Tulungagung (Antara Jatim) - Manajemen Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Niyama di Tulungagung, Jawa Timur menengarai buruknya kualitas pasokan air ke sistem pembangkit listrik mereka disebabkan hutan gundul, sehingga terjadi erosi dari daerah hulu menuju hilir.
    
"Sedimentasi setiap musim hujan selalu tinggi hingga di atas ambang batas yang kami tetapkan, yakni 68,00 mdpl (meter di atas permukaan laut). Itu karena hutan-hutan di area tangkapan air gundul," kata Kepala PLTA Niyama, Gatot Suprihadi di Tulungagung, Senin.
    
Ia mencontohkan kondisi vegetasi di lereng-lereng perbukitan di sekitar PLTA Niyama di Kecamatan Besuki.
    
Ratusan bahkan ribuan tanaman kayu yang ditanam melalui program reboisasi oleh PLTA Niyama beberapa tahun silam, saat ini habis ditebang oleh masyarakat.
    
Akibatnya, lereng-lereng bukit di sekitar Sungai Parit Raya dan Parit Agung menuju Bendung Niayam terlihat gundul.
    
Tonggak-tonggak tanaman kayu berbagai jenis dengan diameter lingkar antara 30-50 centimeter masih teronggok di tanah, menjadi bukti aksi pembalakan liar warga sekitar.
    
"Kami berharap ada upaya bersama dan lintasinstansi serta masyarakat semua untuk menjaga hutan. Jangan pula membuang sampah sembarangan di sungai karena apapun itu berdampak buruk terhadap lingkungan," ujarnya.
    
Tidak hanya di sekitaran Bendung Niyama yang gundul, Gatot menengarai kerusakan kawasan hutan atau wilayah tangkapan air terjadi di daerah hulu, seperti di Trenggalek maupun Tulungagung bagian atas.
    
Dampaknya, kata dia, menurunnya kerapatan tanaman atau vegetasi di daerah hutan memicu erosi di berbagai wilayah yang kemudian menjadi banjir dan menyatu dalam sistem pembuangan di sungai-sungai yang mengalir menuju laut.
    
"Konteks PLTA, pihak Jasa Tirta selaku penyedia air juga tidak bisa berbuat banyak karena memang masalahnya adalah hutan gundul. Kami hanya berharap ada kesadaran kolektif terkait isu satu ini," kata Gatot.
    
Sebelumnya, Gatot mengungkapkan buruknya kualitas pasokan air dari Sungai Parit Raya dan Parit Agung yang kotor bercampur lumpur akibat banjir serta erosi telah memicu risiko kerusakan mesin pembangkit listrik tenaga air milik PLTA Niyama.
    
"Kualitas air yang rendah (kotor) menyebabkan mesin turbin PLTA lebih cepat aus dan rusak," ungkapnya.
    
Dalam kondisi normal dan dengan asumsi pasokan air bersih dari sungai, kata dia, mesin pembangkit listrik seperti milik PLTA Niyama idealnya memiliki masa kerja atau "lifetime" penggunaan selama 25 tahun.
    
Namun karena tingkat kekeruhan air yang masuk dari aliran Sungai Parit Raya dari Trenggalek dan Parit Agung dari Tulungagung cukup tinggi, lifetime turbin PLTA diprediksi susut menjadi hanya 15 tahunan atau sedikit lebih panjang.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016