Tulungagung (Antara Jatim) - Manajemen PLTA Niyama di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mulai mengeluhkan buruknya kualitas pasokan air dari Sungai Parit Raya dan Parit Agung yang kotor bercampur lumpur akibat banjir serta erosi dari daerah pegunungan yang gundul.
    
"Kualitas air yang rendah (kotor) menyebabkan mesin turbin PLTA lebih cepat aus dan rusak," ungkap Kepala PLTA Niyama, Gatot Suprihadi di Tulungagung, Senin.
    
Dalam kondisi normal dan dengan asumsi pasokan air bersih dari sungai, kata dia, mesin pembangkit listrik seperti milik PLTA Niyama idealnya memiliki masa kerja atau "lifetime" penggunaan selama 25 tahun.

Namun karena tingkat kekeruhan air yang masuk dari aliran Sungai Parit Raya dari Trenggalek dan Parit Agung dari Tulungagung cukup tinggi, lifetime turbin PLTA diprediksi susut menjadi hanya 15 tahunan atau sedikit lebih panjang.

"Sejak pengadaan tahun 1989, kami memang belum melakukan penggantian. Tapi mesin turbin air sudah pernah diangkut ke Jakarta untuk "overhaul" atau perbaikan mesin secara total," jelasnya.

Untuk mengantisipasi dampak lebih buruk, lanjut Gatot, PLTA Niyama memperketat pengawasan kualitas dan volume sedimentasi pada air sungai yang masuk ke sistem saluran pembangkit listrik.

Jika tingkat sedimentasi mencapai 68,00 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan inflow (debit air masuk) mencapai lebih dari 75 meter kubik per detik, kata dia, air akan langsung digelontor keluar ("flushing") sehingga tidak berdampak korosif terhadap mesin turbin pembangkt listrik.
    
"Air bercampur lumpur yang masuk dalam sistem turbin atau peralatan itu seperti terkena kertas gosok. Sangat merusak dan korosif," ujarnya.

Selain menggelontor air saat sedimentasi tinggi dan inflow terlalu besar, upaya lain yang dilakukan PLTA Niyama menurut penjelasan Gatot adalah meningkatkan frekuensi perawatan, membersihkan "main strainer" atau sistem pendingin mesin, serta membersihkan "intake" atau instalasi penyaring kotoran di pintu saluran air masuk menuju area turbin.

"Sejauh ini flushing atau penggelontoran air baru sekali dilakukan pada 31 Januari lalu karena sedimentasi mencapai 68,8 dan inflow di atas 75 meter kubik. Setelah itu belum dilakukan lagi meski sedimentasi cukup tinggi, karena target produksi kami belum tercapai," ujarnya.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016