Situbondo (Antara Jatim) - Seorang perajin asal Desa Alasmalang, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, mengubah drum bekas oli menjadi kursidan asessoris lainnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena penjualannya merambah ke pasar Eropa.

"Semua kursi sofa ini terbuat dari drum bekas oli, dan kami potong menggunakan las, kemudian dibentuk menjadi kursi sofa atau kursi mini," ujar Hosnadiyanto, perajin daur ulang drum bekas, di Situbondo.

Ia mengatakan dirinya terinspirasi membuat kursi dari drum bekas itu setelah melihat pelaku ekonomi kreatif di Pulau Dewata Bali. Dengan tangan kreatifnya mereka bisa menjadikan barang bekas menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis.

Setelah trinspirasi itu, selanjutnya ia mulai mencoba membuat kursi sofa dari drum oli bekas dengan modal awal yang terbatas. Karena ketekunannya hingga akhirnya setelah berjalan selama empat tahun, hasilnya mulai banyak yang meminati.

Bahkan, lelaki yang akrab dipanggil Hosnadi ini mengaku kursi produksinya itu tembus ke pasar di Eropa, yakni Italia dan Prancis.

"Saya menekuni pekerjaan daur ulang drum bekas oli ini baru sekitar empat tahun. Alhamdulillah saat ini sudah banyak yang mengenal dan berminat sofa drum bekas buatan saya. Selian dua negara di Eropa itu, banyak juga restoran dan rumah makan di Bali yang memesan kursi buatan saya," katanya.

Hosnadi juga mengemukakan, bahan baku kursi sofa drum bekas itu ia dapatkan dari berbagai daerah di Situbondo dan Kabupaten Banyuwangi. Namun saat ini pemasok drum bekas oli tersebut sudah diantar sendiri oleh penjualnya.

"Drum bekas saya beli dari langganan saya, satu drum sampai di sini sekitar Rp100 ribu. Satu drum bisa dibuat satu sofa atau dua kursi, akan tetapi saya juga harus mengelas atau memotongnya kemudian disambung dan dibentuk layaknya sofa pada umumnya," tuturnya.

Lebih jauh Hosnadi mengatakan jika sebelumnya ia merintis membuat sofa drum bekas oli itu hanya memiliki dua pekerja, saat ini sudah ada 18 pekerja, seiring semakin banyaknya pesanan dari Bali maupun luar negeri.

"Setiap bulannya rata-rata kami mampu membuat 138 pasang kursi sofa hasil daur ulang drum ini, satu pasang kursi sofa itu terdiri atas satu sofa panjang dan dua kursi pendek. Dalam satu pasang kursi sofa ini saya jual Rp1.200.000, akan tetapi bila yang order banyak saya jual hanya Rp1 juta per pasang," paparnya.

Ia menambahkan, awal mula membuat kursi sofa dari drum bekas itu sempat menjadi bahan ejekan teman-temannya dan bahkan tetangganya sendiri, namun siapa sangka drum bekas yang disulap menjadi perabot rumah tangga itu ternyata memiliki nilai ekonomis tinggi.

Bahkan saat ini perajin tersebut sudah memiliki "showroom" di Denpasar, Bali.

"Memang awalnya sempat diketawain teman-teman, tetapi alhamdulilah saat ini saya bisa mempekerjakan pemuda pengangguran di lingkungan saya. Kalau berbicara pendapatan saat ini rata-rata dalam sebulan sejak dua tahun terakhir, sekitar Rp75 juta," katanya.

Ia bercerita, saat awal merintis usaha, ia juga dibantu oleh kakaknya, pada pertengahan 2012. Setelah berjalan hampir satu tahun, bapak dua anak ini mulai melakukannya sendiri dengan mencari konsumen di Bali.

Awalnya ia dibantu oleh sang kakak yang lebih berpengalaman untuk pemasaran di Bali. Setelah sedikit demi sedikit mengerti pemasaran di Bali, ia kemudian dilepas oleh si kakak.

Hosnadi mengakui bahwa memasarkan kursi daur ulang itu memang tidak mudah. Ia harus merintis dengan mencari pembeli atau konsumen ke sejumlah toko di Bali. Ia juga datang ke showroom sambil menawarkan kursi buatannya.

Menurut dia, awalnya memang susah karena jika tidak memiliki jiwa seni, seseorang tidak mungkin membeli kursi sofa dari drum bekas.

"Tetapi karena di Bali tempatnya seniman dan saya pikir banyak tamu atau orang luar negeri sukanya barang yang aneh-aneh, maka barang ini terus saya tawarkan. Pembeli dari Italia dan Prancis tahu kursi buatan saya di salah satu toko pelanggan yang pertama," katanya.

Hosnadi menceritakan, ia mulai kebanjiran pesanan dari luar negeri sekitar Agustus 2013. Sejak itu, ia mulai menambah pekerja.

"Alhamdulilah pada awal tahun 2015, saya bisa membeli shoowrom sendiri di Bali. Meskipun ukurannya tidak terlalu luas, yang penting saya bisa memasarkan daur ulang drum bekas sendiri," tuturnya.

Meski memiliki showroom sendiri di Bali, Hosnadi tidak memutus kerja sama dengan pemilik showroom yang sebelumnya telah menjadi jembatan baginya untuk mendapatkan konsumen lokal maupun luar negeri.

"Pemilik toko yang menjadi pelanggan saya tetap saya suplai jika mereka order, meskipun saya saat ini bisa memasarkan melalui toko saya sendiri. Yang penting mereka bisa menjaga etika bisnis, yang artinya jangan banting harga saja," katanya.

Sejak kebanjiran order itu, Hosnadi tidak bisa berdiam lama di Situbondo. Ia harus sering pergi pulang antara Situbondo dengan Bali. Kalau ada order banyak ia harus berada di Situbondo, mengawasi langsung pekerjanya menyelesaikan garapan. Selama sebulan ia berada di Situbondo dan satu pekan biasanya di Bali.

"Hal ini saya lakukan untuk menjaga kualitas barang saya dan menjaga kepercayaan terhadap konsumen," ujarnya.

Sementara Kepala Dinas Perindustrian Dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Situbondo Tutik Margiyanti mengatakan pihaknya akan berkunjung ke rumah Hosnadiyanto yang tergolong pelaku usaha ekonomi kreatif tersebut.

"Saya akan datang dan survei ke lokasi usaha daur ulang drum bekas itu. Kalau nantinya usaha daur ulang drum itu berbadan hukum, tentu kami akan membantu memfasilitasi kebutuhan peralatan yang dibutuhkan," ujar mantan Kepala Dinas Cipta Karya, Kabupaten Situbondo itu.

Tutik Margiyanti menambahkan, jika nantinya usaha daur ulang drum bekas tersebut tidak berbadan hukum, pihaknya akan tetap membantu dalam bentuk lain, seperti pelatihan agar pekerja bisa lebih terampil.

"Jika tidak berbadan hukum nanti tetap kami ajukan ke Provinsi Jawa Timur, dan kami juga sudah koordinasi dengan Sekretaris Daerah Situbondo," katanya. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016