Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswwedan mengungkapkan keprihatinannnya karena minat baca anak-anak Indonesia tergolong sangat rendah. Bahkan terendah di dunia.

Hasil survei yang dilakukan Unesco pada 2012 menunjukkan bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dalam setiap 1.000 orang, hanya ada satu orang yang punya minat membaca.

Sedangkan UNDP merilis angka melek huruf orang dewasa Indonesia hanya 65,5 persen, sementara Malaysia sudah mencapai 86,4 persen. Sebuah fakta yang patut menjadi refleksi pada Hari Buku Nasional 17 Mei atau Hari Buku Internasional 23 Mei.

Meskipun demikian, dalam lingkup-lingkup tertentu, kondisi minat baca masyarakat Indonesia tidak perlu terlalu diratapi. Seperti ditampilkan dalam sebuah acara TV swasta tentang dunia literasi, cukup banyak masyarakat yang telah bergerak untuk merangsang lingkungannya, khususnya anak-anak, agar gemar membaca.
 
Saya sendiri memiliki sejumlah teman yang menunjukkan kepedulian yang besar pada pentingnya aktivitas membaca. Sebut contoh, Muhammad Rasyid Ridho, Ketua FLP Bondowoso, yang menggelar buku-bukunya di Alun-alun Kota Bondowoso setiap hari Minggu unuk dibaca gratis oleh warga.

Atau sahabat saya di Ponororogo, Dr Sutejo yang menyediakan salah satu rumahnya untuk tumpukan buku dan menjadi jujukan masyarakat yang ingin membaca.

Bahkan apa yang dilakukan oleh Pembantu Ketua II STKIP PGRI Ponorogo itu bukan sekadar aktivitas literasi biasa. Dosen sastra yang juga Ketua Litbang PC Nahdlatul Ulama Kabupaten Ponorogo itu tidak bosan-bosan mengajak masyarakat untuk giat membaca sekaligus menulis.

Tak hanya di lingtkungan mahasiswa di kampusnya, Kang Sutejo juga mendorong masyarakat lain untuk giat  mengabadikan gagasannya, yang biasanya diproleh dari banyak membaca, dengan menulis buku. Kini aktivitas lanjutan dari sekadar membaca itu telah dibukukan, antara lain,"Membaca dan Menggagas NU ke Depan"yang merupakan kumpulan tulisan dari cendekiawan muda NU Ponorogo. Ada juga buku "Proses Kreatif" yang merupakan kumpulan tulisan mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia STKIP PGRI Ponorogo.
 
Mari kita lihat fakta lain tentang kegiatan membaca masyarakat Indonesia. Ketika saya masih SD, seorang guru bercerita bagaimana orang luar negeri di manapun tetap membaca, termasuk di atas kendaraan umum. Sebagai anak-anak, ketika itu saya terkagum-kagum dengan cerita guru di sebuah pelosok desa di Madura itu. Dan, kini saya bergembira karena kebiasaan orang luar negeri di atas kendaraan umum itu juga banyak dijumpai di Tanah Air.

Saya yakin apa yang dilakukan oleh Muhammad Rasyid Ridho di Bondowoso, Kang Tejo di Ponorogo, dan pegiat lainnya yang tidak sempat tercatat dalam ruang-ruang media massa, lambat laun pasti menampakkan hasilnya bagi pengembangan dunia literasi di Tanah Air.

Demikian juga dengan program membaca 15 menit sebelum pelajaran sekolah dimulai yang diluncurkan oleh Mendikbud Anies Baswedan juga tidak akan kalah dahsyatnya di kemudian hari.

Yang tidak kalah dahsyatnya adalah gerakan-gerakan di lingkup paling kecil, yakni keluarga. Jika orang tua mampu menularkan virus membaca bagi anak-anaknya, maka aktivitas membaca sebagai salah satu penggerak kemajuan bangsa ini akan terus bergerak cepat tak terbendung oleh segala keterbatasan.

Selamat menikmati dunia literasi, Indonesia. Selamat Hari Buku Nasional... (*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016