Surabaya (Antara Jatim) - Pelabuhan Trisakti di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, siap mendukung terwujudnya  Nawacita, yakni agenda prioritas pemerintahan  Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, melalui konektivitas antarpelabuhan yang disebut tol laut.

Pelabuhan yang menghadap Sungai Barito di ujung selatan Pulau Kalimantan tersebut  kini  terus berbenah. Sesuai "master plan"  yang ada,  pelabuhan ini pada 2018 siap memberikan layanan yang lebih maksimal sebagai implementasi program tol laut nasional bersama pelabuhan-pelabuhan lain.

Tol laut merupakan konsep distribusi logistik melalui laut dengan menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar di nusantara. Dengan adanya konektivitas itu maka akan tercipta kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok.

Program tol laut  diharapkan bisa menyokong kemandirian ekonomi melalui sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Program tol laut diharapkan dapat menciptakan efisiensi dalam proses distribusi, utamanya distribusi kebutuhan pokok, yang bermuara pada kestabilan dan terjangkaunya harga.

Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengangkat kembali program Nawacita yang pernah muncul di era Presiden Soekarno. Sembilan agenda prioritas pembangunan itu muaranya adalah kepada terwujudnya Trisakti, yakni berdaulat secara politik,  mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.  

Satu dari sembilan agenda prioritas itu adalah program prioritas mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Humas  PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III, Edi Priyanto, mengemukakan Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin, yang kini masih dalam proses pengembangan, siap mendukung program tersebut melalui  tol laut yang ditargetkan selesai pada tahun 2018.

Pengembangkan Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin, tersebut dilakukan bersamaan dengan empat pelabuhan lainnya di lingkungan PT Pelabuhan Indonesia III, yakni Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Pelabuhan Kupang dan Pelabuhan Sampit.

"Lima pelabuhan itu diharapkan bisa memenuhi standar tol laut pada tahun 2018. Dengan adanya konektivitas antarpelabuhan yang mempunyai standar bagus meliputi alat dan pelayanan, diharapkan program tol laut bisa berjalan dengan baik," kata Edi.

    

Pengembangan Trisakti

Pelabuhan Trisakti Banjarmasin saat ini terus menata diri di antaranya dengan menambah "crane" dari dua menjadi enam unit.  Penambahan crane  tersebut untuk mendukung percepatan kegiatan bongkar muat  peti kemas.

Selain itu, Pelabuhan Trisakti tahun ini menargetkan bisa menyelesaikan pembangunan dermaga peti kemas sepanjang 140 meter dan mengoptimalkan lahan seluas  2,3 hektare untuk berbagai keperluan.

Pada tahun 2017, sesuai rencana jangka panjang akan dilakukan pengadaan alat berupa Rubber Tyred Gantry (RTG)  6 unit, perluasan lapangan penumpukan (container yard) dan pembangunan area perkantoran di sekitar pelabuhan.      Sedangkan pada tahun 2018 akan dilakukan pelebaran Jalan Barito Hilir dan Jalan Lumba-lumba untuk memperluas area pelabuhan.

"'Master plan' juga ada di empat pelabuhan lainnya yang menjadi target tol laut sehingga  pada 2018  lima pelabuhan bersama-sama memiliki standar yang sama dan memadai,"  kata Edi menegaskan.

Pelabuhan Trisakti  yang berada sekitar 20 mil dari muara Sungai Barito ini merupakan pelabuhan dengan peran penting dan strategis dalam perniagaan dan perekonomian Kalimantan Selatan. Pelabuhan ini konon juga merupakan pintu gerbang masuknya barang ke Kalimantan.

Pelabuhan Banjarmasin berdasarkan cikal-bakalnya mulai dikenal pada abad 14 dengan nama Marapian. Pelabuhan di Kalimantan Selatan ini sempat berpindah-pindah lokasi sebelum akhirnya menetap di tempat yang sekarang.

Pelabuhan Marapian sempat  berpindah ke Marabahan dan berpindah lagi ke Sungai Martapura dengan nama Pelabuhan Martapura. Sedangkan Pelabuhan Trisakti di Sungai Barito mulai dibangun pada 1961 untuk menggantikan pelabuhan di Martapura yang daya tampungnya tidak memadai lagi.

Pelabuhan Trisakti atau dikenal juga dengan nama Pelabuhan Banjarmasin diresmikan pada 10 September 1965. Daerah lingkungan kerja dan kepentingan pelabuhan ini mencakup perairan sekitar 210 hektare yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB)  Menteri Perhubungan dan Menteri Dalam Negeri No 14 Tahun 1990.

Sementara itu, pada tahun 1996 mulai dibangun pelabuhan baru di muara Sungai Martapura yang bertemu dengan Sungai Barito dengan nama Pelabuhan Martapura Baru.

Pelabuhan itu sebagai  pengganti pelabuhan Martapura Lama karena sudah tidak difungsikan lagi karena kapal perahu layar mesin tidak bisa masuk terhalang jembatan baru Basirih yang membentang di atas Sungai Martapura.

Kalimantan Selatan yang dikenal dengan sebutan "Provinsi Seribu Sungai"  memang memiliki sejumlah pelabuhan selain Pelabuhan Trisakti yang merupakan pelabuhan terbesar di kawasan ini. Pelabuhan-pelabuhan itu adalah Pelabuhan Martapura Baru,  Pelabuhan Basirih, Pelabuhan Pulang Pisau,  dan  Pelabuhan Kuala Kapuas.

Pelabuhan-pelabuhan tersebut memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat setempat, khususnya masyarakat  Banjar di Kalimantan Selatan.  Aktivitas perekonomian maupun mobilitas masyarakat di daerah ini banyak yang mengandalkan transportasi air.

Jika menyusuri sungai-sungai di wilayah Kalimantan Selatan dapat dengan mudah menjumpai anak-anak sekolah naik perahu, transaksi jual beli kebutuhan pokok maupun hasil pertanian di tepian sungai besar, dan bahkan pengangkutan hasil tambang seperti batubara juga melalui jalur air.

Komoditas dari Kalimantan Selatan yang selama ini banyak diekspor maupun diantarpulaukan antara lain kayu, rotan, getah jelatung, kulit gemor, biji tengkawang dan lain sebagainya.

    
Arus peti kemas

Humas PT Pelabuhan Indonesia III,  Edi Priyanto, mengemukakan jika  aktivitas pengangkutan hasil tambang di Kalimantan, utamanya di Kalimantan Selatan menurun, maka volume arus barang melalui Pelabuhan Trisakti juga merosot, kendati potensi daerah ini tidak hanya tambang.

Edi memberi gambaran, realisasi arus barang dengan menggunakan kemasan peti kemas di  lingkungan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) pada 2015 sebanyak 4.360.669 TEU's atau meningkat tipis 1 persen dibandingkan tahun 2014 sebanyak 4.337.555 TEU's.

Dari realisasi arus peti kemas sepanjang tahun 2015 itu masih didominasi Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dengan catatan 3.120.683 twenty equivalent units (TEU's), atau meningkat tipis  0,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 3.105.827 TEU's.

Meski naik tipis, tapi peningkatan arus peti kemas tersebut ternyata tidak diikuti oleh pelabuhan-pelabuhan lain di wilayah Kalimantan. Penurunan arus barang itu diduga pengaruh kebijakan pemerintah terkait dengan larangan ekspor minerba, sehingga berdampak pada bongkar muat barang tambang di beberapa pelabuhan di Pulau Kalimantan.

"Anjloknya harga komoditas batu bara dan sawit juga turut memberikan andil penurunan tersebut," kata Edi menambahkan.

Pelabuhan Banjarmasin, Kalimantan Selatan, contohnya, realisasi arus peti kemas pada tahun 2015 sebanyak 388.419 TEU's atau turun sebesar 6 persen dibandingkan tahun 2014  sebanyak  404.070 TEU's.

Penurunan juga terjadi di Pelabuhan Sampit Kalimantan Tengah yakni 40.640 TEU's atau turun 7 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 43.690 TEU's. Pelabuhan Kotabaru, Kalimantan Selatan, tercatat 8.427 TEU's atau turun dari tahun sebelumnya sebesar 9.892 TEU's.

Sedangkan arus peti kemas di Pelabuhan Kumai,  Kalimantan Tengah, tahun 2015 sebanyak 24.225 TEU's  atau meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 22.126 TEU's.

Namun demikian, ia optimistis Pelabuhan Trisakti akan terus berkembang seiring dengan membaiknya perekonomian nasional dan global, serta adanya konektivitas antarpelabuhan.

Apalagi,  Pelabuhan Trisakti Banjarmasin yang juga memberikan layanan jasa untuk general cargo, curah kering, serta penumpang,  terus berbenah agar nantinya bisa memberikan layanan terbaik.

Kendati demikian, Edi mengakui, satu tantangan yang harus dihadapi terkait pengelolaan Pelabuhan Trisakti adalah tingkat sedimentasi yang bisa berpengaruh terhadap tingkat kedalaman kolam pelabuhan.  

Layaknya sungai pada umumnya,  tingkat sedimentasi Sungai Barito cukup tinggi. Apalagi, posisi pelabuhan yang berada di muara, maka risiko pendangkalan akibat endapapan lumpur dan lainnya, sulit dielakkan.

Kedalaman kolam Pelabuhan Trisakti selama ini berkisar -5  hingga -7 meter LWS. Pada pasang tertinggi  - 7 meter Low Water Spring (LWS) dan pasang terendah - 5 meter LWS.

Untuk menjawab tantangan tersebut, PT Pelabuhan Indonesia III  (Persero) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah menunjuk PT Ambang Barito Persada.

Perusahaan patungan antara PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan ini  wajib melaksanakan pemeliharaan alur pelayaran Sungai Barito, dengan harapan memperlancar keluar masuknya kapal dari dan ke pelabuhan.

Jadi, konektivitas tidak sekadar masalah kelengkapan fasilitas bongkar muat, kesiapan sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana kepelabuhanan, tapi faktor pasang surut air laut dan pengerukan alur tampaknya juga akan menjadi pertaruhan. (*)
   

Pewarta: Slamet Hadi Purnomo

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016