Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah Provinsi berencana membangun dua bandar udara baru di Jawa Timur, yakni di Kabupaten Malang dan Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Madura.

"Sudah mendapat lampu hijau dari Menteri Perhubungan dan mulai sekarang dibahas untuk proses pembangunannya," ujar Gubernur Jawa Timur Soekarwo kepada wartawan di Surabaya, Jumat.

Menurut dia, pembangunan dua bandara baru tersebut cukup mendesak karena kebutuhan serta upaya peningkatan perekonomian di Jatim.

Tidak hanya dari Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, persetujuan juga didapat setelah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang mempersilakan lahannya dipergunakan untuk lokasi bandara.

Perlunya restu dari Panglima TNI karena Bandara Abd Saleh di Malang akan dikembangkan ke wilayah Purboyo, yang status lokasinya milik TNI AL.

"Lahan tersedia sekitar 47 ribu hektare dan terdapat 237 kepala keluarga yang akan dipindahkan. Saya dengan Dankomar sudah membahasnya dan setelah ini berkoordinasi dengan Pangarmatim maupun KSAL," katanya.

Meski berada di jarak sekitar 60 kilometer dari bandara lama, namun nantinya pesawat-pesawat besar bisa mendarat karena lokasinya lebih luas dan dekat dengan jalur lintas selatan (JLS).

Dengan demikian, lanjut dia, peruntukan Bandara Abd Saleh usai pengembangan akan diserahkan kembali ke TNI AU untuk kepentingan militer.

Terkait bandara di Pulau Kangean, pembangunan sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab Pemprov Jatim dan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sumenep.

"Mulai 2017 akan dimulai proses pembelian lahan sehingga pada 2019 sudah bisa dioperasikan," kata Pakde Karwo, sapaan akrabnya.

Sementara itu, dengan disiapkannya dua bandara baru maka nantinya Jatim akan memiliki 10 bandara, yakni Juanda Surabaya di Sidoarjo, Abdul Rahman Saleh di Malang, Blimbingsari di Banyuwangi, Notohadinegoro di Jember, Iswahyudi di Madiun, Trunojoyo di Sumenep, Harun-Tohir di Bawean Gresik.

Sedangkan, tiga bandara lainnya masih dalam proses pembangunan, yaitu di Malang, Pulau Kangean dan Bojonegoro.

"Khusus di Bojonegoro diperuntukkan kepentingan minyak dan gas. Sekarang masih proses dan 'Detail Engineering Design' (DED) masih menunggu persetujuan Pemerintah Pusat," katanya. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016