersangka GM Tanjung Emas tersebut, Pelindo III akan melakukan segala upaya hukum yang dianggap perlu termasuk melakukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka tersebut. "Rencananya, pendaftaran gugatan praperadilan baru akan dilakukan pekan depan setelah pemeriksaan pertama sebagai tersangka selesai dilakukan," katanya.

    
Ironis

Sementara itu, menanggapi hal itu,  Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, menyatakan ltindakan tersebut merupakan sebuah ironi di tengah upaya pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

"Dalam poros maritim dunia itu pelabuhan merupakan salah satu elemen dasar. Sekarang, elemen itu berusaha untuk digoyang. Pertanyaannya, bagaimana kelak nasib poros maritim jika dengan pelabuhan yang ada dan personelnya dikriminalisasi?," ujar Siswanto.

Lebih lanjut Siswanto menjelaskan, pelabuhan-pelabuhan di bawah pengelolaan BUMN pelabuhan  saat ini merupakan aset negara yang keberadaannya sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan.

Oleh karena itu, jika pemerintah kini memberikan peluang yang sama kepada swasta untuk berbisnis pelabuhan, tidak lantas dapat diartikan bahwa Pelindo dapat diperlakukan seenaknya.

"Ingat, Pelindo itu adalah perpanjangan negara. Ia tidak sama dengan badan usaha swasta. Ada sejumlah keistimewaan yang melekat pada Pelindo yang muncul dari berbagai aturan perundang-undangan maupun praktik terbaik yang sudah berjalan." ujarnya. (*)

Pewarta: Slamet Hadi Purnomo

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016