Surabaya (Antara Jatim) - Panitia Khusus (Pansus) Raperda Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol di DPRD Surabaya mengaku optimistis raperda tersebut disetujui Gubernur Jawa Timur.
Sekretaris Pansus Minuman Beralkohol, Mazlan Mansur, di Surabaya, Jumat, mengatakan pihaknya juga meminta masyarakat ikut memperjuangkan larangan peredaran minuman beralkohol di Surabaya dengan mendesak Gubernur Jatim agar menyetujui perda ini.
"Kita tetap pada jalur pelarangan peredaran minuman beralkohol di kota Surabaya. Kami masih yakin bakal disetujui oleh Gubernur. Namun masyarakat yang pro dengan pelarangan ini kami minta ikut membantu agar Gubernur Jatim setuju dengan Perda pelarangan ini," kata Mazlan dari FPKB ini.
Menurut dia, Gubernur Jatim mempunyai kewenangan untuk menolak atau menerima Perda ini, maka desakan juga harus disampaikan kepada Gubernur. Ini demi kemaslahatan umat dan keselamatan generasi kota Surabaya.
Namun demikian, Mazlan mengaku yakin Gubernur Jatim tidak akan menolak Perda Pelarangan Mihol di kota Surabaya, karena ternyata di sejumlah daerah sudah ada Perda pelarangan minuman beralkohol bahkan secara total.
"Setidaknya di Tangerang dan Sukabumi telah ada Perda pelarangan bahkan produksi dan distribusi minuman beralkohol di daerah tersebut. Bahkan hal ini tidak dibatalkan Gubernur dan Mendagri, artinya tidak ada yang dilanggar jika Perda pelarangan minuman beralkohol dibuat," kata Mazlan.
Anggota Pansus Mihol dari FPKS, Ahmad Zakaria membenarkan adanya beberapa daerah yang telah memberlakukan pelarangan menyeluruh atas peredaran minuman beralkohol di wilayahnya dalam bentuk peraturan daerah.
Bahkan Pemprov Papua dalam Perda 15/2013, lanjut dia, telah melakukan pelarangan tidak hanya peredaran atau penjualan minuman beralkohol secara total, tetapi juga distribusi dan produksinya.
"Mendagri tidak membatalkan Perda ini, artinya tidak ada pelanggaran aturan," kata Zakaria.
Adapun yang paling mutakhir, lanjutnya, adalah Perda 1/2014 jo Perda 13/2015 Pemkot Sukabumi yang juga melarang total peredaran, produksi dan distribusi minuman beralkohol di wilayahnya.
"Dalam Perda ini memang hanya ada pengecualian, yaitu untuk kepentingan medis di rumah sakit dan kepentingan upacara adat, itupun harus dengan izin Wali kota," katanya.
Sementara itu, anggota pansus raperda minuman beralkohol lainnya, Baktiono mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20/2014 dan Permendag Nomor 6/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol tidak menyebutkan pelarangan.
Selain itu, lanjut dia, selama ini pansus belum melakukan public hearing yang melibatkan pengusaha berkepentingan terhadap penjualan minuman beralkohol secara langsung. "Tentunya para pengusaha minuman beralkohol harus diwadahi karena aturan itu mengatur bisnis mereka," kata Baktiono yang juga anggota Pansus Minuman Beralkohol dari FPDIP.
Menurut Baktiono, dilihat dari kultur masyarakat, Surabaya merupakan kota metropolis yang dihuni penduduk dari berbagai macam golongan. Tentunya hal ini menjadi pertimbangan tersendiri. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Sekretaris Pansus Minuman Beralkohol, Mazlan Mansur, di Surabaya, Jumat, mengatakan pihaknya juga meminta masyarakat ikut memperjuangkan larangan peredaran minuman beralkohol di Surabaya dengan mendesak Gubernur Jatim agar menyetujui perda ini.
"Kita tetap pada jalur pelarangan peredaran minuman beralkohol di kota Surabaya. Kami masih yakin bakal disetujui oleh Gubernur. Namun masyarakat yang pro dengan pelarangan ini kami minta ikut membantu agar Gubernur Jatim setuju dengan Perda pelarangan ini," kata Mazlan dari FPKB ini.
Menurut dia, Gubernur Jatim mempunyai kewenangan untuk menolak atau menerima Perda ini, maka desakan juga harus disampaikan kepada Gubernur. Ini demi kemaslahatan umat dan keselamatan generasi kota Surabaya.
Namun demikian, Mazlan mengaku yakin Gubernur Jatim tidak akan menolak Perda Pelarangan Mihol di kota Surabaya, karena ternyata di sejumlah daerah sudah ada Perda pelarangan minuman beralkohol bahkan secara total.
"Setidaknya di Tangerang dan Sukabumi telah ada Perda pelarangan bahkan produksi dan distribusi minuman beralkohol di daerah tersebut. Bahkan hal ini tidak dibatalkan Gubernur dan Mendagri, artinya tidak ada yang dilanggar jika Perda pelarangan minuman beralkohol dibuat," kata Mazlan.
Anggota Pansus Mihol dari FPKS, Ahmad Zakaria membenarkan adanya beberapa daerah yang telah memberlakukan pelarangan menyeluruh atas peredaran minuman beralkohol di wilayahnya dalam bentuk peraturan daerah.
Bahkan Pemprov Papua dalam Perda 15/2013, lanjut dia, telah melakukan pelarangan tidak hanya peredaran atau penjualan minuman beralkohol secara total, tetapi juga distribusi dan produksinya.
"Mendagri tidak membatalkan Perda ini, artinya tidak ada pelanggaran aturan," kata Zakaria.
Adapun yang paling mutakhir, lanjutnya, adalah Perda 1/2014 jo Perda 13/2015 Pemkot Sukabumi yang juga melarang total peredaran, produksi dan distribusi minuman beralkohol di wilayahnya.
"Dalam Perda ini memang hanya ada pengecualian, yaitu untuk kepentingan medis di rumah sakit dan kepentingan upacara adat, itupun harus dengan izin Wali kota," katanya.
Sementara itu, anggota pansus raperda minuman beralkohol lainnya, Baktiono mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20/2014 dan Permendag Nomor 6/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol tidak menyebutkan pelarangan.
Selain itu, lanjut dia, selama ini pansus belum melakukan public hearing yang melibatkan pengusaha berkepentingan terhadap penjualan minuman beralkohol secara langsung. "Tentunya para pengusaha minuman beralkohol harus diwadahi karena aturan itu mengatur bisnis mereka," kata Baktiono yang juga anggota Pansus Minuman Beralkohol dari FPDIP.
Menurut Baktiono, dilihat dari kultur masyarakat, Surabaya merupakan kota metropolis yang dihuni penduduk dari berbagai macam golongan. Tentunya hal ini menjadi pertimbangan tersendiri. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016