Surabaya (Antara Jatim) - Pakar Pancasila dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Dr Warsono MS mendukung usulan penetapan 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila.
"Dalam tradisi kita, peringatan hari lahir itu penting, tapi hendaknya hari lahir itu menjadi pintu masuk untuk pengamalan Pancasila," katanya kepada Antara di Surabaya, Minggu.
Ia mengemukakan hal itu menanggapi usulan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur kepada Presiden Joko Widodo agar menetapkan 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila.
Menurut Prof Warsono selaku Guru Besar PPKN Unesa itu, pengamalan Pancasila itu dapat diawali dengan penanaman nilai-nilai Pancasila dalam dunia pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga tinggi.
"Jadi, Hari Lahir Pancasila harus diikuti dengan memasukkan nilai-nilai Pancasila lewat pendidikan. Kalau perlu BP7 yang pernah ada juga dihidupkan kembali, meski dengan istilah yang berbeda, namun kita serius dengan penanaman nilai-nilai Pancasila," katanya.
Selain 1 Juni, ada pemikiran lain tentang penetapan Hari Pancasila yakni 18 Agustus 1945 sebagai hari penetapan Pancasila sebagai dasar negara, namun ada pula pemikiran bahwa Pancasila ada sejak bangsa Indonesia ada.
"Namun, Hari Lahir Pancasila sebagai hari penetapan istilah Pancasila memang tanggal 1 Juni yang dikemukakan Presiden Soekarno dalam Sidang BPUPKI, sedangkan 18 Agustus sebagai dasar negara dan Pancasila secara kultural mungkin belum ada istilah Pancasila," katanya.
Rektor Unesa itu menegaskan bahwa peran Presiden Soeharto juga penting. Presiden Soekarno merupakan penggali Pancasila, maka Presiden Soeharto merupakan pendorong apresiasi Pancasila dalam lima langkah yakni paham, menghayati, yakin, sadar, dan mengamalkan.
"Dengan begitu, Pancasila diperingati bukan sekadar dikenang, tapi Pancasila diperingati untuk dibutuhkan dalam keseharian bangsa ini. Misalnya, Sila Kemanusiaan adalah merasakan penderitaan orang lain, lalu tumbuh gotong royong. Sila Keadilan Sosial untuk kesejahteraan, kejujuran, dan tidak korupsi," katanya.
Dalam seminar "Kembali ke Pancasila" yang digelar PBNU-PWNU Jatim di Surabaya pada 1 Maret 2016 itu, NU menilai pluralitas dan multikultiralitas dari bangsa ini adalah fakta.
"Pancasila itu sudah 70 tahun menjadi titik temu keberagaman kita, tapi Pancasila belum punya Hari Lahir, karena itu PBNU menyiapkan naskah akademik untuk itu dan PWNU Jatim jadi pelaksana," kata Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Dalam tradisi kita, peringatan hari lahir itu penting, tapi hendaknya hari lahir itu menjadi pintu masuk untuk pengamalan Pancasila," katanya kepada Antara di Surabaya, Minggu.
Ia mengemukakan hal itu menanggapi usulan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur kepada Presiden Joko Widodo agar menetapkan 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila.
Menurut Prof Warsono selaku Guru Besar PPKN Unesa itu, pengamalan Pancasila itu dapat diawali dengan penanaman nilai-nilai Pancasila dalam dunia pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga tinggi.
"Jadi, Hari Lahir Pancasila harus diikuti dengan memasukkan nilai-nilai Pancasila lewat pendidikan. Kalau perlu BP7 yang pernah ada juga dihidupkan kembali, meski dengan istilah yang berbeda, namun kita serius dengan penanaman nilai-nilai Pancasila," katanya.
Selain 1 Juni, ada pemikiran lain tentang penetapan Hari Pancasila yakni 18 Agustus 1945 sebagai hari penetapan Pancasila sebagai dasar negara, namun ada pula pemikiran bahwa Pancasila ada sejak bangsa Indonesia ada.
"Namun, Hari Lahir Pancasila sebagai hari penetapan istilah Pancasila memang tanggal 1 Juni yang dikemukakan Presiden Soekarno dalam Sidang BPUPKI, sedangkan 18 Agustus sebagai dasar negara dan Pancasila secara kultural mungkin belum ada istilah Pancasila," katanya.
Rektor Unesa itu menegaskan bahwa peran Presiden Soeharto juga penting. Presiden Soekarno merupakan penggali Pancasila, maka Presiden Soeharto merupakan pendorong apresiasi Pancasila dalam lima langkah yakni paham, menghayati, yakin, sadar, dan mengamalkan.
"Dengan begitu, Pancasila diperingati bukan sekadar dikenang, tapi Pancasila diperingati untuk dibutuhkan dalam keseharian bangsa ini. Misalnya, Sila Kemanusiaan adalah merasakan penderitaan orang lain, lalu tumbuh gotong royong. Sila Keadilan Sosial untuk kesejahteraan, kejujuran, dan tidak korupsi," katanya.
Dalam seminar "Kembali ke Pancasila" yang digelar PBNU-PWNU Jatim di Surabaya pada 1 Maret 2016 itu, NU menilai pluralitas dan multikultiralitas dari bangsa ini adalah fakta.
"Pancasila itu sudah 70 tahun menjadi titik temu keberagaman kita, tapi Pancasila belum punya Hari Lahir, karena itu PBNU menyiapkan naskah akademik untuk itu dan PWNU Jatim jadi pelaksana," kata Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016