Surabaya, (Antara Jatim) - Reaktualisasi peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di era masyarakat ekonomi  ASEAN atau era MEA tampaknya sudah menjadi keharusan jika tidak ingin keamanan masyarakat dalam mengonsumsi makanan, obat dan kosmetik terabaikan.

Sebab, pemberlakuan pasar bebas Asia Tenggara (ASEAN)  sejak awal 2016 tidak hanya akan membawa dampak ekonomis,  tetapi juga dampak-dampak lain  yang berhubungan dengan sosial,  budaya, dan kesehatan, termasuk di antaranya kecenderungan masyarakat mengonsumsi produk global. 

Apalagi, belakangan ini konsumsi masyarakat terhadap berbagai produk makanan dan obat ditengarai  juga cenderung terus meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsinya

BPOM sebagai lembaga yang oleh negara diamanahi untuk mengawasi keamanan,  manfaat dan mutu produk obat dan makanan yang beredar di Indonesia,  dituntut bisa mereaktualisasikan perannya  dengan baik. BPOM harus "menyambut" berbagai hal yang terkait isu kekinian.

BPOM tampaknya sudah sangat matang untuk menghadapi perubahan-perubahan sosio-kultural di masyarakat tersebut.  Sebab, jika menengok sejarah, lembaga ini telah mengalami evolusi yang dinamis, yakni mulai masa penjajahan Belanda, Jepang, dan masa kemerdekaan hingga sekarang.

Cikal bakal BPOM adalah De Dient van De Valks Gezonheid (DVG) di bawah perusahaan farmasi Belanda. Peran dan fungsi lembaga ini pada saat itu hanya terkonsentrasi memproduksi obat-obatan kimia dan sebagai pusat penelitian farmasi.

Pada masa kemerdekaan,  DVG pada 1964  diambilalih pemerintah Indonesia.  Lembaga ini selanjutnya berubah nama menjadi Inspektorat Farmasi dan tiga tahun berikutnya menggunakan nama Inspektorat Urusan Farmasi.

Inspektorat Urusan Farmasi ini  selanjutnya pada 1976 berganti menjadi Dirjen Farmasi sebelum akhirnya berubah menjadi  BPOM.  BPOM merupakan lembaga independen sebagai "super guard" dalam bidang makanan, obat-obatan dan kosmetik. Peran, fungsi dan tugas BPOM hakekatnya adalah melindungi masyakat konsumen Indonesia dari bahan berbahaya yang terkandung dalam makanan, obat-obatan dan kosmetik.

Oleh karena itu,  BPOM tentu harus siap menghadapi interaksi antarwarga bangsa di berbagai belahan dunia, utamanya  di kawasan Asia Tenggara, yang sudah nyata. Apalagi kerja sama negara-negara ASEAN dengan format pasar bebas ASEAN telah bergulir.

Di pundak BPOM harapan masyarakat selama ini digantungkan.  Lembaga yang bertekad menjadi institusi terpercaya dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat ini diharapkan bisa melindungi kesehatan masyarakat dari risiko  peredaran produk terapis, alat kesehatan, obat tradisional, produk komplemen dan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan mutu serta kemanfaatan.

BPOM diharapkan menjadi salah satu ujung tombak dalam melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan penggunaan produk obat, narkotik, psikotropik dan zat adiktif serta risiko akibat penggunaan produk dan bahan berbahaya.

Selain itu, BPOM  diharapkan bisa mengembangkan obat asli Indonesia dengan mutu, khasiat, keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta memperluas akses obat bagi masyarakat luas dengan mutu yang tinggi dan harga terjangkau.


Sinergi

Jika menengok tugas, peran dan fungsi BPOM, sangat luas dan strategis. BPOM tidak hanya dihadapkan dengan masalah konvensional, tapi sudah menyangkut dunia global. Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat, makanan, kosmetik dan alat-alat kesehatan.

Bahkan, dengan kemajuan teknologi informasi, sistem logistik, sistem distribusi serta batas negara yang semakin tipis, maka produk-produk tersebut dapat menyebar ke berbagai negara di dunia dengan cepat dan bahkan dalam jumlah tidak sedikit.

Pengawasan yang harus dilakukan BPOM tidak hanya dari satu personel ke personel lain, tapi juga mencakup dunia usaha skala besar maupun kecil,  serta dalam lingkup nasional yang bersinggungan dengan dunia internasional.

Dengan fenomena seperti itu tampaknya pengawasan yang dilakukan BPOM tidak akan bisa berjalan efektif  jika tidak dilakukan secara sinergis dengan pihak lain, baik dari jajaran pemerintah, swasta, masyarakat atau publik. 

Contoh kecil, pengawasan jajanan anak-anak yang banyak beredar di lingkungan sekolah tidak akan maksimal kalau tidak bekerja sama dengan pihak sekolah, orang tua/wali murid dan juga pihak pedagang. Semua pihak harus berkomitmen untuk  menyediakan jajanan sehat bagi siswa-siswi  sekolah.

Publik sebagai masyarakat awam terhadap fungsi pengawasan peredaran makanan, obat dan kosmetik harus dirangkul juga. Tujuannya, agar masyarakat  mengerti mengenai produk yang layak edar dan produk ilegal, sehingga mereka bisa membantu tugas pengawasan BPOM. Sinergi dengan masyarakat luas, merupakan sinergi efektif strategis, karena mereka ada di mana-mana.

Contoh tersebut memang hanya sedikit gambaran bagaimana luasnya tugas pengawasan BPOM dan bagaimana pentingnya sinergi lembaga tersebut terhadap lembaga atau pihak lain agar peran, fungsi dan tugas yang diemban lebih efektif dan efisien.

Jadi, kesiapan jajaran BPOM menghadapi era MEA harus dibarengi pula dengan kesiapan pihak-pihak terkait dan masyarakat. “Dalam rangka meningkatkan daya saing produk nasional, dan juga memberikan pemahaman kepada publik,  BPOM tidak dapat bergerak sendiri, dibutuhkan peran serta seluruh elemen baik dari kalangan industri, lembaga pemerintah dan juga media massa.”  kata Kepala BPOM, Roy Sparringa.

Sementara itu, terkait era MEA,  Roy mengakui salah satu tantangan utama BPOM adalah publik yang masih kurang paham tentang MEA itu sendiri.  Saat ini masih ada pemahaman yang keliru di masyarakat bahwa di era MEA semua barang bebas masuk ke Indonesia.

Padahal, tidak demikian. Meski di era MEA, bukan berarti barang seperti obat, makanan, dan kosmetik dapat beredar dengan bebas.  "Setiap pengimpor yang memasukkan barang ke Indonesia harus mendaftarkan dulu produknya ke BPOM," kata Roy menjelaskan.

Oleh karena itu,  mekanisme pengawasan seperti itu diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk nasional dan kehadiran MEA di Indonesia menjadi sebuah peluang bagi kiprah Indonesia di pasar internasional.

 
Kemitraan dan Inovasi Program

Jajaran BPOM agaknya menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak demi keberhasilan sistem pengawasan obat dan makanan yang dilakukannya. Karena itu, lembaga ini menilai perlu kemitraan dengan beberapa instansi terkait seperti Kementerian Perdagangan, Polri dan perguruan tinggi.

Selain kemitraan, BPOM  juga perlu berinovasi guna mendukung pengawasan obat dan makanan serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik. Hal yang sudah dilakukan di antaranya adalah pemberlakuan sistem online untuk pelaku usaha mendapatkan izin edar.

Guna meningkatkan partisipasi publik dalam pengawasan, BPOM mencanangkan Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GN-POPA). Tujuannya, kepedulian dan kewaspadaan masyarakat dalam mengonsumsi obat dan makanan yang aman meningkat.

Program lainnya, peluncuran beberapa aplikasi untuk memudahkan masyarakat mengakses data terkait dengan Obat dan Makanan, yaitu aplikasi Cek BPOM dan Sistem Pelaporan Informasi Masyarakat – Keracunan Kejadian Luar Biasa (SPIMKer KLB) Pangan.

Selanjutnya, strategi yang juga menjadi fokus Badan POM adalah peningkatan pelayanan publik, yang diwujudkan melalui peluncuran aplikasi Special Access Scheme (SAS) Online untuk memfasilitasi pendaftaran uji klinik dan pemasukan obat ke Indonesia melalui jalur khusus.

Selain itu, percepatan pelayanan Analisa Hasil Pemeriksaan (AHP) sebagai dasar penerbitan Surat Persetujuan Impor atau Surat Persetujuan Ekspor dengan target percepatan pelayanan AHP dari 8 hari kerja menjadi 3 hari kerja.

Melalui berbagai inovasi yang dilakukan, BPOM berharap kualitas produk obat dan makanan yang beredar di Indonesia dapat terus ditingkatkan, sehingga produk-produk dalam negeri juga memiliki nilai jual dan mampu bersaing dengan produk impor.

Bahkan, BPOM sejak 2015 telah menerapkan perubahan sistem pengawasan obat, makanan, dan kosmetik dari "watchdog control" yang cenderung pasif menjadi "proactive control" yang aktif. Perubahan sistem tersebut penting untuk meningkatkan kinerja pengawasan terhadap peredaran barang secara nasional, maupun dalam hubungan regional dan internasional, terutama di era MEA.

Jadi, keberhasilan pengawasan obat dan makanan sangat bergantung pada dukungan dan sinergi dengan instansi atau pemangku kepentingan lain. Sedangkan secara internal,  BPOM berbenah dan beriovasi, dan secara keluar lembaga ini perlu terus meningkatkan kemitraan dengan banyak pihak, karena spektrum tugas yang diemban juga sangat luas. (*)

 

 

Pewarta: Slamet Hadi Purnomo

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016