Surabaya (Antara Jatim) - Guru Besar Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Drs Henri Subiakto SH MA mengingatkan kemungkinan adanya "penjajahan" digital, karena teknologi digital (gadget berteknologi smartphone) saat ini masih "dikuasai" negara maju.

"Karena itu, negara perlu mengatur teknologi digital dengan regulasi, lalu negara juga perlu bersinergi dengan industri untuk mewujudkan teknologi digital yang nasional," katanya dalam konperensi pers rencana pengukuhan guru besar di Rektorat Unair Surabaya, Kamis.

Menurut guru besar yang dikukuhkan pada 30 April 2016 itu, teknologi digital yang merupakan konvergensi sektor telekomunikasi dengan sektor internet dan sektor penyiaran itu sudah berkembang sangat pesat dan kini dikenal dengan layanan OTT (over the top).

"OTT sekarang juga sudah ada lima jenis yakni OTT komunikasi, OTT content media, OTT commerce, OTT social media, dan OTT Information Aggregator," kata guru besar yang dikukuhkan bersama Prof Dr dr Ari Sutjahjo Sp.PD K-EMD (FK) dan Prof Dr Cholichul Hadi MSi (F-Psi) itu.

OTT komunikasi atau komunikasi online itu antara lain WhatsApp, Line, Messenger, dan sejenisnya, sedangkan OTT content media atau aplikasi konten media online itu antara lain YouTube, Netflix, Soundcloud, dan aplikasi konten media lainnya.

OTT commerce atau bisnis online itu antara lain PayPal, Trivago, Airbnb, Grab, Uber, Kazada, OLX, Go-Jekm Bukalapak, dan perdagangan online lainnya, sedangkan OTT social media itu antata lain facebook, twitter, instagram, path, linkedin, tumblr, sebangsa, dan sejenis.

OTT Information Aggregator atau perusahaan panduan informasi (bank data) untuk user itu antara lain Google Search, Google Maps, Google Earth, Mozilla Firefox, Yahoo Search, Waze, dan perusahaan aplikasi sejenis.

"Perkembangan itu memunculkan generasi 'digital native' (kelahiran 1990-an) yang akrab dengan teknologi digital dan generasi 'digital immigrant' yang 'beradaptasi' dengan teknologi digital dengan menjadi generasi yang mampu beradaptasi dan generasi yang gagal," katanya.

Staf Ahli Menkominfo bidang Komunikasi dan Media Massa itu mengatakan perkembangan teknologi digital itu juga membawa dampak yang besar seperti halnya revolusi industri di Eropa pada abad 15 yang mendorong perubahan sosial besar-besaran dengan penemuan mesin cetak.

"Fenomena yang hampir sama, sekarang juga terjadi pada era teknologi komunikasi digital dengan tumbuhnya gadget berteknologi smartphone yang memunculkan perubahan besar-besaran dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya, yang ditandai dengan lima jenis OTT," katanya.

Mantan Ketua Dewan Pengawas (komisaris utama) Perum LKBN Antara (2007-2012) dan Komisaris PT Metra Digital Media (Telkom Group) itu menyatakan solusi untuk bisa beradaptasi dengan perubahan itu adalah melakukan migrasi digital secara cepat.

"Namun, negara perlu mengatur hal itu, karena kalau perkembangan OTT itu tidak diatur maka akan menyebabkan benturan dalam banyak hal, baik sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, bahkan 'penjajahan' digital, karena teknologi digital itu dikuasai negara maju," katanya.

Selain regulasi terkait OTT, langkah adaptasi dengan teknologi digital itu juga perlu membangun OTT Nasional yang bisa bersaing dengan OTT Global. "Kalau regulasi dan OTT nasional itu tidak ada, maka Indonesia akan kalah dalam era digital, karena OTT itulah penentu masa depan," katanya.

Guru besar yang mengaku pernah menjadi loper koran, penulis artikel di berbagai media cetak, pengawas media (media watch), ombudsman, dan pendiri Prodi Komunikasi Unair itu menambahkan fenomena teknologi digital itu membuktikan teknologi (maya) dan manusia (fisik) itu saling memengaruhi. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016