Surabaya (Antara Jatim) - Sejumlah upaya dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai wujud peningkatan produksi pertanian sekaligus pembenahan terhadap tata niaga melalui kelembagaan Bulog dan harga pembelian pemerintah (HPP).

Gubernur Jatim Soekarwo meminta Bulog menaikkan nilai tukar petani (NTP) dan HPP petani karena fungsi Bulog adalah menstabilkan harga di pasar dan menjadi penghubung tata niaga antara petani dan pembeli di pasar.

"Salah satu caranya dengan membeli gabah kering giling dari gabungan kelompok tani, bukan gabah kering panen," ujarnya.

Menurut Pakde Karwo, sapaan akrabnya, truk ke sawah harus mengambil gabah kering giling, bukan gabah kering panen sehingga nilai tambah petani meningkat 20 persen.

Selain itu, cara lainnya yakni dengan memberikan bantuan alat pemanen kombinasi (combine harvester).

Dengan alat tersebut maka panen dapat dikerjakan lebih cepat, yakni 2,5 sampai 3 jam per hektare, sekaligus menghemat tenaga kerja karena proses ini bisa dikerjakan oleh 1-4 orang.

"Bayangkan bila dipanen secara manual dan berpotensi kehilangan hasil mencapai 12 persen, bahkan lebih. Kalau dengan alat ini maka petani tidak merugi dan mendapatkan tambahan hasil sekitar 10 persen atau setara dengan 600 kilogram gabah per hektare yang diasumsikan hasil panen 6 ton per hektare," katanya.

Tidak itu saja, Pemprov juga memberikan bantuan kepada petani berupa hibah chopper/granulator dari dana APBD 2009-2015 kepada 2.329 unit per kelompok untuk mengubah bahan dasar menjadi pupuk organik.

Dari bantuan tersebut mampu menyerap tenaga kerja lima orang per hari per unit sehingga bisa dihitung biaya operasional 20 hari per bulan.

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Wahyu Suparyono mengatakan demi mewujudkan kedaulatan pangan maka perlu adanya sinergi dengan berbagai pihak, terutama kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jatim.

Di tengah berbagai permasalahan yang di hadapi, kata dia, seperti mundurnya masa tanam akibat el nino, tingginya harga beras atau gabah di pasaran hingga kualitasnya yang turun akibat curah hujan tinggi maka diharapkan petani yang tergabung dengan gabungan kelompok tani bersedia menjualnya ke Perum Bulog Jatim.

"Ini menjadi salah satu upaya Perum Bulog Jatim mengatasi kendala, seperti bersosialisasi kepada petani dan gapoktan mengenai penanganan usai panen dan mengoptimalkan mitra kerja yang memiliki 'drying center' (DC)," katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, Jatim merupakan daerah penghasil beras terbesar di Indonesia yang stoknya tidak untuk memenuhi kebutuhan provinsi setempat saja, namun juga provinsi lain yang mengalami defisit gabah atau beras.

Berdasarkan catatannya, pada 2016 target pengadaan gabah atau beras Bulog Jatim sejumlah 1.050.000 ton, dengan perincian 850.000 ton beras PSO dan 200.000 ton beras komersial.

Kepala Bulog Divre Jatim Witono menjamin stok aman selama musim hujan, yang mana masih terdapat sekitar 177 ribu ton beras sehingga mampu memenuhi kebutuhan di wilayah Divre Jatim sampai April 2016.

Sedangkan, terkait beras impor, pihaknya mengakui ada di sejumlah gudang milik Bulog Jatim, namun beras yang berasal dari Vietnam dan Thailand itu hanya mampir dan tidak didistribusikan ke pasaran Jatim.

"Kami mendapat penugasan dari Pemerintah Pusat untuk menampung beras itu. Tapi bukan untuk didistribusikan di pasaran Jatim, melainkan wilayah Indonesia Timur seperti Papua, Maluku dan lainnya," katanya.

Menurut dia, di beberapa wilayah tersebut tidak memiliki dermaga atau pelabuhan internasional yang mampu disinggahi kapal besar sehingga beras diturunkan dan disimpan di Gudang Bulog Jatim sebelum didistribusikan kembali menggunakan kapal-kapal kecil.

Sebagai catatan, saat ini kontribusi komoditas pangan Jatim sangat strategis terhadap nasional, rinciannya yaitu beras berkontribusi sebesar 19,76 persen, jagung 40,37 persen, gula 49,69, cabai rawit 32,53 persen, daging sapi 21,40 persen, dan bawang merah sebesar 24,10 persen.


Tak Terkendala Hujan
Para petani di Jawa Timur kini tak perlu khawatir lahannya mengalami puso atau gagal panen akibat banjir.

Ini karena Pemprov setempat sudah menyiapkan berbagai alternatif untuk tetap produktif, serta tak mengurangi perwujudan ketahanan pangan, termasuk amannya stok beras hingga beberapa bulan ke depan.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Jatim, hingga pertengahan bulan lalu, dari total 1,2 juta hektar tanaman padi, seluas 146 hektare diantaranya terkena puso.

"Lahan yang terendam tidak besar kok, sebab padi tahan terhadap rendaman banjir hingga tiga hari. Di sisi lain, saat ini di beberapa daerah telah memperbaiki jaringan irigasi sehingga banjir tak sampai lama merendam padi," kata Kepala Dinas Pertanian Jatim Eko Putro Wibowo.

Pihaknya juga optimistis hasil panen pada sub ron satu, yakni Januari hingga April 2016 mencapai 6,3 juta ton gabah kering giling.

"Sub ron satu kami yakin masih kelebihan dan target kami untuk tahun ini produksi 13 juta ton gabah kering giling," ucap mantan Penjabat Wali Kota Pasuruan

Bahkan, dari jumlah lahan puso tersebut sebagian besar telah mengikuti Asuransi Usaha Tani Padi, yang mana per satu hektare akan mendapatkan klaim mencapai Rp6 juta.

"Petani hanya membayar premi Rp38 ribu dan pemerintah Rp144 ribu per hektare. Karena ini bagus untuk petani maka kami tak akan berhenti sosialiasikan asuransi dengan targetnya 100 ribu hektare yang ikut," katanya.

Sementara itu, terkait operasi pasar untuk menekan dan stabilisasi beras maupun komiditas lain, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur M. Ardi Prasetyawan mengatakan saat ini belum perlu

"Kalau Maret ini, belum perlu ada operasi pasar. Berbeda dengan awal Februari lalu dilakukan operasi pasar karena sempat mengalami kenaikan, khususnya beras," katanya.

Sebagai bentuk pengawasan, pihaknya memiliki tim yang bertugas untuk memantau dan memonitor perkembangan harga bahan pokok di lapangan.

"Komunikasi dan koordinasi tetap kami lakukan terhadap perkembangan harga setiap harinya. Sampai sekarang laporan masuk semuanya stabil," kata mantan staf ahli Gubernur Jatim tersebut.


Penyuluh Pertanian
Jawa Timur sebagai andalan produksi sektor pertanian dan menjadi penyangga ketahanan pangan Nasional maka asumsinya tiap desa memiliki seorang tenaga penyuluh agar target produksi terpenuhi.

Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf menegaskan harus ada upaya penguatan agar tidak kekurangan tenaga penyuluh sehingga berdampak positif bagi produksi.

"Karena bangsa yang jadi pemenang itu adalah yang menguasai sektor pangan maka harus perkuat sektor ketahanan pangan," kata Gus Ipul, sapaan akrabnya.

Dari 8.505 desa, saaat ini di Jatim masih terdapat 5.310 tenaga penyuluh yang kekurangannya yakni penyuluh dari unsur pegawai negeri sipil (PNS) atau pemerintah.

Namun tambahan tenaga penyuluh telah diperoleh dari Tenaga Harian Lepas - Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian/Penyuluh Perikanan (THL-TBPP/PP) dan penyuluh swadaya. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016